03 Desember 2020

Nanti, ada usia tertentu dimana santri harus dilatih untuk bersikap rusyd, mampu mengatur keuangan mereka sendiri. Sebelum itu, mereka terlebih dulu dilatih gemar berbagi, cinta bersedekah, agar kelak bila Allah menganugerahkan kepada mereka kemudahan rizqi maka hal tersebut tidak menjadikan harta mereka berbahaya di tangannya.


Maka sekolah tidak menyediakan kantin. Sebagai gantinya kudapan dan makan siang santri dihimbau untuk disiapkan dari rumah, bersama orang tua. Jadi mereka membawa bekal sendiri. Tujuannya agar tidak muncul budaya “suka jajan” yang konotasinya negatif. Selain negatif dari aspek kesehatan, juga negatif dari aspek kejiwaan. 


Alhamdulillah, dengan tidak memberi uang saku, keluarga-keluarga menjadi lebih kreatif. Sebagian bunda membuat jadwal variasi kudapan. Sebelum berangkat sekolah anak-anak ada yang giat diikutkan memasak bersama bunda menyiapkan bekalnya sendiri. Santri lebih bangga dengan masakan bundanya, sehingga momen bersama keluarga sangat indah dikenang. 


Masakan bunda tentu lebih terjaga dari sisi kesehatan. Dibandingkan dengan makanan ringan buatan pabrik yang sarat dengan bahan tambahan, yang mudah merusak kesehatan. Dampak pertamanya yang seharusnya segera terdeteksi adalah anak berkurang nafsu makannya, suka pilih-pilih makanan, tidak suka sayuran. Bahkan bila sudah berlebihan, anak menjadi penuntut. Mereka mudah merengek untuk minta dibelikan setiap apa yang dilihatnya.


Kelak, di usia rusyd, (QS Al-Maidah :6) anak dididik mengelola harta untuk menguji kedewasaannya, misalnya diberikan uang saku mampukah untuk menabung, atau lebih baik lagi dengan mengembangkan harta itu dalam kebaikan.


22 November 2020


Selepas Maghrib, anak-anak membubarkan diri dari shaf berjamaah. Seorang ustadz berinisiatif memanggil dan menawarkan untuk berkisah sebagaimana dulu pernah dirindukan. Namun pemandangan langit lebih memukau. Di ufuk terlihat petir-petir jatuh berkilau. Hanya satu anak terpaku memandangi sang ustadz dengan iba, lalu memanggil teman-temannya.


“Hei, kalian tidak mau mendengarkan kisah?”


Dalam ketakjuban, teman-temannya tak mampu menghirau.


“Ya sudah, aku saja sendiri.” Lanjutnya setengah bergumam.


Anak laki-laki yang baru menginjak awal usia tamyiz ini mendekati sang ustadz, lalu duduk, siap mendengarkan layaknya berada di sebuah majelis ilmu.


Kisahnya dimulai, tentang perjalanan sang baginda Nabi, mengenang perjalanan hijrahnya mendakwahi umat ini.


Si santri tergelitik. “Yang masuk surga yang Muslim saja, ta?” logat jawa campurannya tidak bisa disembunyikan.


Jawaban sang ustadz membuatnya bertekad, “(Kalau begitu) Kalau sudah besar aku akan mengajak orang-orang masuk Islam.”


Ayah, Bunda, berbahagialah. Aminkan doanya.


Anak itu, Abad namanya.

18 November 2020

The discussion about good looking means discussing about good performance and contribution for civil society. In Islam, it relates to the role of the youth for the civilization. These youths prove their faith and be the real heroes with their contributions.


We have many heroes who set examples in terms of bravery and self-sacrifice throughout our Islamic history. These  young Muslim are inspiring.


Some of the heroes were young but influential.

Let me introduce you some of them in Islamic history, many of whom are unknown to many people. They contributed for spread of da'wah, Military and Interpreter.


1. Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam (16 years old)


Though very young, Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam turned his home into the Prophet’s headquarters for 13 consecutive years.

He helped to raise the first Muslim generation who protected the Prophet, defended the faith, and spread the da'wah.


2. Usamah ibn Zaid (18 years old)


Although he was only 18, he was qualified to be appointed by the Prophet as the leader of the last army he was dispatched before he passed away. 

The army was comprised of prominent Companions of the Prophet (peace and blessings be upon them) such as Abu Bakr Ash-Shiddiq and Umar ibn Khattab and many others.


The army was to confront the Roman army, one of the mightiest armies on earth at that time.


3. Zaid ibn Tsabit (13 years old)


Zaid was one of the scribes of the Divine Revelation. He was reportedly learned Syriac and Hebrew in 17 days and became the Prophet’s interpreter. 


Practicing until he perfected it, Zaid committed to the Noble Qur’an to his heart. He contributed to the compilation of the Sacred Word of Allah during Abu Bakr Ash-Shiddiq’s Caliphate.



Dr. Ali Al-Halawani in aboutislam.net criticized how our youth today are? What they aspire to do or achieve? I’ve heard some of the youth today speak of a few of these prominent figures with admiration, but sadly, many others have never even heard of them.


