Di rumah orang tua mendidik agar anak patuh kepada guru. Dan di sekolah guru mendidik agar murid berbakti kepada kedua orangtuanya. Pendidikan yang saling melengkapi.
Orang tua harus menjaga izzah guru di hadapan anak. Demikian pula guru harus menjaga izzah orang tua di mata santri. Kali ini mari kita bahas sedikit lebih fokus kepada peran guru, namun bukan terhadap murid, melainkan peran guru terhadap orang tua murid.
Memang sudah tugas guru mendidik muridnya.
Namun jikalau guru berhasil menyentuh sang ayah...
Maka betapa dahsyat muridnya kelak!
Karena ia akan memiliki dua guru, di sekolah dan di rumah
Karena ayah bemakna teladan, kasih sayang, dan doa
Maka para guru...
Ajaklah ayah berbicara tentang anak
Barangkali, sudah lama tidak ada lagi yang mengajak mereka berbicara
Dunia sudah menganggap mereka "seharusnya tahu" semuanya
Bayangkan betapa besar dan beratnya peran orang tua. Kita meng-angka-kan hingga mencapai 60% bagian pengaruhnya terhadap anak. Artinya, kalau orang tua mengantarkan anak ke sekolah dengan kondisi sudah terisi 60% itu, maka alangkah mudahnya tugas guru, yang hanya menyelesaikan 20% sisanya (20% lagi adalah pengaruh lingkungan).
Kesadaran berpikir seperti ini akan mendorong guru untuk lebih banyak berkomunikasi dengan ayah dan ibu, tidak lagi sekedar membatasi hanya kepada murid. Ya! Wujudkan ruang konsultasi (saluran dimana orang tua bisa bertanya), giatkan diskusi (dudukkan orang tua sebagai rekan berbagi ilmu sekaligus belajar dari mereka), jalinlah kolaborasi (bekerja sama berbagi peran dalam posisi masing-masing).
Dalam keadaan tertentu, guru mendapatkan kesempatan istimewa untuk diidolakan murid lebih daripada orang tuanya sendiri. Bukankah sering kita mendengar orang tua yang berkomentar, “Omongan orang tuanya tidak didengarkan, tapi kalau gurunya langsung dilaksanakan.” Ini bukan pernyataan iri,, tapi sekedar menyampaikan fenomena. Salah satu hal yang melatarbelakanginya adalah karena di rumah anak melihat bagaimana akhlak orang tua yang sesungguhnya. Sedangkan di sekolah anak melihat akhlak guru yang telah dipersiapkan.
Nah, kesempatan ini baik sekali dipergunakan guru untuk mendukung peran orang tua di rumah. Maksudnya, kalau guru mengangkat wibawa orang tuanya, maka hal tersebut akan mendorong di anak untuk berbakti kepada orang tua sepulangnya di rumah nanti.
Jangan sampai sepulang dari sekolah
anak membenturkan apa yang dilakukan orangtua dengan nasihat gurunya
Karena orang tua adalah pintu surga bagi anaknya
seberapapun tingginya kedudukan guru.
Jaga lisan kita dan bantu anak untuk hormat dan taat pada orang tua.
Membenturkan? Bagaimana maksudnya?
Contohnya, ketika murid membaca doa makan "Allahumma bariklana..."
Kemudian Guru langsung melompati nasihat tanpa tahapan, "Itu bid'ah, Nak, yang benar bismillah"
Meski nadanya lembut, tapi polanya menyalahkan
Maka ketika ayah di rumah berdoa, anak kemungkinan besar meniru cara berdakwah guru dengan langsung menyalahkan.
Atau yang langsung…
Ketika santri bertanya, "Ustadz... Tapi di rumah ayahku biasanya begini."
Dijawab, "oh itu kan pendapat ayahmu Nak... Kalau menurut ulama begini..."
Meski ilmiah… dapat dipertanggungjawabkan…
Namun kita tidak menghendaki anak belajar menggunakan dalil tapi untuk menjatuhkan orang tua
Lalu bagaimana?
Inilah seni berdakwah yang perlu dilatih, karena dari guru santri akan belajar menjadi ahli dakwah yang luwes sebagaimana pesan baginda Nabi, “Mudahkanlah dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka, jangan membuat mereka menjadi lari”. Mudah-mudahan segera disambung dalam tulisan selanjutnya… Wallahu a’lam bish showab.