Selepas Maghrib, anak-anak membubarkan diri dari shaf berjamaah. Seorang ustadz berinisiatif memanggil dan menawarkan untuk berkisah sebagaimana dulu pernah dirindukan. Namun pemandangan langit lebih memukau. Di ufuk terlihat petir-petir jatuh berkilau. Hanya satu anak terpaku memandangi sang ustadz dengan iba, lalu memanggil teman-temannya.
Sumber: t.trusper.com |
“Hei, kalian tidak mau mendengarkan kisah?”
Dalam ketakjuban, teman-temannya tak mampu menghirau.
“Ya sudah, aku saja sendiri.” Lanjutnya setengah bergumam.
Anak laki-laki yang baru menginjak awal usia tamyiz ini
mendekati sang ustadz, lalu duduk, siap mendengarkan layaknya berada di sebuah
majelis ilmu.
Kisahnya dimulai, tentang perjalanan sang baginda Nabi,
mengenang perjalanan hijrahnya mendakwahi umat ini.
Si santri tergelitik. “Yang masuk surga yang Muslim saja,
ta?” logat jawa campurannya tidak bisa disembunyikan.
Jawaban sang ustadz membuatnya bertekad, “(Kalau begitu)
Kalau sudah besar aku akan mengajak orang-orang masuk Islam.”
Ayah, Bunda, berbahagialah. Aminkan doanya.
Anak itu, Abad namanya.