Our heroes are wonderful sources of inspiration; let’s read about them and learn from their courage and sacrifice. Make our youth today proud as good looking, good attitude and good contribution for their faith and society. With Islam, from the youth for the better civilization

* Budi Eko Prasetiya, SS

Selepas Maghrib, anak-anak membubarkan diri dari shaf berjamaah. Seorang ustadz berinisiatif memanggil dan menawarkan untuk berkisah sebagaimana dulu pernah dirindukan. Namun pemandangan langit lebih memukau. Di ufuk terlihat petir-petir jatuh berkilau. Hanya satu anak terpaku memandangi sang ustadz dengan iba, lalu memanggil teman-temannya.

Sumber: t.trusper.com

“Hei, kalian tidak mau mendengarkan kisah?”

Dalam ketakjuban, teman-temannya tak mampu menghirau.

“Ya sudah, aku saja sendiri.” Lanjutnya setengah bergumam.

Anak laki-laki yang baru menginjak awal usia tamyiz ini mendekati sang ustadz, lalu duduk, siap mendengarkan layaknya berada di sebuah majelis ilmu.

Kisahnya dimulai, tentang perjalanan sang baginda Nabi, mengenang perjalanan hijrahnya mendakwahi umat ini.

Si santri tergelitik. “Yang masuk surga yang Muslim saja, ta?” logat jawa campurannya tidak bisa disembunyikan.

Jawaban sang ustadz membuatnya bertekad, “(Kalau begitu) Kalau sudah besar aku akan mengajak orang-orang masuk Islam.”

Ayah, Bunda, berbahagialah. Aminkan doanya.

Anak itu, Abad namanya.

13 November 2020

Hari Jum'at beberapa bulan lalu, saya lupa tanggal persisnya.


Raut wajah mereka agak sedih saat menghitung jumlah uang kencleng (infaq jum'at). "Berapa ukh?" tanya Fulanah A pada sang Bendahara kelas yang menghitung uang. Sementara santri Akhwat lainnya duduk mengelilingi sambil menghitung ulang recehan uang logam.


"Cuma segini.." jawab sang Bendahara sedih.


 "Afwan ana lupa bawa, padahal tadi sudah disiapkan sama bunda ana." Jawab santri lainnya. 


"Iya, ana juga.. Afwan ketinggalan kenclengnya.."


"Biasanya jumlah uang kencleng kita banyak, ustadzah,  karena ukhti fulanah R isi kenclengnya penuh." Kata Fulanah S. 


"Iya, sampai susah ngambilnya saking penuhnya ya." Imbuh Fulanah B. 


"Kok bisa sampai banyak gitu ukh? Antum gak pernah jajan ya?" Tanya teman lainnya.


"Itu seringnya mamanya ana yang ngisi, tiap kali ana bisa bangun sebelum subuh tanpa dibangunkan, maka mama akan  ngisi 10ribu ke kencleng hari itu. Jadi kalau tiap hari ana bisa bangun sebelum subuh, tiap hari mama akan ngisi ke kencleng."


"MasyaaAllah, itu tanda syukur mama pada Allah nak, atas kenikmatan melihat putrinya bangun sebelum subuh tanpa dibangunkan." 


Teman-teman lain ikut menyahut, 

"Semoga antum istiqomah bangun subuh ya ukh, biar kelas kita infaqnya paling banyak. Eh.." sambil spontan menutup mulut dengan kedua tangannya.



"Kata ustadzah, niatnya harus diluruskan, jangan karena banyak-banyak an, yang penting ikhlas."


"Kalau bisa banyak dan ikhlas kan lebih baik, ya ustadzah?" tanya mereka menggebu. 


MasyaaAllah. . Deg. Saya menatap tanpa bisa menjawab.


"Tapi uang saku ana hanya seribu dan itu ana masukkan ke kencleng. Ana ndak jajan.. biar nanti sama Allah diganti  hadiah yang lebih bagus di surga."


MasyaaAllah... Inikah cara Engkau mengajar diri ini ya Allah dari lisan mereka.. yang tulus tanpa noda.. 


"Betul nak, bukan besaran nominalnya melainkan besaran keikhlasan antunna yang akan dinilai oleh Allah


Semoga Allah mengganti dengan hadiah yang istimewa atas setiap keikhlasan dan pengorbanan antunna.


Memberikan keberkahan bagi ilmu antunna hingga kelak menjadi cahaya bagi semesta.


#catataniman #qonuni1akhwat

12 November 2020

Tepat setahun yang lalu saya dan istri memulai petualangan "tinggal di kota". Kami tinggal di sebuah rumah dua lantai, yang mana lantai duanya adalah kos-kosan putri. Rumah yang berada di Perumahan Jember Permai Satu tersebut -biasa dikenal dengan Perumahan Semeru-, milik salah satu guru di SD Islam swasta di daerah Pakem, yang mana istri saya pernah mengajar disitu.



Foto-foto waktu MAQOM 2



Berjalan sekian pekan, saya baru tau ternyata saya bertetanggaan dengan pak Henry, ketua Posku saat itu. Rumah beliau hanya berjarak dua blok dari rumah kami. Dan beberapa kali saya bertemu saat sholat di Masjid persis depan rumah yang saya tempati tersebut.


