25 Januari 2021

PERPUSTAKAAN dan buku-buku adalah simbol kemajuan ilmu pengetahuan dan tingginya peradaban. Cinta buku, gemar membaca, dan banyak menulis buku adalah ciri-ciri masyarakat yang maju dan memiliki peradaban yang tinggi.



Islam pernah mencapai puncak kejayaan, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan banyaknya perpustakaan. Dahulu, banyak perpustakaan Islam berdiri. Salah satu perpustakaan raksasa yang pernah dimiliki dunia islam adalah Baitul Hikmah atau Bait Al Hikmah. Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan adalah perpustakaan peninggalan Islam yang berada di Kota Baghdad, Irak.


Perpustakaan ini dirintis pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Lalu disempurnakan putranya, Khalifah Al Makmun. Pada masa Harun Al-Rasyid, perpustakaan ini bernama Khizanah Al-Hikmah. 


Banyak Ilmuan dan penerjemah hebat bekerja di lembaga ini, baik muslim maupun non muslim. Mereka menerjemahkan buku-buku atau naskah-naskah asing ke dalam bahasa Arab. Kemudian, para ilmuan melakukan pengkajian dan menyampaikan pendapat serta penjelasan atas buku-buku yang sudah diterjemahkan tersebut.


Pada tahun 815 M, Sultan Al Makmun mengubah nama Khizanah Al-Hikmah menjadi Bait Al Hikmah. Sultan Al Makmun juga mengembangkan mengembangkan lembaga ini. Baitul Hikmah digunakan secara lebih maju dan tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan. 


Perpustakaan ini digunakan untuk menyimpan buku-buku dari berbagai penjuru dunia, seperti Persia, Bizantium, bahkan Etiopia dan India. Baitul Hikmah juga menjadi pusat pengkajian dan penelitian dalam berbagai bidang. Seperti Matematika, astronomi, kedokteran, kimia, geografi, dan zoology. (Sumber: Buku Mengenal Bangunan Bersejarah Peradaban Islam di Dunia)


Bermodal Keyakinan Berharap Kebesaran,


Kuttab Al-Fatih Jember memiliki Perpustakaan bernama Baitul Hikmah, semoga dengan nama tersebut, memperoleh keberkahan seperti perpustakaan Bait Al Hikmah, bisa menjadi pusat pengkajian dan penelitian berbagai ilmu. 


Perpustakaan Baitul Hikmah


Terbuka untuk Umum, buka setiap hari Senin-Jum’at pukul 07.00-11.00.


Untuk mempermudah peminjaman, Ustadz/ah bisa meliahat referensi buku-buku perpustakaan Baitul Hikmah disini http://bit.ly/PerpustakaanKAFJember

21 Januari 2021

Ini tahapan yang perlu direnungkan oleh juru dakwah di bidang pendidikan,

Diriwayatkan dari Mu’adz ibn Jabal bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

اسْتَعِينُوا عَلَى إِنْجَاحِ حَوَائِجِكُمْ بِالْكِتْمَانِ، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ

“Berusahalah untuk mewujudkan hajatmu dengan menyembunyikannya, karena setiap orang yang mempunyai nikmat akan mendapatkan sikap hasad dari yang lain”. HR Thabrani 

Tulisan ini diperoleh dari status FB Kang Irvan Noviandana dengan sedikit tambahan

Sebuah nasihat mengatakan:

مِنْ وَهْيِ الْأَمْرِ إِعْلَانُهُ قَبْلَ إِحْكَامِهِ

“Termasuk kerapuhan sebuah rencana adalah mengumumkannya sebelum mengerjakannya dengan sempurna”. (al-Raghib al-Ashfihani: al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah).

Ini nasihat yang sangat tepat khususnya bagi para juru dakwah di zaman fitnah. Karena sebuah kebaikan apabila besar, maka biasanya memerlukan waktu yang sangat lama untuk ditumbuhkan. Jangan sampai saat baru menanam benih sudah dipatuk oleh hewan atau dijadikan mainan anak kecil. Kebaikan perlu dipagari agar terlindung kuat dari bahaya, sampai nanti menjadi pohon besar, orang dewasa sekalipun tidak mudah merobohkannya.

Kalau mendirikan sekolah, sekedar ada, daripada nggak ada, lebih baik ditutup saja. Apalagi kalau sekolahnya sudah meminjam label Islam, menerima guru-guru Muslim, maka tanggung jawabnya besar, karena Islam itu “ya’lu wa la yu’la alayhi” Lha kalau ternyata sekolah Islam tidak tampil sebagai yang terbaik di atas semua sekolahan, apalagi sampai biasa-biasa saja, maka bisa jadi umat kehilangan kepercayaan, bukan cuma kepada sekolahnya tapi kepada konsep Islamnya.

Kuttab, konsep sekolah dalam sejarah Islam, sederhana namun menekankan hal yang terpenting dalam pendidikan

Coba bayangkan, bila di sekolah diajarkan ilmu, tapi di tingkat yang sama, ilmu tersebut sudah dicapai jauh di sekolah lain… sampai-sampai di sekolah Islam itu menjadi dikenal masyarakat sebagai tempat yang “mutu ilmunya rendah” maka apakah kita tidak disebut bertanggungjawab karena ikut berandil buruknya citra sekolah Islam? Apalagi kalau yang rendah justru masalah mentalitasnya.

Apakah sekolah Islam itu cukup hanya dengan kewajiban berjilbab, membaca Al-Qur'an, dan tambahan pelajaran agama fikih? Sedangkan kedisiplinan beribadah rendah, semangat berjuangnya loyo, apalagi sampai kemproh alias jorok. Apakah layak menyandang kebesaran Islam?

Sekolah yang seperti ini, apa mau dilanjutkan? Mending itu tadi… ditutup saja!

Kalau tidak mau ditutup, ya harus dikejar idealismenya, menjadi sekolah terbaik, tertinggi, dalam bidang yang memang menjadi perhatian sekolah tersebut.

Belum muncul pertanyaan? Ya. Seharusnya Anda bertanya, caranya bagaimana?

Tentu akan panjang kalau dirinci di sini, tapi kuncinya adalah, buka lembar sejarah. Dulu sekolah-sekolah Islam telah menghasilkan ulama-ulama besar. Namanya Kuttab. Jangan terpatok pada namanya, tapi bagaimana konsepnya, itu lebih penting. Kita tinggal meniru, dan mengulangnya kembali. Ternyata, untuk itu pun butuh upaya besar. Selamat belajar!

Dalam sebuah kajian bersama Ustadz Adian Husaini, beliau bercerita pengalaman pribadinya, yang bisa dijadikan contoh kecil yang bisa berkembang menjadi sekulerisme. 

Di beberapa pesantren boarding, terdapat jadwal kegiatan santri. Dimulai tahajud jam 03.30 pagi, sholat subuh berjamaah, taklim, mandi dan lain-lain... Tertulis jam 7.30 dimulai KBM, ustadz Adian Husaini bertanya, “Apa itu KBM?”

Wah, mengetes nih… 

“Kegiatan belajar mengajar, tadz.” Jawab Ustadz yang membina.

“Loh, apakah sejak tahajud tadi, anak sholat, tadarus, bersih-bersih, sarapan itu anak nggak belajar?” Ini berbahaya, karena anak beranggapan bahwa belajar itu saat masuk kelas untuk ilmu matematika, bahasa, sains, bukan saat berusaha menjadi orang baik dan taat.

Padahal justru itulah kegiatan intinya. Pendidikan adalah penanaman nilai-nilai kebaikan seperti cinta kejujuran, kerja keras, termasuk benci kemalasan, benci kelemahan, dan sebagainya. 

Menanamkan nilai Itu harus punya 4, 

  1. teladan, 
  2. pembiasaan, 
  3. motivasi, 
  4. penegakan aturan.

Seusai KBM berakhir, anak-anak berpamitan satu per satu. Hingga tiba giliran ananda terakhir, 



"Ustadzah, mohon do'akan Ayah dan Ibuk ana agar tidak mengeluh"


Saya kaget. "Lho kenapa nak?" 


