Nanti, ada usia tertentu dimana santri harus dilatih untuk bersikap rusyd, mampu mengatur keuangan mereka sendiri. Sebelum itu, mereka terlebih dulu dilatih gemar berbagi, cinta bersedekah, agar kelak bila Allah menganugerahkan kepada mereka kemudahan rizqi maka hal tersebut tidak menjadikan harta mereka berbahaya di tangannya.
Maka sekolah tidak menyediakan kantin. Sebagai gantinya kudapan dan makan siang santri dihimbau untuk disiapkan dari rumah, bersama orang tua. Jadi mereka membawa bekal sendiri. Tujuannya agar tidak muncul budaya “suka jajan” yang konotasinya negatif. Selain negatif dari aspek kesehatan, juga negatif dari aspek kejiwaan.
Alhamdulillah, dengan tidak memberi uang saku, keluarga-keluarga menjadi lebih kreatif. Sebagian bunda membuat jadwal variasi kudapan. Sebelum berangkat sekolah anak-anak ada yang giat diikutkan memasak bersama bunda menyiapkan bekalnya sendiri. Santri lebih bangga dengan masakan bundanya, sehingga momen bersama keluarga sangat indah dikenang.
Masakan bunda tentu lebih terjaga dari sisi kesehatan. Dibandingkan dengan makanan ringan buatan pabrik yang sarat dengan bahan tambahan, yang mudah merusak kesehatan. Dampak pertamanya yang seharusnya segera terdeteksi adalah anak berkurang nafsu makannya, suka pilih-pilih makanan, tidak suka sayuran. Bahkan bila sudah berlebihan, anak menjadi penuntut. Mereka mudah merengek untuk minta dibelikan setiap apa yang dilihatnya.
Kelak, di usia rusyd, (QS Al-Maidah :6) anak dididik mengelola harta untuk menguji kedewasaannya, misalnya diberikan uang saku mampukah untuk menabung, atau lebih baik lagi dengan mengembangkan harta itu dalam kebaikan.