Mungkin, dengan pertimbangan memudahkan kordinasi karena tinggal di perumahan yang sama, akhirnya pak Henry menunjuk saya sebagai salah satu panitia dalam Mabit Qowamah (Maqom) edisi pertama.


Tapi... Saya kabur-kaburan, dan akhirnya pamit dari kepanitiaan lewat pak Sony. (Afwan njeh pak Henry, baru minta maaf sekarang).

🙏🤭🤦‍♂️


Iya, sampai hari itu saya adalah makhluk yang gemar bersendirian. Kalaupun datang ke sebuah acara, entah undangan resepsi ataupun kajian, pokok selesai, langsung pulang!


Bahkan di rumah, saya punya tempat khusus untuk menyendiri, dan waktu yang khusus pula. Istri dan anak-anak saya sudah paham dengan ini.


Semua berubah ketika istri saya ditunjuk untuk mengurus Bazaf, yang kemudian saya menyusul untuk ikut membantu.


Bertemu langsung dengan santri, wali santri, ustadz ustadzah di rumah mereka masing-masing, dan melihat cara mereka berinteraksi membuka mata saya, bahwa label "hijrah" yang saya klaim hanyalah omong kosong!


Alhamdulillah saya tau beberapa ilmu agama. Hal tersebut saya dapat dari datang ke kajian, baca artikel, sampai nyimak kajian kitab dari beberapa Ustadz di youtube. Tapi... hanya 1 - 2 yang bisa saya praktekan. 

Selebihnya? Angel pak, angel!! Saya masih kesulitan menundukkan hawa nafsu saya.


Sejak saya terbiasa bertemu dengan keluarga besar KAF Jember, melihat dari dekat keseharian mereka, berkumpul dengan mereka, dan bahkan pernah juga jalan-jalan bareng dengan mereka...

saya seolah-olah sedang diajari, "gini lho pak buyung perilaku orang yang hijrah... gini lho perilaku seorang muslim yang baik".


Dan memang, sedikit-sedikit perilaku saya bisa berubah. Setidaknya, sudah tidak ada tempat dan waktu khusus untuk menyendiri.


Kadang untuk menjadi baik, yang saya butuhkan tidak sekedar ilmu dan nasehat. Kadang yang saya butuhkan adalah melihat dan mencontoh. Karena ternyata orang-orang baik tersebut tidak hanya ada di dalam buku-buku nasihat, tapi ada di sekitar saya, berinteraksi dengan saya, sehingga mudah untuk ditiru. 


Itulah kenapa, ketika Ust. Wiwit memberi kesempatan saya untuk menulis di Grup WA Bazaf langsung saya iyain. Kemampuan menulis saya sebenarnya standar banget, itu bisa dilihat dari tulisan-tulisan saya yang tidak ilmiah-ilmiah banget, hanya sekedar bercerita pengalaman saya sehari-hari bertemu dengan keluarga besar KAF Jember.

Tapi...sementara memang hanya ini kebaikan yang bisa saya berikan. Berharap dengan tulisan-tulisan saya, ada yang terinspirasi untuk jadi lebih baik, sebagaimana saya pernah merasakan sebelumnya.

Dan saya juga berharap... suatu saat bisa naik level seperti wali santri lain yang level kebaikannya sudah berbentuk materi untuk membantu Kuttab, seperti yang saya lihat di grup Posku kemarin. 

🥺🤲



Dua hari yang lalu, saya bertemu pak Aziz (ketua Posku) di rumahnya, saat mengantar barang pesanan nyonya ketua.

"Pak buyung, nanti bisa hadir kan rapat Maqom di kedai?" tanya beliau sambil bersiap-siap berangkat sholat ashar.

"Insya Allah bisa pak", jawab saya.


Dan...qodarullah, maghrib nya motor saya mogok. 🤦‍♂️


Tapi percayalah pak ketua, jika tidak ada aral melintang, insya Allah saya hadir Maqom edisi ke-2 ini.


Saya selalu menunggu kejutan, "kebaikan apa lagi ya yang bisa saya contoh dari mereka?"


Untuk para wali santri lain, kita bertemu disana yaaa 🙋‍♂️



Buyung Eko.

Peserta Mabit Qowamah 2 KAF Jember

14 September 2020

💖💖

Ketika ikrar sudah dimulai semua santri mengikutinya dengan baik.

Sampai salah satu santri bertanya kepada ustadzah, 


👱🏻‍♂️"Jam kudapannya sudah selesai Ustadzah?" 


🧕🏻"Nak, setelah ikrar selesai, apakah jamnya kudapan?"


🍽️Yang dijawab santri dengan jawaban, "tidak Ustadzah tapi masih jam Al-Qur'an!"


🧕🏻"Nak, kenapa bertanya jamnya kudapan?" 

"Dibawakan kudapan apa oleh Bunda?"


👱🏻‍♂️"Alhamdulillah Ustadzah, doa Ana terkabul. Ana berdoa minta kepada Allah kudapannya roti cokelat. Hari ini Ana bawa roti cokelat."

"Dan ana tidak sabar menunggu kudapan..."

MaasyaaAllah



🧕🏻"Doa adalah wasilah terkabulnya keinginan,  ketika kalian menginginkan sesuatu mintalah kepada Allah."