"Ada apa dengan Ayah dan Ibuk antum?"


"Ibuknya Ayah ana (maksud ananda: Nenek) kakinya tidak bisa gerak karena dipotong sampai segini" sembari menunjuk bawah lututnya. 


Kala itu saya teringat cerita ananda beberapa bulan lalu, Nenek ananda menderita penyakit yang mengharuskan kaki beliau untuk diamputasi. 



Ya Allah, betapa diri ini diingatkan.. Bahwa ketika kita diuji, seharusnya kita memohon kepada Allah agar terus dikuatkan, untuk menghadapi dan menjalaninya.. Dengan ikhlas, sabar dan tidak mengeluh.. 


Saya terkesan dengan redaksi kalimat ananda, meminta do'a agar tidak mengeluh. Bahkan saya pribadi pun jarang terbersit untuk meminta do'a demikian, jika sakit pun seringnya minta untuk segera disembuhkan, jika kesulitan, seringnya minta untuk segera diberi jalan keluar. Jarang meminta untuk diberikan kekuatan menghadapinya, kekuatan agar lisan tidak mengeluh.. 


Terimakasih nak.. Atas pelajaran berharga untuk diri ustadzah.. 


Segala puji bagi-Mu ya Allah atas pengingat diri ini melalui  mereka..

 


Para Ayah sedang menyimak penjelasan teknik fisioterapi yang dipandu oleh Ustadz Aan. Kegiatan seperti ini sering diadakan untuk menjalin keakraban wali murid/santri sekolah.

Santri ikut menyuguhkan minuman untuk tamu sekolah


Kepekaan, lahir dari kejelian melihat peluang amal sholih kepekaan bisa ditumbuhkan dan dilatih berulang-ulang agar menjadi kebiasan, ketaatan otomatis tanpa perlu disuruh atau diingatkan..


Sekolah melibatkan santri berperan memuliakan tamu

Santri dalam sesi istirahat, berbagi bekal kudapan

"Ayuk sini dek Hasna ikut mbak ke kelas" 

Mereka berlatih menjalankan peran utama sebagai ibu, ummun wa rabbatul bayt. Belajar menjalankan 2 kewajiban sekaligus dalam 1 waktu, tholabul ilmi dan mengasuh, mendidik anak.. Ilmu yang tak akan pernah mereka dapatkan sekalipun di bangku kuliah, bersyukurlah nak disini kalian mendapatkannya.


Santri ikut mengasuh anak dari ustadzah.

Santri gemar membacakan buku untuk "adik-adiknya"


Kuttab ini, seperti rumah kita sendiri. 



Santri-santri ini, seperti anak-anak kita sendiri.


Dengan talaqqi, dialog iman tumbuh mewarnai. 


Dengan kisah, nasehat merasuk ke dalam hati.


Nampak kami lihat raut ceria mereka, 

Sesekali tawa renyah mengudara, 

MasyaAllah betapa bahagia.. 

Bersama ustadz-ustadzah mereka, 

Bersama Kawan-kawan mereka.. 


Bukan, bukan kami menantang corona,

Kami hanya yakin Allah pasti akan menjaga, 

Para penuntut ilmu di jalan-Nya, 

Dinaungi malaikat-Nya, 

Dido'akan seluruh makhluk semesta termasuk ikan-ikan dalam samudera.. 


Bermodal tawakkal, yakin akan segala ketetapan terbaik-Nya, 


Sungguh, besarnya rasa rindu kami tak terbendung lagi kala tak bersua, 

Ilmu terasa kering tanpa ruh kala raga tak saling berjumpa, 


Betapa nikmatnya duduk bersama, 

Dalam indahnya taman surga, 

Beriring khusnudzon, do'a serta ridho kita semua.. 


Karena kita adalah keluarga, 

Keluarga, bukan hanya di dunia. 

Keluarga, yang saling mengingat dalam do'a. 

Keluarga, yang tak saling menggibah dan mencari aib saudaranya. 

Keluarga, yang saling menguatkan dalam cita-cita. 

Keluarga, yang saling mencintai karena-Nya


Keluarga, se-Kuttab, se- Surga..



Oleh : Herman Anas


Pertanyaan di atas sangat penting untuk dijawab oleh seluruh umat Islam. Karena, di Prancis sana, bulan Oktober 2020 ada guru yang berani menghina Nabi dan Presidennya juga mendukungnya dengan dalih kebebasan. Sehingga,  sangat penting untuk dijawab pertanyaan di atas. Silahkan dijawab di dalam hati-hati masing-masing sebagai media muhasabah. 


Perlu diketahui bahwa jumlah umat Islam di dunia pada tahun 2019 adalah 1,9 miliar sebagaimana dikutip oleh koran online Pojoksatu dari channel YouTube TRT World berjudul “Visualised: World’s major religions from 1945-2019”. Jumlah kuantitas yang sangat banyak. Tapi, jumlah yang banyak ini tidak ditakuti oleh seorang guru dan Macron di Prancis. Maka, terjadilah penghinaan kepada Rasulullah dan mereka tidak meminta maaf. 



Penghinaan tersebut menunjukkan umat Islam tidak ditakuti, siapapun dia orangnya. Entah muslim tersebut sebagai Presiden, ormas, tokoh dll. Mereka semua tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh musuh Islam. 


Benarlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ



Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)


Hadits ini memberikan informasi kepada umat Islam akan jumlahnya yang banyak, namun kualitas yang sangat rendah. Bahkan musuh tidak mempunyai rasa gentar dikarenakan umat Islam cinta dunia dan takut mati. Tapi, masih ada umat Islam, entah negara, ormas, partai politik dsb. yang masih bangga bahkan seperti sombong akan banyaknya jumlah. 


Mereka juga bangga saat tokohnya mendapat penghargaan, nobel, nama tokohnya dibuat nama jalan dst. Padahal hakikatnya tokohnya bahkan umat Islam secara keseluruhan tidak dianggap dan tidak memiliki wibawa dengan adanya kejadian penghinaan terhadap Nabinya. 


Sangat berbeda dengan zaman dahulu. Pada zamannya Sulaiman Al Qonuni, di Prancis sana tidak berani mengadakan dansa disebabkan surat yang dikirim oleh beliau.  Saat ini semua orang hanya bisa mengecam, mulai masyarakat biasa, ormas bahkan negara. Padahal negara punya perangkat dan kekuatan untuk menyelesaikan hal tersebut. 


Bagaimana solusinya? 


Kaum muslimin harus bertaubat agar penyakit cinta dunia bisa keluar dari hatinya. Selanjutnya, umat wajib mendalami agamanya, mulai keimanan, ukhuwah islamiyah, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan mengamalkannya. Sehingga umat meninggalkan bid'ah bukan hanya dalam ibadah mahdhah saja, tapi juga dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dst.


Maka, lahirlah generasi yang berkualitas. Mempunyai pemikiran Islam, sikap dan akhlak yang islami. Mereka peduli saudaranya tanpa sekat jarak dan tempat. Meskipun jumlahnya sedikit tapi ditolong oleh Allah. Gentarlah hati musuh-musuh Islam.

Pemateri:
Ustadz Budi Ashari, Lc


1. Memulai pendidikan harus dengan nama Allah 


بسم الله الرحمن الرحيم


(Awal al-fatihah dan ayat pertama al-Alaq)

Karena semua sesuatu akan mudah dan akan terlaksana hanya dengan izin Allah.


2. Hal yang paling pertama diajarkan kepada generasi ini adalah mereka mengenal Allah terlebih dahulu sebelum hal yang lain. Kita bisa melihat bagaimana pendidikan saat ini dimana mereka banyak mengetahui suatu ilmu tapi ketika mereka ditanya tentang Allah mereka tidak tau maka yang harus diajarkan dalam mendidik generasi adalah mengenalkan Allah kepada mereka, sebagaimana dalam surah ini Allah mengajarkan namanya yang pertama kemudian mengenalkan namaNya yang lain yaitu ar-Rahman dan ar-Rahim.


