Aku diberi nama Syahadah. Ringkas dan pengucapannya mudah, namun maknanya besar, berharga dn cukup mewah, bagi manusia yang sadar akan nikmat terindah dan jalan hidayah.
i.pinimg.com |
Aku dididik dalam keluarga harmoni dan edukatif. Ayahku bernama Muslim bin Hanif. Ibuku bernama Amanah binti Taklif.
Jadi jelaslah bahwa aku seorang muslim walau dalam kartu pengenalku kata islam tidak tertera. Tapi aku berbangga mengikrarkan keislamanku pada dunia.
Keluarga kami berasal dari timur tengah, datuk dan nenekku orang perantau. Mereka merantau dengan membawa bermacam surat dan berita. Mereka bukanlah tukang pos bukan pula wartawan, tetapi mereka saudagar yang suka bercerita tentang kebenaran.
Kadangkala bila aku bercerita tentang kerabatku, banyak yg serius menyimak bahkan banyak juga yang ingin menjadi bagian dari keluargaku. Namun begitu, banyak juga setengah pihak merasa keluargaku penyekat kemajuan, bahkan kalau bisa mereka ingin saja menyisihkan keluargaku yang harmoni ini dari peradaban.
Nama adikku Sholah. Seorang yang aneh. Kadang dia pendiam, bersuara dengan berbisik. Kadang dia lantang, bersuara nyaring dengan alunan indah dan cantik. Dia menyenangi waktu malam lebih daripada siang. Baginya siang itu gaji pokok, dan malam itu bonus. Tapi orang tua kami tenteram dan merasa beristirahat dengannya. Meski begitu aku tahu tanpaku sholah tiada bermakna, karena dari segala sisi aku lebih utama.
Zakah, ini adikku juga. Orangnya penuh simpati dan senang berderma. Dia tidak seperti sholah, dia suka berdiam diri. Tapi dia perlu aku juga. Tanpaku, dia akan membelanjakan uangnya kesana kemari, tanpa faedah untuk masa depannya nanti. Dia sangat berpengaruh dalam meraih kemaafan, entahlah mungkin karena dia menyentuh dengan sifat prihatinnya sesama insan.
Adikku yang selanjutnya bernama Shiyam. Ada juga yang memanggilnya Ramadhan. Dia seorang pemerhati kesehatan. Kadang-kadang malah menjadi dokter bagi kami semua. Tapi dia juga memerlukan aku. Tanpaku ilmu kesehatannya tidak berguna, karena aku yang menghubungkan keahliannya dengan Penyembuh yang sebenarnya.
Adikku paling bungsu ini sungguh indah namanya, Mabrur. Tatkala ayahku mendapatinya, sungguh seolah ia baru lahir ke dunia, suci tanpa dosa. Sungguh beruntung ayahku punya si bungsu. Walaupun adikku ini menuntut dari ayahku kesabaran dan harta yang tiada terkira, dan banyak lagi pantangan-pantangannya, ayahku tetap berusaha menunaikannya.
Namun demikian jerih payah itu juga tak akan berguna andai ayahku tidak memperhatikanku si sulung ini karena adikku yang satu ini sangat lekat padaku. Sekiranya apa yang dijanjikan padaku tidak tertunaikan apapun yang diberikan ayah pada si bungsu akan dia abaikan. Merajuknya tidak main-main. Kalau dia pergi, jangan harap bisa jumpa lagi.
Ayahku seorang yang sangat baik. Karena itu Rajanya sering menjanjikan kejayaan baginya. Rajanya sangat Penyayang. Dia selalu mengingatkan ayah agar merawat kami kakak beradik dengan baik. Ada rekan kerja ayahku menelantarkan bahkan tidak mengakui anak-anaknya. Sang Raja sangat murka, tapi tak pernah bersedih. Mereka tetap mendapat upah dan gaji.
Ayahku sangat peduli kepadaku. Katanya, anak sulung setiap ayah perlu dijaga dan dibanggakan, kalau tidak, tiada guna hidup mewah tiada berarti harta berlimpah, bahkan umur yang panjang juga tidak membuat hati tenteram dan tenang.
Namun begitu dinegara yang aku sayang, gejala membuang anak sulung sangat banyak di pinggir-pinggir jalan, bahkan ada yang berani membuang di dalam pengadilan. Murtad namanya.
Adikku Sholah selalu memanggil namaku dalam dirinya. Dia tahu aku sangat bermakna, hilangnya diriku sama dengan tamat riwayatnya. Sholah selalu menghindarkan ayahku dari penyakit. Kalau ayah terkena wabah atau musibah Zakah dan Shiyam lah yang bergantian merawat ayah.
Kami semua senang dengan ayah. Walau ayahku mati kami semua akan menemani ayah. Kami bukan saja hartanya di dunia tapi juga hartanya di alam sana.
Aku selalu mengingatkan ayahku bahwa Rajanya cuma satu saja. Aku juga senantiasa mengingatkannya dengan ajaran-ajaran gurunya dalam quran dan riwayat sunnah. Ayahku selalu saja mengulangi penghayatannya dalam menyebut diriku, berulang kali. Sungguh syahdu ia menyebut namaku.
Ayah sangat memerlukanku. Setiap kali menghadap Rajanya ia selalu menyertakanku disampingnya. Rajanya pun mengingatkannya agar jangan melupakanku dan melanggar janji dalam diriku.
Sungguh bermakna aku ini rupanya, tanpaku hidup seseorang tak jauh beda dengan binatang tak berakal.
Siapa namaku?
Namaku Syahadah