"Nak, jika keinginanmu belum dikabulkan Allah jangan pernah berhenti berdoa karena Allah menginkan kalian berdoa tanpa henti...🤲🤲🤲"


🍽️Yang dijawab fahimna oleh santri👍...


#Adab sebelum ilmu

#iman sebelum alqur'an

#kuttab awal 1

13 September 2020

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman :


{وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ}


Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (Al-Anbiya: 47)



Hunadah mengatakan bahwa kedua anak itu dalam keadaan terpelihara berkat kesalihan kedua orang tuanya. Disebutkan pula bahwa jarak antara keduanya dengan ayahnya yang menyebabkan keduanya terpelihara adalah tujuh turunan. Dan ayah mereka adalah seorang ahli menulis.


Apa yang disebutkan oleh para imam dan apa yang disebutkan oleh hadis di atas pada hakikatnya tidaklah bertentangan dengan pendapat Ikrimah. Ikrimah menyebutkan, sesungguhnya yang terpendam itu adalah harta. Dikatakan demikian karena mereka menyebutkan bahwa harta peninggalan yang terpendam itu berupa lempengan emas yang disertai dengan harta yang cukup berlimpah. Terlebih lagi padanya tertuliskan ilmu yang berupa kata-kata bijaksana dan nasihat-nasihat yang baik. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.


Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


{وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا}


sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh. (Al-Kahfi: 82)


Dari pengertian ayat ini tersimpulkan bahwa seorang lelaki yang saleh dapat menyebabkan keturunannya terpelihara, dan berkah ibadah yang dilakukannya menaungi mereka di dunia dan akhirat. Yaitu dengan memperoleh syafaat darinya, dan derajat mereka ditinggikan ke tingkat yang tertinggi di dalam surga berkat orang tua mereka, agar orang tua mereka senang dengan kebersamaan mereka di dalam surga. Hal ini telah disebutkan di dalam Al-Qur'an, juga di dalam sunnah.


Sa’id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa kedua anak itu terpelihara berkat kesalehan kedua orang tuanya. 


mari istiqomahkan amal sholih kita

Mengamati kondisi saat ini, dimana kafe, rumah makan dan pusat perbelanjaan sudah mulai ramai kembali. Jalanan pun tidak hentinya banyak kendaraan melintas. Transportasi publik sudah pula dibuka kembali. Dan berbagai masjid juga sudah mulai dipadati dengan para jamaahnya dengan menerapkan protokol yang berlaku. Tentu kita sangat bersyukur  dengan banyaknya masjid yang telah normal kembali,  setelah sekian lama tidak menikmati suasana masjid yang ramai. Dan berharap Allah menjaga ummat Islam selalu dalam kondisi yang terbaik dari semua sisi. Salah satu kegiatan yang membuat masjid ramai adalah dengan majelis ilmu. Karena dengan ilmu kita dapat memperbaiki sisi kekurangan ummat ini. 



Majelis ilmu bisa dilakukan dimana saja, asal ada guru yang mengajarkan dan murid yang mendengarkan. Dengan terus menjaga kesehatan dan terus mematuhi protokol kesehatan yang ada, maka sudah seharusnya kaum muslimin memanfaatkan kesempatan untuk bermajelis ilmu yang merupakan ibadah *wajib bagi setiap kaum muslim. Wajib berarti memiliki konsekuensi dosa yang ditanggung jika tidak mengerjakannya. 


Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah) 


Bagi orang yang beriman, majelis ilmu adalah undangan dari Allah dan Rosul bagi diri mereka.  Allah yang berjanji bahwa orang yang beriman dan senantiasa melazimkan hadir majelis ilmu akan Dinaikkan derajatnya, sebagaimana firman-Nya, 


niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat

QS Al Mujadilah ayat 11


Rosulullah shallallahu alaihi wasallam juga senantiasa mengundang ummatnya untuk dapat menghadiri "taman surga" tersebut. Mari kita baca dengan hati yang penuh dengan kerinduan, ajakan beliau untuk kita berjumpa di taman surga:


 إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ 


Jika kalian melewati taman syurga maka berhentilah. Mereka bertanya,”Apakah taman syurga itu?” Beliau menjawab,”Halaqoh  dzikir (majlis Ilmu).


(Riwayat At Tirmidzi) 


Bahkan menuntut ilmu adalah tanda adanya kebaikan seseorang. Dan tanda seseorang berada dalam jalan kebaikan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ


“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi) 


Dalam mengikuti majelis ilmu, kita akan mendapatkan ilmu yang akan menjaga kita dan para sahabat  shalih yang selalu meingingatkan  akhirat kita.


Imam Ibnul Qayyim berkata,


ﺃﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺤﺮﺱ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻳﺤﺮﺱ ﻣﺎﻟﻪ


_“Ilmu itu menjaga pemiliknya sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya.”_


 MaasyaaAllah


Menjadi suatu yang mengherankan apabila seorang yang beriman tapi masih sangat berat menghadiri majelis ilmu. Imam Abdullah bin Mubarak menunjukkan keheranan, bagaimana mungkin seseorang jiwanya baik jika tidak mau menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau berkata,


عجبت لمن لم يطلب العلم, كيف تدعو نفسه إلى مكرمة


“Aku heran dengan mereka yang tidak menuntut ilmu, bagaimana mungkin jiwanya bisa mengajak kepada kebaikan.”? 