3. Mengajarkan generasi ini untuk mengingat nikmat2 Allah agar generasi ini pandai untuk bersyukur.

Dan ini adalah yg pertama diajarkan oleh Luqman al-Hakim kepada anaknya sebagaimana dalam surah Luqman ayat 12.

Dan ajarkan generasi ini untuk bersyukur dalam setiap keadaan baik dalam keadaan sulit maupun senang.

Ketika sulit kita ajarkan untuk mengucapkan:


الحمد لله على كل حال

Ketika mendapatkan nikmat mengucapkan:


الحمد لله بنعمته تتم الصالحات


4. Mengambil ruh pendidikan ini harus dari Allah selaku robbul alamin karena dasar kata robb yg brrti bertumbuh maka untuk menumbuhkan ruh kepada generasi ini harus dari sumbernya yaitu Allah.


(الحمد لله رب العلمين)


5. Dalam pendidikan ini harus ada tarbiyatul Aqidah 

Sebagaimana Rosulullah shallalahu a'laihi wasallam mengajarkan Abdullah bin Abbas aqidah sejak kecil. Sebagaimana dalam hadils disebutkan:


(إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله...)


6. Kemudian yang kedua adalah tarbiyatul Ibadah

Sebagaimana yang pertama dihisab dihari kiamat adalah shalat yang merupakan ibadah yang paling agung. Maka itulah yang harus pertama kali diajarkan dalam hal ibadah.


(إياك نعبد...)


7. Kemudian adalah tarbiyatul akhlak karena akhlak adalah buah dari ibadah makanya sangat disayangkan ketika kita melihat generasi saat ini dimana banyak sekali penghafal al-Quran namun adab dan akhlaknya masih sangat jauh dari nilai al-Quran itu sendiri dan akhlak yang paling utama adalah akhlak kita kepada Allah.

(...إياك نستعين)


8. Kemudian untuk mendidik generasi ini adalah selalu berdo'a karena do'a mampu mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin bahkan Allah mampu menjadikan sebuah akibat tanpa adanya sebab. 


 (اهدنا الصراط المستقيم.)


Dan dari ayat ini juga kita memahami bahwa doa yang paling pertama diajarkan dan harus kita amalkan adalah meminta untuk tetap berada di jalan yang lurus.


9. Kemudian yang selanjutnya adalah hasil dari pendidikan itu hanya ada 3 kelompok manusia yang pertama adalah orang-orang yang diberikan nikmat, kemudian yang kedua adalah orang yang dimurkai dan yang ketiga adalah orang yang sesat. Lalu bagaimana kita mengukur keberhasilan dalam pendidikan yang kita lakukan adalah sesuai yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir menafsirkan 2 ayat terakhir bahwa keberhasilan pendidikan adalah apabila melahirkan sebuah generasi yang berilmu dan beramal shaleh karena 2 golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut yaitu orag yang dimurkai adalah mereka yang mengetahui ilmu namun tidak mengamalkan, dan golongan orang yang sesat adalah mereka yang beramal tanpa ilmu. Sedangkan orang yang diberi nikmat adalah orang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya.


10. Pelajaran selanjutnya dari surah Al-Fatihah tentang pendidikan yang seharusnya kita jalankan adalah pendidikan melalui sejarah karena sepertiga isi Al-Quran adalah sejarah. Dan dengan sejarah maka kita akan mengetahui pola pendidikan dan keteladanan. Hal ini diambil dari ayat ke 6 dan ke 7.


Wallahu ta'ala a'lam.


Semoga bermanfaat dan menjadi bekal dalam mendidik anak-anak kita.

20 Januari 2021

Suatu hari dua tahun yang lalu, saya dan istri menemani adik perempuan saya yang sedang menderita penyakit berat. Saat itu sudah berjalan tiga bulan, dimana kondisi fisik dan psikisnya menurun secara drastis.


Seperti hari-hari sebelumnya, saya "kebagian tugas" mijetin badannya sambil bercerita lucu. Membuat dia tertawa menjadi kebahagiaan tersendiri buat kami yang melihat langsung bagaimana dia menahan rasa sakitnya.


Tapi entah bagaimana mulanya, saya dan adik saya memulai perbincangan serius dengan saling meminta maaf. Dia meminta maaf karena merasa sudah mengganggu waktu saya.

Sebaliknya, saya juga meminta maaf karena sudah jadi dulur yang lumayan sering bikin dia gregetan. Sebuah pengakuan yang selama ini sulit saya ungkapkan.


Sejak saat itu hati saya plong. Terasa sekali ada beban yang terlepas di hati saya. Begitu pun dengan dia.

Meski sungkan untuk menelpon langsung, tapi dia sering tanya ke ibu saya atau ke suaminya saat saya absen menjenguk.


Selasa malam di awal Desember, adik saya tiba-tiba meracau dan mamong. Setelah dibawa ke rumah sakit, kondisinya makin ngedrop hingga kritis sampai dua hari berikutnya. Dan selama itu pula saya menemaninya. Tapi tidak bercerita lucu lagi. Cuma bisa talqin dan baca Qur'an di sampingnya.


Jumat siang saya pamit ke ibu saya dan suaminya untuk pulang, mandi dan istirahat sebentar. Lantas sorenya saya dikabari lewat telpon kalau adik saya akhirnya pulang.


Beberapa hari kemudian ibu saya cerita, di jumat siang itu ternyata adik saya sempat melek, sadar dan memanggil dua nama, sebelum kembali kritis dan akhirnya meninggal.

Mudah ditebak, dua nama itu kalau nggak ibu saya dan suaminya, atau kedua anak perempuannya.


Tebakan saya salah. Ternyata yang dipanggil adalah...saya dan adik saya satunya lagi. Kami memang tiga bersaudara.

Dia masih ingat saudaranya sebelum pulang.


Maaf, saya tidak bermaksud melow. Bukan kebetulan kalau secara tanggal hijriyah, dua tahun meninggalnya adik saya bertepatan dengan acara mabit kemarin.

Ini yang membuat saya akhirnya teringat banyak hal.


Pernahkah jenengan melihat sebuah komunitas, entah motor, mobil, fansclub bola, atau apapun? 

Berangkat dari kesamaan hobi, mereka berkomunitas, menemukan kebahagiaan dan akhirnya merasa seperti keluarga.


Atau seperti saat saya tinggal di sebuah perumahan di Tegal Besar. Berangkat dari kesamaan tempat tinggal, merasa nyaman, lantas para tetangga yang berada di satu RT tersebut membentuk grup WA, yang deskripsi grupnya adalah "kita semua saudara."


Kira-kira itu yang kami rasakan di Kuttab.

Berangkat dari kesamaan tempat sekolah anak...berangkat dari harapan yang sama terhadap adab & keimanan anak...kami pun pelan-pelan masuk ke dalam komunitas keluarga besar KAF Jember ini.


Dan masya Allah...tidak hanya mengenal banyak nama dan rumahnya, namun banyak hal baik yang kami dapat dari mereka. Hal baik yang perlahan merubah perilaku kami.

Perlahan memang. Kami belum berubah total. Tapi saya tetap bersyukur. Karena setau saya, hanya ksatria baja hitam yang bisa berubah seketika. 🤦‍♂️


Kami mulai nyaman dan menemukan kebahagiaan.

Kami merasa Kuttab seperti sebuah keluarga.

Kami merasa semua wali santri seperti saudara.


Dan sebagai saudara...pada kesempatan ini kami mohon izin untuk meminta maaf kepada jenengan semua.

Tak perlu kaget dan bertanya, "Pak Buyung kenapa?"


Meski dalam hal ilmu, kami kalah jauh dengan para ustadz/ah di Kuttab, namun dalam hal seringnya bertemu dengan para wali santri, kami ada di urutan kedua...di bawah ustadzah Ina, sang Admin Kuttab, tentunya. 😬


Seringnya bertemu dengan "saudara-saudara" kami ini yang justru berpotensi menggoreskan luka di hati. Bisa karena salah ucap, perilaku, gestur tubuh & mimik wajah yang tidak menyenangkan, janji yang meleset, atau bahkan karena tulisan.


