Oleh: Ustadzah Weta Nur Rohmah
Hari itu pekan terakhir sebelum para santri memasuki liburan semester.
Mereka berdialog tentang moment istimewa yang bertepatan pada pekan kedua bulan depan saat mereka mulai memasuki tahun ajaran baru.
"MasyaaAllah, sebentar lagi kita masuk bulan Dzulhijjah ya teman-teman.”
"Iya, ndak kerasa ya, ana rindu 2 tahun lalu kita bareng-bareng menyaksikan penyembelihan hewan qurban, membagikan dagingnya ke warga sekitar dan masak sate terus makan sate bareng-bareng.”
Benar, 2 tahun lalu para santri menyaksikan penyembelihan hewan qurban dan turut membagikannya kepada warga sekitar Kuttab. Serta merasakan masak dan makan sate bersama-sama. Namun tahun lalu, memasuki pandemi, mereka tidak diikutsertakan. Sontak terlihat raut sedih menyelimuti wajah mereka.
Saya mencoba mengalihkan dengan mengingatkan mereka pada kisah istimewa di bulan Dzulhijjah.
"Anak-anak, ada yang masih ingat ndak kisah yang melatarbelakangi peristiwa qurban? ” yang kemudian dijawab antusias oleh mereka.
"Kisah Habil dan Qabil, Ustadzah.”
“Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, Ustadzah.”
"MasyaaAllah.. betul semua nak. Allah mengabadikan kisah Habil dan Qabil dalam surat Al Maidah ayat 27, dimana Allah menerima qurban dari Habil dan tidak menerima qurban dari Qabil.”
Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
"Kenapa Allah menerima qurban Habil dan tidak menerima qurban dari Qabil, Ustadzah?”
"Karena Habil mempersembahkan qurban terbaik dengan dilandasi ketakwaan pada Allah nak, sedangkan Qabil memberikan qurban dengan kualitas yang buruk dilandasi kesombongan. Sedangkan Allah hanya menerima qurban dari orang-orang yang bertaqwa.”
“MasyaaAllah berarti kita harus mempersembahkan amalan terbaik di hadapan Allah ya Ustadzah. Seperti yang diteladankan Nabi Ibrahim dan Ismail juga. Kan Nabi Ibrahim sudah lama menginginkan seorang putra, eh pas sudah besar diperintahkan untuk disembelih, tapi masyaaAllah beliau tidak membantah perintah Allah.” Seru salah seorang santri, yang kemudian ditimpali oleh temannya.
"Ismail juga keren ya Ustadzah.” sembari ananda membaca terjemahan surat As Shaffat ayat 102,
"Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."
Semua santri berbarengan mengucapkan, “MasyaaAllah.. MasyaaAllah.”
"Nah, anak-anak kita bisa mengambil pelajaran besar dari kisah-kisah beliau, adakah yang mau menyebutkan apa saja inspirasi yang bisa kita ambil?”
"Ana ustadzah” salah satu santri mengacungkan tangan.
“Dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, kita harus memberikan perngorbanan dan perjuangan terbaik. Gak boleh biasa-biasa aja, apalagi yang sisa-sisa.”
Santri lain turut mengacungkan tangan,
"Kita harus sami'na wa atho'na sama perintah Allah. Harus bersabar menjalankan semua perintah Allah."
"MasyaaAllah betul semua nak, mari senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ketaatan terbaik, bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, mengamalkan dan mensyiarkannya.”
“Termasuk bagi yang mampu berqurban, maka qurban ini juga merupakan bentuk pendekatan kita kepada Allah, sebagaimana hadist Nabi, “Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi)
"Nah, nanti ana mau tanya ke Bunda udah persiapan beli hewan qurban apa belum."
Langsung ditanggapi oleh teman-temannya..
"Jangan lupa belinya di ...."
Yang disambut senyum bahagia oleh seluruh teman-temannya.
Akhirnya suasana kembali ceria.
#catataniman
#qonuni1&2akhwat