Kebaikan yang sebenarnya adalah kebaikan yang menyampaikan kita pada kemuliaan di akhirat kelak, dan sungguh Allah mudahkan kita dalam urusan menuju surga-Nya, Rosulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan, 


مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ العِلْمِ


“Barangsiapa yang meniti jalan menuntut ilmu, Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayapnya-sayapnya karena ridha dengan perbuatan penuntut ilmu.”


Juga dalam hadits yang lain disebutkan:


إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الأَرْضِ فُضُلًا عَنْ كُتَّابِ النَّاسِ، فَإِذَا وَجَدُوا أَقْوَامًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا: هَلُمُّوا إِلَى بُغْيَتِكُمْ، فَيَجِيئُونَ فَيَحُفُّونَ بِهِمْ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا


“Sesungguhnya Allah mempunyai Malaikat-malaikat yang selalu berkeliling di muka bumi selain Malaikat yang bertugas menjaga manusia dan menulis catatan amalan mereka. Maka apabila Malaikat-malaikat tersebut mendapati satu kaum yang berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka saling menyeru: kemari, datangilah apa yang kalian cari dan mereka semua datang dan mereka menaungi kaum tersebut dan mereka berkerumun sampai ke langit dunia.” (HR. Tirmidzi)


Masih banyak lagi keutamaan majelis ilmu, seperti rahmat-Nya dan berbagai keutamaan, 

Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ


“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2699)


Maa syaa Allah


Dengan banyaknya keutamaan majelis ilmu yang telah disebutkan diatas, yang tentunya bukan hanya kemudahan di akhirat, tapi juga Allah mudahkan urusan kita di dunia. Pertanyaannya adalah: masihkah kita menunggu sampai usia kita habis untuk dapat bersegera menyelenggarakan atau mengikuti majelis ilmu? Melewatkan kebaikan dan keutamaan yang sangat banyak sekali?


Tentu tidak, mulai sekarang, yuk agendakan majelis ilmu

09 September 2020

Selama kita hidup sampai hari ini, entah sudah berapa banyak orang yang bertemu dan berinteraksi dengan kita. 

Sebagian ada yang sekedar berlalu, seperti ; orang yang memberi bantuan saat kendaraan kita mogok di tengah jalan.

Sebagian lagi ada yang "nempel" dan ikut mempengaruhi karakter & perilaku kita, seperti ; pasangan kita, yang tadinya adalah orang lain, kini jadi partner kita dalam berfikir dan bertindak.

Kita tidak pernah tau akan bertemu siapa, dan apa dampaknya bagi kita. Ini bagian dari takdir.



Begitupun antara saya dengan Bazaf...


Saya pernah kecanduan medsos (media sosial). Dulu saat menjalaninya biasa saja kaya nggak ada apa-apa. Tapi belakangan saya baru tau kalau yang saya alami ini ternyata ada nama penyakitnya. Social Media Anxiety Disorder, Fear of Missing Out, dan masih ada beberapa nama lain yang agak sulit dibaca lidah saya.


Semua bermula di tahun 2009 ketika saya mulai berkenalan dengan facebook, yang disusul kemudian dengan twitter, foursquare, whatsapp, instagram, path, dan yang lain-lain.

Bisa bertemu lagi dengan teman-teman lama yang lost contact, dan bisa berinteraksi dengan mereka secara bersamaan melalui aplikasi-aplikasi tersebut di hp membuat saya sumringah. 

Namun kegembiraan itu hanya sebentar, karena tidak lama kemudian saya merasa aplikasi-aplikasi medsos ini berubah menjadi "med-show" alias media ajang unjuk diri. 

Semua aktivitas sehari-hari sampai hal-hal yang bersifat pribadi diposting jadi status, baik berupa tulisan maupun foto selfie.


Memang tidak semua teman saya begitu. Sebagian mereka ada yang smart menggunakannya untuk berbisnis, berbagi informasi ataupun berdakwah. Sayangnya...saya terseret ke dalam golongan yang med-show tadi.


Alhasil, jangankan untuk bermuhasabah, membentuk keluarga yang sakinah, atau berinovasi dalam bekerja...isi kepala saya saat itu nggak jauh-jauh dari beranda/timeline & update status, yang tanpa disadari mempengaruhi perilaku saya. Apapun yang saya posting berharap like & comment. Dan saya sering mensetting aktivitas saya baik sendiri maupun bersama keluarga agar terlihat sempurna saat foto selfie, meski kenyataan "tidak seindah foto aslinya".


Pernah lihat orang yang sering gagal fokus, melamun, menyendiri, hp selalu digenggam, sedikit-sedikit buka hp & mata terus ke layar hp meski lagi ngobrol sama orang? kira-kira begitulah saya saat itu.


Lima tahun berjalan, saya dibuat uring-uringan dengan hp kesayangan yang harus dijual. Berikutnya bolak balik beli hp, baik second atau baru, harus terima kenyataan ; kalo nggak rusak, atau hilang. Dan entah kenapa sejak saat itu sampai hari ini saya tidak pernah lagi bisa beli hp yang "normal", apalagi canggih.