Yang lebih kami khawatirkan lagi adalah saat yang kami lakukan sudah kami anggap baik dan benar, namun ternyata salah di hati jenengan. Kami tak sadar telah meninggalkan luka.


Dan sebaliknya, saat hati kami yang terluka, insya Allah kami berusaha memaafkan. Karena dari pengalaman kami menyimpan kekesalan, hanya menghasilkan ghibah dan hasad.

Sudah uring-uringan nggak jelas, pahala kami hangus pula! 😰


Itulah kenapa kami meminta maaf. Tidak ada maksud lain. Agar hati ini plong. Dan agar kekesalan itu tidak tersimpan lebih dari tiga hari. Tidak menunggu awal Ramadhan atau pas lebaran untuk meminta maaf.


Kami berusaha tulus dan lapang dada dalam meminta maaf dan memaafkan. 

Bukan sekedar maaf lalu menjauh dan tak ingin bertemu lagi.

Bukan sekedar maaf tapi aras-arasen untuk berbincang lagi.

Agar kita bisa terus berkumpul. Bisa terus berbagi ilmu dan nasehat. Saling bercerita lucu, dan bertanya kabar saat lama absen tak bertemu.


Sekali lagi, maafkan kami, saudaraku. Tetaplah nasehati kami saat salah. Kalaupun saat itu saya terlihat kesal, yaaa...manusiawi lah. Insya Allah besok normal lagi, kok.


Dan terakhir...saya juga bersyukur pernah sholat bersama jenengan.


Saya pernah sholat bersama wali santri dan keluarganya, di rumahnya di daerah talangsari, saat saya kelilingan antar barang, kehujanan, dan mampir ke rumahnya untuk pinjam pakaian.

Saya juga pernah sholat di Masjid/Musholla, yang ternyata imamnya adalah wali santri : di perumahan taman kampus, perumahan griya taman asri, dan Masjid Al-Muttaqin.

Puncaknya adalah ketika bisa sholat qiyamul lail bersama saat mabit.



Lantas apa istimewanya? Bukankah sholat berjamaah bisa dengan siapa saja dimana saja?


Kita tidak pernah tahu bagaimana nasib kita di akhirat kelak. Bila nanti ternyata jenengan tidak menemukan kami di Surga, kami berharap jenengan mau menanyakan keberadaan kami kepada Allah, nggeh...


Saya teringat dengan tulisan seorang dokter di muslimafiyah[dot]com, yang mengutip hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam :


...Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat.


Mereka memohon: "Wahai Tuhan kami, mereka itu pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.


Dijawab (oleh Allah): ”Keluarkan orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka...


Kami berharap saat itu ada wali santri yang memanggil dua nama ini : pak buyung dan bu martin.

Semoga saat itu jenengan masih ingat kami...sebelum pulang ke Surga.


Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa 'adzaabannaar.

"Ya Allah, berikanlah kami keluarga besar KAF Jember kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat. Dan lindungilah kami semua dari siksa neraka."


Saudaramu...

se-Kuttab, se-Surga (aamiin)

Ayah & Bundanya Emil KA3C.

Meski dibarengi hujan yang cukup deras, sabtu siang itu saya berangkat ke rumah pak Susilo, yang menjadi titik kumpul rombongan Mabit Qowamah (Maqom). Sampai di sana, sudah banyak peserta lain yang tiba lebih dulu.



Saat bersalaman, saya lihat ada wali santri yang baru sekali ini jumpa dengan saya. Dengan penuh rasa hormat kepada beliau, kebetulan kedua wali santri ini sama-sama bertubuh gemuk. Tapi masya Allah, justru kelebihan fisik ini yang kelak jadi inspirasi kami semua di Maqom edisi ke-2 ini.


Saya pun menghampiri beliau. Yang satu bernama Pak Zayul, wali santri dari ananda Ahsan.

Salam hormat saya dan salut untuk beliau yang sudah berusaha datang, meski akhirnya tidak bisa meneruskan acara karena kondisi kurang fit. Syafakallah, pak.


Dan yang satunya adalah pak Heri, wali santri dari ananda Ibrahim.


Ba'da sholat ashar kami semua berangkat menuju lokasi di Wisata Boma, Gunung Pasang, Panti.  Setibanya di sana, satu persatu urutan acara yang sudah disusun panitia berjalan sebagaimana mestinya.


Sampai keesokan paginya, buat saya yang baru pertama kali ikut mabit, secara keseluruhan acara maqom ini sudah berjalan baik dan relatif lancar. Banyak ilmu yang didapat dari para pengisi materi, baik di sesi sharing maupun sesi kajian. Sesama peserta pun saling bercengkrama dan banyak nasehat yang terlontar. Butuh satu tulisan tersendiri untuk merangkum semua itu.


Tapi entah kenapa, di tengah keakraban yang terjalin, saya merasa masih belum dapat momen yang menyatukan hati seluruh peserta.

"Mungkin perasaan saya aja, kali", batin saya.


Setelah sarapan, kami pun berkemas untuk acara terakhir: berjalan menuju air terjun Tancak.


Sebelum berangkat naik, di parkiran saya melihat ada tulisan :

"aku selalu menunggu (yang katanya) indah pada waktunya".

Lantaran iseng, saya pun meminta pak Hadi untuk memotret saya dengan tulisan tersebut, yang terdengar indah namun menimbulkan tanya,

"apa pentingnya nulis ginian di tempat wisata?" 🤦‍♂️😓


Perjalanan menyusuri jalan tanah bebatuan, berliku & mendaki pun dimulai. Tidak ada pembagian kelompok. Semua berjalan bersama.

Saat start, saya berjalan bersampingan dengan pak Heri. Saya isi perjalanan dengan bincang dan tawa bersama peserta lain.

Namun berjalan waktu, bincang dan tawa itu pun semakin berkurang, seiring ngos-ngosan dan keringat yang semakin bertambah.

Kawan bersampingan saya pun silih berganti. Baik karena langkah mereka lebih cepat dari saya ataupun sebaliknya.


Di tengah perjalanan saya sempat bertanya kepada warga yang sedang ngarit rumput, 

"air terjun masih jauh, pak?"

"kira-kira 1,5 km, mas".

Meski dapat jawaban, saya masih kurang yakin dengan bapak ini, apakah kilometer yang dia gunakan sama dengan standar ukuran internasional, lantaran saya merasa nggak nyampe-nyampe. 🤦‍♂️


Sampai akhirnya di depan jalan menanjak nan curam, saya yang berjalan bertiga, bertemu dengan dua peserta lain yang berkeinginan untuk tidak melanjutkan perjalanan.

Saya yang sudah capek, mulai patah semangat & tergoda untuk ikut balik arah, meskipun suara deras air terjun sudah terdengar.

"daritadi jalannya nanjak tapi masih landai, itu aja udah bikin ngos-ngosan, lah ini curam, dan nggak tau seberapa jauh lagi!" pikir saya.


Di tengah kegalauan, seorang warga yang berjalan melewati kami, meyakinkan kami berlima kalau di balik jalan curam ini sudah masuk lokasi air terjunnya.


Kami pun akhirnya memaksakan diri naik. Dan benar... waterfall!! 

A L H A M D U L I L L A H


Saya segera bergabung dengan rombongan pertama yang sudah daritadi mandi air terjun duluan.

Puncaknya adalah ketika rombongan terakhir tiba. Dan...pak Heri turut serta di dalamnya!

Beliau disambut meriah. Tulus dari hati, kami salut melihat beliau berhasil sampai. Dan memang, akhirnya seluruh peserta berhasil sampai.

Pak Heri mengatakan pada saya kalau sepanjang jalan tadi banyak dibantu teman-teman. Tak lama beliau pun ikut nyebur, dan kami menemaninya sambil ber-"brig brig-gade gade"! ✊😀


Kami diliputi euforia. Meski wajah terlihat lelah, tapi rona bahagia tidak bisa disembunyikan. 

