Oleh: Gilig Pradhana
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam
(Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan
korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti
membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima
(korban) dari orang-orang yang bertakwa".
Salah satu domba gemuk di peternakan AyoKurban dari Wuluhan Jember. Dijual melalui https://kurbaninaja.id/
Sebuah ayat dari Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 27
mengisahkan tentang dua macam pengurbanan, bukan tentang bentuknya, melainkan
tentang kualitasnya.
Habil mencontohkan kurban yang terbaik, sedangkan Qabil
justru memilih yang terburuk. Keduanya memang sama-sama berkurban, tapi
ternyata tidak semua kurban diterima.
Apakah Kurban Kita Akan Diterima
Itulah yang harus menjadi pertimbangan saat kita memilih
kurban. Dan ini bukan hanya di momen spesial, melainkan dalam keseharian kita.
Tatkala kita mendengar panggilan adzan, apakah kita akan
memenuhinya dengan bersegera sholat atau bersantai-santai hingga ke ujung
iqomah?
Saat kita melihat saudara semuslim membutuhkan bantuan,
akankah kita membagi rizqi baik yang kita nikmati atau merogoh recehan di
lipatan dompet?
Di kala berseteru dengan sahabat, apakah kita yang akan
datang mendahului mencari keridhoan atau menunggu-nunggu di rumah menganggap
diri selalu benar dan yang lain selalu salah?
Kita memiliki "ismail" dalam diri kita
masing-masing.
Ada yang merasa berat dengan keluarganya, sangat mencintai
istrinya, gemar menghitung hartanya, membangga-banggakan pekerjaannya, enggan
berpisah dengan HP nya, semua kecintaan itu akan menjadi salah satu ujian yang
akan diambil oleh Allah untuk melihat mana yang lebih dicintai; apakah Tuhan
ataukah karunia-Nya?
Kurban Pilihan Para Nabi
Setiap kali diberikan pilihan beramal, para Nabi selalu
memilih yang terbaik. Domba kurban Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wa salam
adalah yang gemuk. Namun tidak hanya dalam masalah hewan, Nabi Musa alayhi
salam ketika diberi pilihan apakah memberikan mahar berupa bekerja 8 tahun
ataukah 10 tahun, beliau memilih yang sempurna, yakni 10 tahun.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa 'alayhissalam untuk
memilih 70 orang terbaik di antara Bani Israil, kemudian ia (Musa) memanggil
mereka agar menghadap-Nya untuk bermunajat dan menerima Taurat, maka Nabi Musa 'alayhissalam bersegera memenuhi
panggilan-Nya.
Karena cinta dan rindunya kepada Rabb-Nya, Nabi Musa
'alayhissalam meninggalkan kaumnya di belakang.
Maka, ketika telah sampai, Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman kepadanya:
وَمَا اَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا
مُوسَى ِ قَالَ هُمْ أُلئِي عَلَى أَثَرِي
وَ عَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
"Mengapa engkau datang lebih cepat dari kaummu wahai
Musa ?" Musa menjawab: "Mereka sedang menyusul aku dan aku bersegera
kepada Mu, wahai Rabb ku agar Engkau ridha kepadaku."
Kesempurnaan beramal inilah yang harus kita jadikan
semangat, sebagaimana ayat “Fastabiqul Khoirot” (QS Al-baqarah 148),
berlomba-lomba dalam kebaikan. Tentunya bila orang sedang berlomba, dia selalu
berusaha menjadi yang nomor satu. Untuk itu tenaga yang dikerahkan akan
sekuatnya, di ujung batas tertinggi, dan itulah maksud dari “semampunya”.
Balasan Kebaikan
Hari ini adalah hari yang sangat baik untuk memulai
perlombaan itu. Marilah kita pacu diri dengan imbalan Allah atas amal sholih
kita.
Ibunda Hajar alaiha salam, dalam terik panas kehausan,
berlari dari Shofa ke Marwa bolak-balik demi mendapatkan tanda-tanda kehidupan
kemudian di puncaknya diganjar Allah dengan zam-zam, yang penuh berkah tidak
hanya buat sang ibu dan anak, bahkan untuk miliaran umat Islam di sepanjang
zaman. Lahirlah syariat “sa’i” yang diikuti para jamaah haji dari tahun ke
tahun meniru apa yang dilakukannya. Pahala para jamaah itu mengalir kepada
ibunda Hajar, satu per satu, terus mengalir hingga entah kapan.
Ayah dan anak, nabi Ibrahim dan nabi Ismail alayhuma salam,
berkurban nyawa, sebuah pengurbanan yang paling berat dalam sepanjang sejarah
manusia. Dan perintah itu ditunaikan dengan sempurna, kemudian diganjar Allah
dengan domba yang besar, kemudian lahirlah syariat berkurban yang diikuti pula
oleh kaum Muslimin sepanjang zaman. Setiap ampunan yang dianugerahkan kepada
setiap bulu hewan kurban, mengalir pula untuk sang teladan.
Maka marilah berkurban…
Mungkin dari berkurban waktu tidur kita di malam hari, untuk
bangun sholat tahajjud… barangkali akan menjadi teladan bagi anak cucu kita,
yang pahalanya Allah alirkan juga kepada kita.
Bisa juga dari kebiasaan kita bersusah-payah mengumpulkan
keluarga di waktu maghrib, untuk mengajarkan mereka Al-Qur’an… mungkin akan
menjadi inspirasi, di antara anak cucu kita ada yang menjadi guru mengaji,
dosen bahasa Arab, ulama tafsir yang mengajar ummat, kemudian Allah perkenankan
pahala-pahala mereka abadi untuk kita.
Kurban apa pun itu, niatkanlah ikhlas untuk Allah, dan
berikanlah yang terbaik, bukan yang asal-asalan. Karena kalau Allah ridho…
balasannya akan jauuuh… lebih baik dari apa yang telah kita kurbankan.
Wallahu a’lam bish showab.