Sekarang saya baru sadar, mungkin ini terapi dari Allah untuk "kesembuhan" saya. Namun ternyata hal itu masih belum cukup. Saat sakaw itu datang, warnet jadi tempat pelarian. Bahkan pakai hp batang (candybar) pun jadi, yang penting masih bisa berjejaring sosial.


Hidayah berikutnya datang. Allah gerakkan hati saya untuk mau duduk kembali di majelis ilmu. Dimulai dari kajian ahad pagi di sebuah kampus di selatan Kota Jember. Perlahan saya mulai lupa dengan asyiknya medsos, sampai akhirnya memutuskan untuk menghapus seluruh akun jejaring sosial saya, kecuali whatsapp.

Tapi ternyata ini pun masih belum cukup. Perilaku saya yang suka menyendiri dan mood yang sering naik turun, membuat semangat belajar agama dan beribadah masih sering ngedrop, yang kata pak ustadz istilahnya ; futur.

Saat futur itu datang, kambuh lagi penyakit saya untuk menghabiskan waktu di internet, meski bukan berjejaring sosial.


Lagi-lagi Allah bantu saya dengan cara-Nya.


Sejak saya membantu Bazaf sebagai pengantar barang, lumayan banyak rumah ustadz/ah & wali santri yang pernah saya datangi.

Ada banyak pemandangan ketika bertemu mereka di rumahnya, yang bagi saya luar biasa. Membuat saya malu sekaligus termotivasi.


Saya pernah bertemu dengan dua wali santri yang sedang asyik membaca Al-qur'an, yang satu sambil jaga warung, yang satu sambil santai di gazebo depan rumahnya.

Setelah pamit saya terdiam di atas motor saya. Teringat lagi saat dulu saya duduk dengan khusyuk membaca status & comment, di samping Al-Quran Tarjamah Tafsiriyah pemberian bos saya yang masih mulus dari sidik jari saya.


Saya juga pernah bertemu dengan ayah santri yang sedang momong anak-anaknya yang masih kecil sambil membaca sesuatu dengan lirih. Dugaan saya beliau sedang menghafal atau berdzikir. 

Juga ayah yang membaca Al-Qur'an bersama anaknya di siang hari yang sepi di perumahannya. 

Dan ada juga yang sibuk mencari anaknya ketika waktu sholat tidak terlihat di Masjid.

Pulang dari sana saya terdiam di atas motor saya. Teringat lagi banyaknya quality time bersama anak yang terbuang. Hanya sekedar selfie 5 menit bersama mereka, setelah itu sibuk sendiri berjam-jam men-setting foto agar saya terlihat seperti ayah yang sempurna.


Saya juga pernah bertemu wali santri yang belanja banyak di Bazaf dengan selang waktu berdekatan. Dan ada juga yang beli satu jenis barang tapi dalam jumlah yang banyak. Mudah ditebak ; ini sebagiannya pasti buat sedekah. 

Bukan sekali dua kali atau nunggu momen tertentu. Mereka bersedekah sesuka hati mereka kapanpun mereka mau!

Saya yakin, ini bukan karena mereka mampu, karena setau saya sedekah itu masalah mental, dengan apapun yang mereka punya dan berapapun jumlahnya.

Saya teringat lagi dengan mental saya dulu. Mudahnya mengeluarkan ratusan ribu tiap bulan untuk beli paketan, tapi cuma say hello sama pengemis & kotak amal di Masjid.


Mereka yang saya sebutkan di atas, mungkin tidak pernah memposting kegiatan & kebaikan mereka ini di medsos.

Tapi ternyata, justru Allah yang memposting potret keseharian mereka tepat di depan mata saya.

Semuanya real, tanpa settingan, karena semua dilakukan di rumahnya masing-masing. Jauh dari like & comment.

Ini yang membuat saya malu, sekaligus termotivasi saat futur itu datang.


Terima kasih ayah bunda sholeh/ah. Barakallah fiikum.

Saya bersyukur ditakdirkan bisa bertemu dan berinteraksi dengan panjenengan semua.

Tidak sekedar berlalu, tapi "nempel" dan ikut mengubah perilaku saya.

Tetaplah istiqomah. Tetaplah menjadi contoh yang baik untuk saya.


Buat saya Bazaf adalah medsos.

Dan saya adalah follower anda!


Robbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaytanaa wahablanaa mil ladunka rohmatan innaka antal wahhaab.


Buyung Eko.

Follower KAF Jember.

Bismillah

 


Tidak ada kata bosan dari lisan ustadzah untuk mengingatkan santri ketika jam iman telah dimulai untuk selalu menjaga adab,

Adab ketika bermajelis ilmu 

Adab ketika bersama ustadz maupun ustadzah...

 

Ketika ustadzah sudah memulai bermajelis ilmu ada seorang santri yang mengangkat tangan dan meminta izin untuk berbicara kemudian ustadah mempersilahkan..

Santri: ustadzah... majelis ilmu 

              Harus duduk rapi?

Ustadzah: Ya nak...

Santri: Kenapa ustadzah?

Ustadzah: Karena ilmu tidak akan  kita pahami kalau sambil bermain.

Santri: Tapi ana capek

Ustadzah: Nak,,  tidak ada yang tidak capek, ustadz-ustadzah juga capek...teman yang 

                 Lain juga capek. Capeknya harus dilawan...