Semua berbasah-basahan di bawah air terjun di samping pelangi.

Kalau dalam dongeng jaka tarub yang mandi adalah bidadari, namun siang itu di Tancak justru "jaka tarub" dan teman-temannya yang asyik mandi. 🤦‍♂️


Siapa sangka momen happening itu terjadi di lokasi dengan ketinggian 985 meter dpl (diatas permukaan laut), yang mana semua peserta harus bersusah payah dulu mendaki.

Dan siapa sangka momen yang menyatukan hati seluruh peserta maqom kali ini adalah kehadiran pak Heri.


Sebelum turun pulang, kami sempatkan minum minuman hangat di warung satu-satunya di lokasi itu. Pemiliknya adalah bapak yang tadi meyakinkan saya di jalan tanjakan curam sebelum lokasi air terjun.


Dan...satu persatu hikmah pun bermunculan di hati dan pikiran saya...


- Kelelahan berjalan menanjak, meski tergolong landai, membuat saya merasa nggak nyampe-nyampe, dan patah semangat saat bertemu jalan yang curam. Akhirnya hilang keyakinan saya kalau di balik jalan curam tersebut air terjun sudah dekat, meski suara derasnya sudah terdengar.


Ini seperti gambaran jujur, bagaimana kurang sabarnya saya menghadapi ujian hidup dan masalah sehari-hari. Membuat saya patah semangat dan memilih menghindar saat bertemu masalah besar. 

Hilang keyakinan saya bahwa di balik kesulitan ada kemudahan. di balik kesulitan ada kemudahan. (maaf saya ketik dua kali).


"kalau ujian yang dihadapi terasa mulai banyak dan bertubi-tubi, itu tanda solusi (dari Allah) udah deket, pak buyung", nasehat ust. Gilig beberapa bulan lalu.

"iya ustadz, semoga", jawab saya.

"bukan semoga, tapi pasti!" balas beliau mantab, yang masih terngiang di telinga saya sampai hari ini.


Iya, keyakinan saya terhadap pertolongan Allah masih lemah. Berusaha keras tapi minim tawakkal, hanya menghasilkan lelah, tanpa petunjuk arah, dan akhirnya malah menghentikan langkah.

Meminjam istilahnya ust. Wiwit : saya harus me- muroja'ah lagi keyakinan saya. Karena masalah besar hanya diberikan kepada orang besar.


Sekarang saya paham maksud beliau berdua.


- Bapak pengarit rumput dan pemilik warung itu pun mengingatkan saya, bahwa sekeras apapun usaha saya mencapai air terjun, saya tetap butuh warga setempat yang paham daerah situ, untuk menunjukkan arah, dan untuk meyakinkan saya disaat lelah, kalau lokasi yang dituju sudah dekat.


Sekeras apapun usaha saya menyelesaikan masalah, saya tetap butuh para ahli ilmu, yang paham tuntunan solusi dari Sang Pemilik Ujian. 

Untuk mengarahkan langkah saya, dan untuk meyakinkan saya disaat hati lelah kehilangan harapan.


- Kisah pak Heri juga mengingatkan saya pentingnya kawan bersampingan & pentingnya saling membantu. 

Meski sama-sama lelah, ternyata saling membantu bisa saling menguatkan. 

Dan saling membantu itu membahagiakan satu sama lain.

Terbukti, momen happening tadi terjadi, justru saat kami semua melihat beliau berhasil sampai.


Itulah mengapa, bagaimanapun kondisinya, kita dianjurkan untuk bersama, berkumpul dan berkomunitas, khususnya dengan orang-orang sholeh.

Tidak lupa untuk mengambil peran dalam setiap kebaikan. Apapun kebaikannya.


Saya, dan mungkin juga jenengan... yang hari ini sedang menjalani hidup yang penuh bebatuan, berliku & mendaki... Saya percaya di balik lelah kita, Allah sedang siapkan tempat yang tinggi dan indah.

Asal bersabar, ikuti petunjukNya, dan yakin dengan pertolonganNya.


Dan saya selalu menunggu (yang pasti) indah pada waktunya.


Yaa hayyu yaa qoyyuum birohmatika astaghiits, ashlih lii sya'nii kullahu wa laa takilnii ila nafsii thorfata 'aiin.


Buyung Eko.

Peserta Maqom 2, bersama 29 ayah masya Allah lainnya.

Beberapa waktu lalu saya pindahan rumah. Atau lebih tepatnya: pulang kembali ke rumah sendiri. Karena rumah yang saya tempati selama 11 bulan terakhir di daerah Tegal Besar adalah rumah milik salah satu wali santri yang sudah berbaik hati mempersilahkan saya untuk menempatinya.

Jazakallah khair, barakallah fiikum. Semoga Allah memudahkan segala urusan jenengan, pak...🙏



Meski saat pindahan, harus diangkut dengan pick up 2 kali jalan (2 rit), tapi ternyata masih ada barang yang belum terangkut. Dan karena sisa barang tersebut tidak besar dan tidak banyak, maka saya putuskan untuk mengangkutnya dengan motor menggunakan tobos (tas sales).


Dua hari setelah pindahan, saya kembali ke rumah itu, lengkap dengan tobos untuk menuntaskan yang tersisa. Saat membuka pagar lalu masuk ke teras, saya pun dilanda baper. Saya memandangi tiap ruangan dan sudut rumah, sambil teringat kembali rutinitas yang biasa kami lakukan disana.


Saya pernah membaca artikel di rumaysho[dot]com, bahwa kelak di akhirat, bumi akan jadi saksi atas amalan kita. Dimanapun kita hidup, baik sekedar lewat, singgah, maupun menetap, bumi akan bersaksi apa saja yang pernah kita perbuat.


Itu artinya, rumah tegal besar yang pernah saya tempati itu tidak hanya sekedar jadi kenangan. Bumi di atas rumah itu berdiri kelak akan memberi saksi atas kelakuan saya selama tinggal disana.


Saya pun membayangkannya...

"ya Allah, buyung pernah memijat kaki istrinya di teras ini.."

Mungkin itu jadi berita baik di tengah ketakutan saya saat itu.

"...tapi mijitnya sambil ghibahin orang, ya Allah!"

Duh 🤦‍♂️...gak mungkin bisa mengelak saya saat itu. 😰


Beberapa hari kemudian (sabtu kemarin), tiba waktunya Kajian Orang Tua Santri (KOTS) yang diadakan kembali di Kedai Sholeh Juara. Kajian dibuat dua sesi, yaitu "khusus ayah" di pagi hari dan "khusus bunda" di siang harinya.


Dan...untuk pertama kalinya Bazaf gelar jualan di KOTS.

Buat kami, urusan hasil/omzet saat berjualan di kajian itu prioritas nomer sekian (tepatnya nomer dua sih 🤭)... karena nomer satunya adalah semoga apa yang kami lakukan selama KOTS kemarin tercatat sebagai amal baik dan diterima Allah Subhanahu Wa Ta'ala.


Melakukan tiga hal sekaligus: kajian, jualan dan beramah tamah dengan wali santri lain, membuat saya teringat dengan salah satu doa di rangkaian dzikir pagi,

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima."


Berjualan di momen kajian ditambah berkumpulnya para bunda di satu sesi yang terpisah dari ayah, tentu menghadirkan banyak cerita. Ditambah Istri yang selalu minta saya temani karena tidak bisa handle sendiri, (kecuali saat kajian berlangsung, sholat, dll) membuat saya lebih banyak ngumpul dengan para bunda dibanding dengan sesama ayah. 🤦‍♂️


Dan meski sudah berusaha jaga jarak, tapi masih tidak jauh-jauh dari kerumunan "emak-emak sholehah amazing" ini, kadang nggak tahan juga ikut nimbrung saat mereka bercanda.

Salah satunya saat istri saya menyerahkan salad ke salah seorang wali santri,

"mbak, mau bojo sampean tuku salad, iki jarene gae sampean"

Yang langsung disambut ciyee ciyee dari bunda lain di situ.


