Dulu, alhamdulillah Allah kasih kelapangan rizki, keluarga saya punya rumah yang cukup luas di Jakarta. Selain saudara-saudara yang diajak tinggal bareng di sana, sebagian kamar lainnya disewakan alias jadi kos-kosan.
Banyak cerita selama rumah kami jadi kos-kosan.
Mulai dari masalah klasik ; ada yang nunggak beberapa bulan, sekalinya bayar ngicrit-ngicrit.
Ada juga yang lancar bayarnya, tapi pemakaian air & listriknya lebih besar dari harga sewa kosnya.
Sampai masalah seringnya makanan di dapur & kulkas ada yang ngambil, dan hilangnya mesti saat tengah malam.
Lagi diminta mbikin video Bazaf |
Melihat "fenomena" ini ibu saya hanya diam saja, dan tidak berusaha untuk ngadu ke bapak saya. Bahkan meski tau kelakuan anak-anak kosnya, beliau kadang masih ngajak mereka makan bareng kalau kebetulan lagi banyak makanan.
(Semoga Allah memberkahi ibu saya di masa tua-nya sekarang hingga husnul khatimah kelak.)
Dua dekade berlalu, saudara & anak-anak kos ini sekarang sudah jadi "orang". Setidaknya hidup mereka sudah mapan, bahkan lebih mapan dari ibu saya. Entah dari mana mereka dapat nomer hp ibu saya, yang jelas satu persatu mereka hadir kembali menyapa ibu saya, meski lokasi mereka nun jauh disana.
Setiap mereka telepon untuk berterima kasih, ibu saya malah sungkan. Beliau merasa apa yang dilakukannya dulu biasa saja & tidak punya andil apa-apa dengan kesuksesan mereka sekarang.
Yang beliau kasih cuma kelonggaran bayar kos & membiarkan mereka "nyolong" makanan di saat mereka lapar, nggak ada uang dan sungkan untuk meminta.
Buat ibu saya nilainya mungkin nggak seberapa, tapi buat mereka itu sangat membantu mereka untuk bisa bertahan hidup hingga akhirnya lulus kuliah. Mereka merasa itu bagian dari kesuksesan yang mereka raih sekarang.
Namun Ibu saya tetap rendah hati. Seolah-olah beliau pingin bilang, "ya sudah lah, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan isi kulkas yang kau ambil dulu".
Saya yakin banyak diantara kita mengalami hal yang sama dengan ibu saya ; memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu yang kita anggap sepele untuk orang lain, namun ada efek baik untuk orang tersebut di masa depannya.
Dan saya pun teringat Bazaf.
Siapapun yang membeli sesuatu di Bazaf, (beli bumbu halawa misalnya) sebagian labanya diinfaqkan ke Kuttab.
Meski mungkin dari laba tersebut setelah diakumulasi dengan laba lainnya nilainya hanya sedikit dan hanya cukup untuk beli sapu atau keset, bukankah sudah punya andil dalam memberikan kenyamanan belajar anak-anak kita di Kuttab?
Bukankah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam memerintahkan kita untuk tidak meremehkan kebaikan sekecil apapun itu?
Bukan tidak mungkin kelak diantara anak kita di KAF Jember ada yang jadi Ulama pengisi Majlis di Masjid Nabawi sebagaimana ust. Firanda & Ust. Abdullah Roy.
Saat itu kita mungkin lupa dengan sumbangsih kecil kita untuk mereka berupa belanja di Bazaf yang labanya diinfaqkan untuk sekolah mereka.
Tapi kalaupun kita ingat, mungkin kita hanya berkata dalam hati, "barakallah fiik nak, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan bumbu halawa yang pernah aku beli di bazaf dulu".
Bukan hanya Bazaf sebenarnya, ada pula PT. Ayo Kurban.
Siapapun yang beli hewan untuk kurban/aqiqah disini, sebagian keuntungannya juga diinfaqkan ke Kuttab.
Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti di rumah sakit kita bertemu dokter yang terlihat sedang me-murojaah hafalan qur'annya, dan ternyata dia salah satu dari anak kita alumni KAF Jember.
Saat itu mungkin kita lupa dengan sumbangsih kecil kita untuk mereka berupa pembelian hewan qurban yang labanya diinfaqkan untuk sekolah mereka.
Kalaupun kita ingat, mungkin kita hanya berkata dalam hati, "barakallah fiik nak, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan domba klasik E bobot 30 kg yang pernah aku beli dulu".
Serupa dengan kedua bidang usaha sebelumnya, begitupun dengan Kedai Sholeh Juara. Siapapun yang makan disini, (menu "lele terbang ke bulan" misalnya) sebagian keuntungannya juga diinfaqkan ke Kuttab.
Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti kita bertemu Project Manager pembangunan sebuah gedung pencakar langit, yang sedang mengawasi anak buahnya sambil berdzikir dengan ruas jarinya, dan ternyata dia salah satu dari anak kita alumni KAF Jember.
Saat itu kita mungkin lupa sumbangsih kecil untuk mereka berupa makan di kedai yang labanya diinfaqkan untuk sekolah mereka.
Kalaupun kita ingat, mungkin kita hanya berkata dalam hati, "barakallah fiik nak, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan lele..."
Sek sek, sebentar... Kenapa namanya "lele terbang ke bulan" ya?
Ada yang sudah pernah tanya ke chef-nya?
Barakallah fiikum semuanya.
Buyung Eko.
Wali santri yang ikut mendoakan seluruh santri KAF Jember.