Santri: Kenapa kok dilawan?

Ustadzah: Karena ustadzah mempunyai keinginan, Apakah kalian pergi ke

                  Kuttab tidak mempunyai keinginan?

Masya Allah...

Bermacam macam jawaban santri ketika ustadzah menanyakan harapan dan cita cita kenapa harus berlelah lelah pergi ke Kuttab:

 

Menginginkan masuk surga

Rumah yang besar

Makanan yang enak

Memberikan mahkota kepada kedua orang tuanya....

 

Nak..

 

Masya Allah keinginan yang mulia, kalau menginginkan sesuatu ayo mintanya kepada Allah ...

Dan perbaiki adabnya, masyaAllah dengan segera semua santri berbenah memperbaiki duduknya sehingga kelas iman dimulai dengan baik...

 

#adab sebelum ilmu

#iman sebelum alqur an

#gemilang diusia belia

#kuttab awal 1

 


Seringkali, bunda tak perlu solusi.


Hanya ingin didengarkan saja cerita-ceritanya atau menumpahkan keluh lelahnya.


Untuk menambah energi berjuang lagi di esok hari..



Maka Ayah..  berikan perhatian penuh pada cerita Bunda. 


Tatap tajam mata Bunda, berikan tanggapan yang berkaitan dengan tema. Jangan terlihat nyeleneh keluar tema meski sambil menahan kantuk terasa.


Dengarkan curhatan Bunda meski sambil merem melek, tetaplah menyambut meski hanya dengan kalimat "begitu ya bunda"


Atau ketika energi masih terisi , maka berikan tanggapan sepenuh hati. Penuh empati. Dengarkan baik-baik..


Kalau tidak, jangan salahkan jika bunda akan curhat pada yang lain. Jangan salahkan jika bunda lebih memilih sosmed sebagai teman berbagi rasa..


Sungguh, Bunda bukannya mengeluh, bukan tidak ikhlas, 


Bukan juga sekedar memenuhi target 20 ribu kata per hari sebagai fitroh wanita, tapi menumpahkan segala rasa.. meluapkan lelah yang pasti nanti akan sirna setelah Ayah meluangkan waktu untuk mendengarkannya. 


Ketika Ayah memberikan dukungan sepenuh cinta.


Apalagi ketika Ayah memberikan hadiah untuk Bunda sholihah yang telah berjuang bergelut lelah.


Satu set gamis dan kerudung misalnya. Plus buku-buku dan seperangkat alat mendidik buah hati tercinta.


Atau hiasan bunga-bunga yang menyegarkan mata.


Yang bisa dipajang di dinding rumah menjadi mood booster melakukan dinas rumah; karier mulia bergaji surga.


Bunga sintetis atau bunga asli, boleh-boleh saja.


Sekarung kebutuhan rumah tangga (beras, minyak, gula, kecap ditambah bumbu Hallawa) plus cemilan mie kremes AnNauda' #belinyadiBazaf


Atau sekresek gorengan 500an (ote-ote, tahu isi, pisang goreng) plus bumbu petis pedasnya. Ditemani teh hangat buatan Ayah.


Mendengarkan cerita Bunda, istri tercinta sepanjang masa. Yang panjang ceritanya mungkin lebih panjang dari kereta.


MasyaaAllah pasti Bunda tambah tangguh semangatnya. 


Dan yang utama, ketika para Ayah memahami bahwa kewajiban mendidik ananda adalah tanggung jawab berdua. 

Kerjasama yang klop, insyaallah akan ringan dan bahagia terasa. 


Indahnya rumah yang kita hidupkan taman surga di dalamnya. Berharap berkumpul hingga taman surga sesungguhnya..



#setelah membaca ini ndak boleh bilang pada Ayah. Nah ini lho Yah, makanya belikan bunda ini dan itu..


Disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di rumah nggih Bunda.


Apa yang Ayah berikan saat ini adalah kado terbaik untuk kita dan anak-anak.. Pemberian dari Allah melalui perantara peluh deras keringat Ayah mencari nafkah..


Yang bahkan berangkat pagi-pagi sekali, ketika pulang anak dan istrinya sudah terlelap dalam larutnya malam. Memendam rindu tak tertahan. 

 

Mudah-mudahan kita menjadi istri yang pandai bersyukur atas setiap kebaikan suami. 


Termasuk, saat sang Ayah meminta momong si kecil agar bunda dapat menikmati makan terlebih dulu selagi hangat..

Hari itu di sesi terakhir sebelum pulang kami belajar murofaqot matematika tentang pecahan.



🧕🏻U: "Satu buah semangka dibagi 4 santri berarti masing-masing antum dapat berapa bagian nak?"


🧕🏻 A: "Kok cuma dibagi 4 ustadzah, kan ada Ustadzah jadi dibagi 5.."


🧕🏻U: "Oh, iya nak, ustadzah ganti soalnya, 1 buah semangka dibagi 5."


🧕🏻B: "Masing-masing mendapat satu per lima Ustadzah." sembari menggambarkan operasi pecahannya di papan.


🧕🏻C: "Lho, masak bagiannya Ustadzah sama seperti kita. Harusnya Ustadzah kita potongkan yang lebih besar."