Saya pun nimpali, "beeuuh, suami qowwamah langsung praktekin ilmunya, rek"

Yang disambut senyum "sesejuk malam" dari sang bunda bersangkutan.


Malamnya pikiran saya menerawang. Saya pun kembali dilanda baper.

Teringat lagi dengan tiap sudut Kedai. Teringat lagi dengan rutinitas kajian yang biasa dilakukan disana. Teringat lagi dengan hal-hal baik yang ditunjukkan para wali santri sepanjang KOTS tadi. Teringat lagi dengan rumah Tegal Besar. Dan akhirnya teringat lagi dengan artikel yang pernah saya baca.


- Untuk bunda, yang saya lihat memasukkan uang infaq ke dalam kencleng dibalik kerudungnya...


Juga untuk bunda, yang menggratiskan produknya untuk oleh-oleh para tamu, meski dari panitia ada budget nya...


Tahukah anda, bumi di atas Kedai Sholeh berdiri, tempat dimana anda tadi berinfaq, dan tempat anda tadi berbisik-bisik dengan istri saya untuk menggratiskan produknya, kelak akan bersaksi atas keikhlasan anda?


- Untuk ayah, yang dua kali bolak balik Wuluhan-Jember demi membagi waktunya dengan jadwal lain...


Juga untuk bunda, yang datang ke kajian Ummahat di hari Jum'at, bersepeda motor dari Wuluhan, padahal tidak sewajib KOTS dan bisa live streaming...

Tahukah anda, bahwa istri saya terinspirasi oleh anda, wahai supermom's!


Dan tahukah anda, jalan sepanjang 30 km yang anda lalui dari rumah sampai Kedai Sholeh, kelak akan bersaksi atas semangat anda, wahai ayah bunda?


- Untuk ayah bunda yang datang ke KOTS, yang mau ikut lelah ambil bagian di acara ini, yang menyempatkan berbincang dengan sesama wali santri, yang menyempatkan membeli produk-produknya wali santri, yang kesemuanya ini demi ukhuwah...


Juga untuk ayah bunda yang datang ke KOTS, juga datang ke kajian Ummahat tiap Jum'at, dan juga datang ke Majelis Siroh tiap Ahad...


Tahukah anda, bumi di atas Kedai Sholeh berdiri, tempat dimana anda duduk menerima ilmu dan  berukhuwah, kelak akan bersaksi untuk anda, yang insya Allah memudahkan jalan anda ke SurgaNya?


- Untuk ayah bunda...pemilik Kedai Sholeh Juara...🥺 saya tidak tahu harus menulis apa.


Jazakumullah khair, barakallah fiikum.

Semoga Allah memudahkan segala urusan jenengan, pak... 🙏


Buyung Eko.

Wali santri, yang menulis di atas bumi Rambipuji.

Pernahkah ayah bunda membaca tulisan "dialog iman" yang ditulis & diposting oleh ustadz ustadzah di grup posku?

Insya Allah pernah ya.


Gambar dari https://parenting.dream.co.id/


Tulisan jujur dari ustadz ustadzah tersebut adalah hasil dialog langsung beliau-beliau dengan santri yang bersangkutan.


Jika kita yang membacanya saja sudah senang terharu, meski santri yang sedang diceritakan adalah bukan anak kita, apalagi dengan ustadz ustadzah yang berdialog langsung dengan santri tersebut. 


Melihat langsung anak didiknya tumbuh dalam keimanan, baik perbuatan maupun perkataan, adalah sebuah pencapaian, yang diistilahkan dengan "prestasi tak kasat mata".


Saya...yang bukan guru/ustadz...yang di Kuttab urusannya hanya seputar jualan, sebenarnya juga banyak menemukan dialog iman. Sama dengan para ustadz ustadzah di Kuttab, dialog tersebut saya dapat langsung dari santri yang bersangkutan.


Seringnya mengantar barang pesanan ke rumah ustadz/ah & wali santri membuat saya punya banyak kesempatan bertemu dengan para santri. Meskipun urusan saya dengan orangtuanya, -itupun hanya sebentar-, tapi tak jarang saya mendapat momen keimanan sang anak yang terjadi spontanitas.


Tapi ya begitu... Kadang ketika sudah sampai rumah, momen-momen yang saya dapatkan tadi tidak sempat tersimpan rapi dalam tulisan. Entah karena lelah, atau karena bantu istri ngurus si kecil. Akhirnya sebagian momen tersebut hilang terlupa lantaran kemampuan memory internal kepala saya menyusut dari 128 GB di masa muda, sekarang tinggal 500 MB saja. 🤦‍♂️


Di kesempatan ini, saya mohon izin untuk menuliskan kembali sebagian momen-momen tersebut yang masih teringat.

Hanya saja, berbeda dengan ustadz ustadzah yang tidak menyebutkan nama santri saat menuliskannya di grup posku, -tentu dengan berbagai pertimbangannya-, kali ini saya terang-terangan menyebut nama santri-santri tersebut.


Dan satu lagi... Ketahuilah ayah bunda semua, saya tidak berkecil hati ketika anak saya sendiri belum terlihat perilaku keimanannya saat bersama saya.

momen-momen seperti ini saya ceritakan kembali justru sebagai mood booster saya untuk lebih menaruh perhatian lagi dalam mendidik anak.

Momen-momen ini juga yang bisa mengembangkan senyum di wajah saya, yang paginya masih wajah nivea namun siangnya jadi wajah "nave-ya" (kenape ya?) karena bercampurnya keringat dengan partikel debu. 🙋🏿‍♂️

Dan momen-momen ini pula yang buat saya mencintai Bazaf, meskipun mengelolanya dan menumbuh kembangkannya tidak semudah itu, ferguso...


- Saya pernah ke rumah Bianca (qonuni 1), karena bundanya adalah salah satu supplier Bazaf. Sambil nunggu barang pesanan saya diambilkan, saya menemukan kardus bekas kurma yang ada tulisan si ananda.

Isinya? Dia menulis nama, alamat dan nama orangtuanya, lengkap dengan cita-citanya. 

Apa cita-citanya? Dokter penghafal Qur'an!

Saya tersenyum dan memakai kardus itu buat kipas-kipas, lalu berbisik menatap ke langit, "kabulkanlah ya Allah..."


- Saya pernah titip barang untuk bundanya Alifah di rumah ust. Weta. Saat itu bertepatan dengan jam pulang santri. Setelah para santri qonuni akhwat ber-salam-an dengan ust. Weta, lantas sang ustadzah menyuruh anak-anak didiknya tersebut untuk mengucapkan salam juga kepada saya. 

Salah satunya Sabrina.


Dengan kedua telapak tangannya yang saling menempel 🙏🏽 dan wajah yang malu-malu dia menyapa,

 "assalamu'alaikum pak buyung, bagaimana kabarnya hari ini? Semoga pak buyung dirahmati Allah"

Saya lupa kalimat persisnya. Tapi kira-kira begitu. 


Saya tersenyum sumringah melihat keberaniannya dan doa yang diucapkannya... dan spontan saya pun menjawab, "wa'alaikusalam, alhamdulillah, trima kasih ya, sayang".


Tapi segera saya ralat, "trima kasih ya nak".


Saya sampai lupa, kalau dia bukan anak saya. 🤦‍♂️


- Saya pernah mengantar pesanan bundanya Faqih (qonuni). Saat itu bertepatan dengan waktu sholat isya. Saya pun sholat di musholla dekat rumahnya. Saya dapati Faqih disitu, bahkan ayahnya yang jadi imam.


Setelah salam, saya clingak clinguk lihat Faqih sudah tidak ada, saya langsung berdiri untuk menyusul dia ke rumahnya.

Ternyata sang anak sedang sholat ba'diyah di belakang dekat pintu musholla.


Saya tersenyum. Kali ini senyum malu.

Seolah diingatkan... untuk tidak melupakan sunnah meski lagi sibuk urusan dunia.


