Kalau mendirikan sekolah, sekedar ada, daripada nggak ada, lebih baik ditutup saja. Apalagi kalau sekolahnya sudah meminjam label Islam, menerima guru-guru Muslim, maka tanggung jawabnya besar, karena Islam itu “ya’lu wa la yu’la alayhi” Lha kalau ternyata sekolah Islam tidak tampil sebagai yang terbaik di atas semua sekolahan, apalagi sampai biasa-biasa saja, maka bisa jadi umat kehilangan kepercayaan, bukan cuma kepada sekolahnya tapi kepada konsep Islamnya.
Kuttab, konsep sekolah dalam sejarah Islam, sederhana namun menekankan hal yang terpenting dalam pendidikan |
Coba bayangkan, bila di sekolah diajarkan ilmu, tapi di tingkat yang sama, ilmu tersebut sudah dicapai jauh di sekolah lain… sampai-sampai di sekolah Islam itu menjadi dikenal masyarakat sebagai tempat yang “mutu ilmunya rendah” maka apakah kita tidak disebut bertanggungjawab karena ikut berandil buruknya citra sekolah Islam? Apalagi kalau yang rendah justru masalah mentalitasnya.
Apakah sekolah Islam itu cukup hanya dengan kewajiban berjilbab, membaca Al-Qur'an, dan tambahan pelajaran agama fikih? Sedangkan kedisiplinan beribadah rendah, semangat berjuangnya loyo, apalagi sampai kemproh alias jorok. Apakah layak menyandang kebesaran Islam?
Sekolah yang seperti ini, apa mau dilanjutkan? Mending itu
tadi… ditutup saja!
Kalau tidak mau ditutup, ya harus dikejar idealismenya,
menjadi sekolah terbaik, tertinggi, dalam bidang yang memang menjadi perhatian
sekolah tersebut.
Belum muncul pertanyaan? Ya. Seharusnya Anda bertanya, caranya bagaimana?
Tentu akan panjang kalau dirinci di sini, tapi kuncinya adalah, buka lembar sejarah. Dulu sekolah-sekolah Islam telah menghasilkan ulama-ulama besar. Namanya Kuttab. Jangan terpatok pada namanya, tapi bagaimana konsepnya, itu lebih penting. Kita tinggal meniru, dan mengulangnya kembali. Ternyata, untuk itu pun butuh upaya besar. Selamat belajar!