Di tengah-tengah lingkaran kami duduk-duduk itu kemudian Ayah meletakkan beberapa lembar daun dan segelas air. Kemudian beliau memberi tebakan, "Bagaimana caranya mencampur ini dan ini lalu diolah menjadi susu...?"
Kontan wajah anak-anaknya melongo, saling bertolehan. Memang bisa? Serius ini?
Tapi anak-anak yang duduk di Kuttab Qonuni sudah paham. "Diberikan ke sapi!"
Ayah tak mudah menyerah, "Tidak semua sapi bisa. Sapi jantan tidak akan pernah bisa, jadi hanya yang betina." Semuanya berpose seperti Ooo... Maka ayah pun menambahkan, "Tapi tidak semua betina, melainkan yang barusan melahirkan saja." Moncong anak-anaknya semakin bundar, Ooo...
"Jadi coba bayangkan, rumput... air... jadi susu. Ajaib bukan?" Ayah merendahkan suaranya sembari mendekat, "Dan belum pernah ada seorang manusia pun yang bisa membuat susu sendiri. Itu artinya tidak mungkin..."
Salah satu dari kami mencoba melucu, "Bagaimana dengan ibu hamil?"
"Maksudmu setelah melahirkan?" Ayah mengoreksi, "Sama saja. Kalau susu ASI hanya keluar di saat Allah menetapkannya, yakni setelah kelahiran. Bukan terserah ibunya. Padahal kan badan-badannya sendiri, kenapa tidak bisa memproduksi sendiri?"
"Dengar! Masih ada lagi..." Sambung Ayah bersemangat. "Ada berapa air yang kita kandung dalam tubuh?"
Kami mencoba menghitung... keringat? air liur? darah? eh... pipis?
"Mana air yang sampah, harus dibuang?" Kami menjawabnya kompak.
"Mana air yang bukan sampah, dibutuhkan tubuh, tapi tidak bisa diminum?" Kami terus berebut menjawabnya.
"Mana air yang untuk diminum?" Tanpa kesulitan, semuanya terjawab.
Ayah memasang nada rendah yang sama, biasanya untuk menekankan poin yang penting atau kesimpulan. "Bayangkan... kalau saat menyusu yang keluar adalah pipis, saat berkeringat ternyata darah, lalu yang mengalir di pembuluh kita adalah susu... Pernahkah ada yang tertukar begitu?" Pertanyaan retoris ini membuat anak-anak menggeleng.
"Betapa telitinya Allah yang memisahkan semuanya itu. Padahal kalau diserahkan urusannya kepada kita, tertukar sekali saja bisa gawat urusannya."
Kemudian Ayah mengeluarkan gelas-gelas susu, "Nah... ayo kita minum!"
"Aku mau!!!"
Kali ini, tegukan susu menjadi sangat berharga. Alhamdulillah....