- Dan momen terakhir, di Masjid Al-Ikhwan.

Saya datang untuk menemui Nizar. Sambil menunggu di luar masjid untuk mengambil barang titipan bundanya, saya lihat ada dua anak Kuttab Awal berlarian ke arah pintu dekat saya duduk, lalu menyapa saya, "ayahnya emiiiill"


Hehehe, kebahagiaan tersendiri bukan, bisa dikenal anak-anak santri?

Saya pun berdiri untuk menyapa mereka.


"Siapa namamu?

Kalau nggak salah dia menjawab Kio. Lalu saya tanya nama lengkapnya. Dia menjawab, tapi lagi-lagi, saya gagal mengingatnya. 🤦‍♂️


Ganti ke santri satunya, dan dia ini yang memanggil nama saya tadi.

"Siapa namamu?"

"Ahza"

"Nama lengkap mu?"

"Ahza Khaizuran Rabbani, Lc, MA"

Dia menjawab dengan jelas, tegas, tanpa ragu-ragu.


Ada yang belum mengerti dengan jawaban santri ini?

Dia menyebutkan namanya lengkap dengan gelar di belakangnya!


Saya menjawab "masya Allah" berkali-kali sambil kembali duduk.

Tak lama kemudian ayahnya datang, dan sempat berbincang dengan saya, lalu beliau pamit duluan.


Sambil memandang ayah-anak sholeh tersebut berjalan pulang, wajah "nave-ya" saya kembali tersenyum sambil bergumam dalam hati,

"ya Allah, tambahkan gelar DR di depan nama anak itu, kelak..."


Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a'yuniw waj 'alnaa lil muttaqiina imaamaa.


Buyung Eko.

Wali santri DR. Emil Saleh Pramudya, Lc, MA (aamiin)

Suatu ketika kunci motor ustadz pernah kesingsal nak, dan ustadz sudah berusaha mencari kemana2. Didalam kantong baju, jaket, celana hasilnya nihil.


Tempat biasa menaruh juga tak terlihat ada.

Akhirnya sempat menggeser putranya yg sedang tidur mungkin saja tertindih dibawah atau terdampar disekitar kasur. Namun hasilnyanpun nihil.




Upaya terakhir ustadz berusaha menenangkan diri, beristighfar sambil dalam hati meminta agar Allah memberi petunjuk.


lalu beberapa saat muncul terlintas dikepala ustadz ingatan tentang menyantolkan kunci di paku atau sebuah cantolan yg entah dimana letaknya.


Akhirnya ustadz kembali menyisir seluruh sudut rumah yg terdapat cantolan. dan ternyata yg dicari dari tadi benar benar tidak kemana-mana persis ada disebuah cantolan paku seperti tergambar di benak saat terlintas seusai membaca istighfar dan mohon petunjuk Allah.


Andai saja ustadz baca istighfar dan mohon pertolongannya dari awal tentu ustadz tidak perlu capek muter-muter mencari kemana-mana.


Nak, ternyata untuk urusan sekecil apapapun kita boleh meminta tolong pada Allah.


Betapa baiknya Allah ya. sementara itu betapa lalai dan sombongnya kita jika kita tak mau memohon padaNya.


#berbagiKisahPenggemburIman

07 Januari 2021

"Ustadzah, ukhti Syakila masih sakit ya" 🥺



"Kami kangen ukhti Syakila, ustadzah"


"Subhanallah.. Iya nak, mbak Syakila sedang merasakan salah satu nikmat dari Allah.."


"Lho kok nikmat ustadzah? Kan sakit itu ndak enak


"Ketika kita bersabar atas rasa sakit yang kita alami maka Allah akan memberikan kita hadiah istimewa..

Ditinggikan derajatnya, diberikan pahala dan digugurkan dosa-dosa kita"



Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim

💦💦💦💦💦💦💦


"MasyaAllah, ya Ustadzah, Allah tuh baik banget sama kita semua, Allah sayang banget ya ustadzah sama keluarga ukhti Syakila.. Ukhti Syakila dapat kado istimewa.


"Betul sekali nak, Allah sangat sayang kepada kita semua, terlebih orang yang beriman. Kemarin ustadzah bertemu mbak Sabrina dan dengan tegar mbak Sabrina menyampaikan bahwa "Allah sedang kangen dengan do'a ana ustadzah, Allah memberi kesempatan agar ana lebih semangat lagi beramal sholeh, titip salam untuk semua ustadz ustadzah dan adek-adek nggih ustadzah, mohon do'a untuk keluarga ana."


Betul nak, 

Semua ketetapan Allah adalah yang terbaik untuk kita, kesenangan ataupun kesedihan adalah nikmat dari Allah, selama itu membuat kita semakin dekat dengan Allah..


Dan sebaliknya jika kita mendapatkan kesenangan namun justru membuat kita jauh dari Allah maka itu bukan kenikmatan yang sesungguhnya. 


💦💦💦💦💦💦💦


"Ustadzah, rasanya ana ikut merasakan sakitnya ukhti Syakila, sedih sekali ketika mendengar kabar ukhti Syakila waktu itu."


Ana juga kaget, sampai malas makan dan badan rasanya tidak enak


Lagi-lagi.. Diri ini hanya mampu berucap MasyaAllah dan MasyaAllah .. Semoga Allah senantiasa menjaga benih-benih mulia dalam diri mereka, ketulusan hati yang terpancar dalam lisan mereka.. 


“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)



Sekarang kita do'akan untuk mbak Syakila sekeluarga ya nak,

Semoga Allah lekas memberikan kesehatan yang sempurna, yang tidak meninggalkan penyakit lagi.


Bisa kembali bermajelis ilmu bersama kita lagi, serta dilimpahkan kado-kado istimewa dari Allah.. atas syukur dan kesabaran yang dijalani.. 


Aamiin ya Rabb.. 


#catataniman

#qonuni1akhwat

 Belajar Matematika karena....


Pandangan mata ini terhenti pada 

jawaban dari soal Matematika Ujian Akhir Semester  Ganjil kemarin, 


pertanyaan poin C, nomor 1.


Apakah tujuan kita belajar ilmu matematika?


Ananda menjawab, 

karna ana ingin bisa berdakwah

 


📝


Membuka lembar jawaban milik santri lainnya lagi, 

pertanyaan yang sama, 

 Apakah tujuan kita belajar ilmu matematika?


jawaban ananda,

Agar bisa menghitung, agar bisa berjuang di jalan Allah, agar bisa berjihad di jalan Allah


Jazaakumullahu khoiron nak

telah mengingatkan pada kami bahwa hakikat semua ilmu, adalah dari Allah, untuk tujuan mencari Ridho Allah, untuk berjuang di jalan Allah, untuk mengajak taat kepada Allah..


Berdakwah menyeru kepada syariat Allah. 


Semakin menuntut ilmu, semakin tawadhu'.. Tunduk pada segala perintah-Nya. Takut untuk bermaksiat pada-Nya.


Sebagaimana pesan Ibunda Tsufyan Ats Tsauri, 

"Nak ketika engkau telah mempelajari satu bab ilmu, maka perhatikanlah apakah engkau bertambah takut (untuk bermaksiat) kepada Allah? Jika tidak, maka ilmu itu tidak bermanfaat untukmu."


#catatanjawabanuasganjil

#qonuni1&2Akhwat

02 Januari 2021

Saya masuk SMP tahun 1991, ketika presiden kita masih bapak Soeharto Rohimahullah, dan pecahan uang terbesar masih Rp 10.000.

Meski masa itu sudah berlalu tiga dekade, tapi cukup banyak pernak pernik generasi 90'an yang saya masih ingat sampai sekarang.

Salah satunya adalah buku diary.



Mungkin sama dengan remaja 90'an lainnya di Jember, saya yang saat itu bersekolah di Jakarta Timur sempat merasakan trend yang satu ini. 

Si pemilik buku diary akan memberikan bukunya ke teman-teman satu kelas, dan meminta mereka menulis apa saja.


Isi tulisannya bermacam-macam, tergantung yang menulis. Ada yang tulisannya agamis banget, ada kata-kata mutiara, lirik lagu, puisi, lucu-lucuan, sampai ada juga yang numpang curhat.


Agar terlihat gaul, tidak lupa tulisannya menggunakan kata/kalimat yang sedang nge-trend saat itu : kesian deh loe, oke deh kakak atau au ah gelap. 

Dan yang cukup aneh adalah gaya tulisan model begini : agakugu cigintaga kagamugu. 🤦‍♂️


Karena diary ini ditulisnya bergantian, berpindah dari satu anak ke anak lainnya, membuat kita bisa melihat dan membaca tulisan anak lain. Dari situ muncullah komentar, gosip sampai nyinyir.

Kalau diperhatikan, yaa...mirip-mirip facebook atau jejaring sosial lainnya saat ini lah. 


Saya sendiri belum pernah beli buku diary model begini. Tapi entah sudah berapa banyak tulisan saya yang mengisi buku diary teman-teman.

Saya membayangkan saat ini mereka membuka lagi buku diary mereka setelah 30 tahun, setidaknya mereka jadi ingat pernah punya teman bernama buyung. 

Dan meski mereka tidak punya foto/kontak saya saat ini, mereka masih bisa membayangkan, "tulisan si buyung ini keliatan ya kalau dulu anaknya culun". 🤦‍♂️


Sekitar akhir Juli lalu setelah berdiskusi dengan ust. Wiwit, pak Amri dan pak Yusuf,  saya diberi kesempatan untuk lebih menghidupkan Grup WA Bazaf ini dengan membuat tulisan. Dan alhamdulillah, tulisan yang sedang jenengan baca saat ini sudah yang ke-10.


Bukan. Ini bukan masalah jumlah. Sedikit atau banyak itu relatif. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah content nya sudah baik dan benar? apakah tulisan saya bisa memberi manfaat? Dan lagi-lagi...ini pun relatif. Mungkin jenengan yang lebih bisa menilai.


Ketika ust. Gilig memasukkan tulisan saya ke mediaalfatih.blogspot.com, terus terang saya merasa nggak PeDe. tulisan para ustadz ustadzah disana jauh lebih baik dari saya.


Tapi saya teringat lagi dengan buku diary tadi. Saya yang tidak punya diary, foto & kontak teman-teman SMP sama sekali, seperti blank kehilangan jejak masa lalu. Ditambah lagi saya sudah tidak bermain medsos lagi. Seolah-olah setelah SD saya langsung SMA. 🤦‍♂️


Itulah kenapa saya masih menyempatkan menulis, meski tulisan saya yaa pancet ngunu ae. Tapi saya berharap ini akan jadi jejak digital, yang bisa menjadi pengingat untuk semua.


Pengingat? Untuk apa?


Yaa...yang pasti pengingat untuk saya sendiri. Apa gunanya saya menulis & memposting kebaikan, kalau saya sendiri tidak melakukannya?


Dan jauh kedepannya...saya berharap tulisan saya bisa jadi pengingat untuk "anak-anak saya"...seluruh santri KAF Jember. ☺️

Apalagi sebagian dari mereka sudah ada yang siap masuk SMP (madrasah) tahun ini.


Saya membayangkan 30 tahun dari sekarang, ketika internet masih ada, ketika blog mediaalfatih masih bisa diakses, ketika anak-anak KAF tersebut insya Allah sudah jadi "orang", lantas mereka membaca tulisan saya... setidaknya mereka tahu dan ingat, pernah ada wali santri bernama pak buyung...yang menulis sesuatu untuk mereka.


Dan ini yang ingin saya sampaikan :


Untuk anak-anakku yang membaca tulisan ini entah berapa tahun dari sekarang...


Jika kalian baca tulisan-tulisan saya yang banyak memuji orangtua kalian, percayalah nak...itu jujur dari hati. Saya tahu, orangtua kalian sudah berusaha ikhlas menyembunyikannya. Tapi maaf, saya lihat ada peluang pahala disini.


Orangtua kalian yang berbuat baik, saya yang menceritakannya lagi lewat tulisan, lantas menjadi inspirasi wali santri lain dan mereka mengikutinya, bukankah saya dapat pahala? Lumayan kan jadi makelar pahala? Hehehe.


Untuk anak-anakku yang membaca tulisan ini entah berapa tahun dari sekarang...


Coba kalian cek apakah Kedai Sholeh Juara masih ada? Jika iya, sempatkanlah main kesana, nak...


Di sana bukan sekedar tempat makan dan bersantai. Dulu orangtua kalian pernah buka puasa bersama, sholat bersama dan aktif mengaji disitu.

Coba kalian duduk di area sisi timur, dan rasakan...disitu dulu bunda, umi, mama kalian mengaji kitab Syu'abul Iman sambil menunggu kalian pulang belajar.


Untuk anak-anakku yang membaca tulisan ini entah berapa tahun dari sekarang...


Apa kabar orangtua kalian saat ini? Jika mereka masih ada, jangan pernah berhenti berbakti kepada mereka ya nak...

Berikan kecupan hangat di kening mereka saat kalian berangkat kerja. Sebagaimana yang saya lihat mereka melakukannya saat mengantar kalian ke tempat kalian belajar.


Jika orangtua kalian saat ini sudah tidak ada, jangan pernah berhenti membaca istighfar untuk mereka ya... Kunjungi teman-temannya orangtua kalian, khususnya para wali santri KAF Jember.


Asal kalian tahu ya...mereka dulu sangat cepat responnya saat mendengar ada wali santri yang sakit, melahirkan, atau anggota keluarga yang meninggal, meski dengan wali santri yang anaknya tidak sekelas dengan kalian.


Untuk anak-anakku yang membaca tulisan ini entah berapa tahun dari sekarang...


Sudah berkunjung ke rumah ustadz ustadzah kalian, nak?


Hormati guru kalian sampai kapanpun yaa...meski saat ini mungkin ilmu kalian lebih banyak dari guru-guru kalian semasa di Kuttab. Sebagaimana orangtua kalian pun dulu sangat respek kepada mereka.


Sekarang kalian paham kan, kenapa ilmu kalian berkah hingga kalian bisa sholeh dan jadi "orang" seperti sekarang?


Jagalah adab & iman yang pernah ustadz ustadzah ajarkan kepada kalian, ya...

Saya berdoa, semoga kalian semua menjadi orang yang bertaqwa dimanapun kalian berada, sampai akhir hayat kalian".


Oh, satu lagi...

"Pagak Buguyugung cigintaga kagaligiyagan segemuguwaga."


Jember, 5 Januari 2021.

Yang biasa mengantar barang pesanan orang tua kalian.


Ayahnya Emil Saleh KA3C

Mengenal Kuttab

Kuttab ialah Lembaga pendidikan anak-anak usia 5 – 12 tahun yang mulai diaplikasikan sejak bulan Juni 2012, yang kurikulumnya menitik beratkan pada Iman dan Al-Qur’an. Kurikulum yang dirumuskan dalam diskusi rutin sejak 5 tahun silam dan dijadikan modul-modul panduan dalam pembelajaran. Lembaga yang menggali kurikulumnya dari kitab-kitab para ulama berlandaskan Al-Qur’an dan Assunah. Lembaga Pendidikan yang memprioritaskan tahapan pendidikan.


Konsep kuttab bukanlah hal yang baru, hanya sudah terlalu lama sejarah peradaban ini terbenam oleh debu-debu zaman. Al-Fatih berusaha untuk mengawali membuka kembali lembaran – lembaran sejarah itu yang terlipat. Maka lahirlah di tahun 2012, bermodal keyakinan berharap kebesaran.

POSKU

Blog ini dikelola oleh Persatuan Orangtua Santri Kuttab (POSKU) Al-fatih Jember

Kontak kami

Address: Jl. Kartini 52 Jember (Depan Upnormal) | Telp: (Penanggung Jawab) 0895-362-303030 / 0822-3376-9000

Denah

Denah
Klik kanan > Open image in new tab