🧕🏻D: "Trus jadinya berapa jawabannya"


🧕🏻C: "Dari Satu Semangka, Ustadzah setengahnya. Terus setengahnya kita bagi ber-empat."


🧕🏻D  : "Wah Ustadzah dapat banyak ya, kan dek fulan sama ustadz R lagi di kedai Sholeh ndak ada disini"


🧕🏻B : "Pasti nanti malah disimpan sama Ustadzah, nunggu dek fulan dan ustadz R pulang. Kan gitu ya ustadzah, biasanya seorang Ibu selalu memberikan makanannya untuk anaknya."


Tersenyum mendengarkan setiap dialog yang mereka lontarkan.


Beriring syukur penuh haru atas kesempatan membersamai tunas-tunas generasi yang sedang tumbuh berpupuk iman.


"Antunna tahu nak, ilmuan muslim penemu simbol pecahan dalam ilmu matematika yaitu Al Qalasadi (Abu Al- Hasan Ali Muhammad bin Al Khurasi al Basri). Beliau berasal dari Andalusia atau yang sekarang kita kenal dengan Spanyol.


"Dan siapa tahu, kelak akan ada rumus Matematika dimana jawabannya  bukan mutlak satu jawaban pasti. Melainkan rumus yang disandarkan pada adab dan keimanan tinggi.


Dan antunna lah penemunya.."


"Aamiin.. " jawab mereka serempak. 

saling menatap„ saling menyemangati.. hingga akhirnya menyadari salah satu dari mereka, tidak lama lagi akan melanjutkan perjuangan di Madrasah Al-Fatih.


🧕🏻D: "Mbak, nanti kalau sudah jadi hafidzoh, ilmuan, jangan lupain kita ya"


🧕🏻C: "Ya Ndak lah .. Ana akan selalu ingat kebersamaan kita, termasuk hari ini kita lagi belajar tentang menghitung semangka."


🧕🏻 B: "Tapi.. ngomong-ngomong,... semangkanya ndak ada.😅"


Mereka tertawa sambil menggambar buah semangka di buku tulisnya.


#catatanIman

#Qonuni2Akhwat

01 September 2020

Dialah Allah



Yang tak pernah pilih kasih, 


Kepada mereka yang lemah ataupun kuat, selama iman masih melekat.


Kepada mereka yang miskin atau kaya, selama taqwa menjadi perhiasannya.


Kepada mereka yang pandai ataupun kurang pandai, selama keikhlasan menjadi landasan.


Maka jangan bersedih ketika manusia merendahkan, 


Ketika manusia menyepelekan, 


Ketika manusia memandang penuh kehinaan, 


Ketika manusia melengserkan, 


Selama kita beramal bukan karena jabatan, 


Beramal bukan karena mengejar penilaian, 


Beramal bukan karena mengharap pujian.


Cukuplah Dia bagi kita. 

Cukuplah Dia yang menenangkan kita.

Cukuplah Dia yang melapangkan dada kita.

Cukuplah Dia yang memuaskan hati kita.

Cukuplah Dia tempat kita bersandar.

Cukuplah Dia satu-satunya tujuan atas setiap perjuangan...


Dialah Allah...

Allah..

Allah..

Allah..


Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan bergantung pada-Mu Ya Allah...

31 Agustus 2020

Jangan meragukan, masih adakah pahlawan hari ini? Jangan meragukan pula, adakah yang masih pantas mendapatkan gelar pahlawan? Sesungguhnya pahlawan-pahlawan itu nyata dan begitu dekat dengan kita. 



Memang, mereka saat ini tidak berjuang dengan tombaknya, pedangnya, ataupun segala macam senjatanya untuk negeri ini. Namun, mereka telah mengambil peran penting dalam kehidupan kita, bangsa kita, dan agama kita. Dialah ayah dan bunda kita, teladan dan pahlawan kita. 


Tak bisa dipungkiri, kekaguman kita kepada para pahlawan di masa lampau adalah bentuk penghormatan yang tak ternilai harganya. Para pahlawan itu telah berani mengambil beban yang tak terpikul oleh orang-orang se zamannya. Mereka telah berjuang menegakkan kemuliaan karena tak rela bangsanya dan bahkan agamanya dijajah dan direndahkan.


Saat ini, Ayah dan bunda kita lah yang mengambil peran sebagai pahlawan itu. Mereka juga tak tergantikan jasanya bagi kehidupan kita hari ini. Mereka selalu berupaya menjawab beragam tantangan sulit yang kita hadapi. Mereka tampil sebagai sosok yang penuh cinta, penuh kegigihan dan penuh dedikasi bagi kejayaan peradaban.


Meskipun tak se-ideal para pahlawan yang tertulis dengan tinta emas sejarah, figur ayah dan bunda merupakan karunia yang sangat berharga dari Allah dan tak tergantikan. Bahkan sosok mereka hari ini, telah berjasa langsung bagi kehidupan kita.


Di balik segala sesuatu yang kita peroleh, ada andil besar mereka di sana. Ada keikutsertaan mereka yang membukakan jalan kita. Bahkan merekalah yang paling bangga mendorong kita anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan terbaik meski mereka tak pernah bisa mengenyamnya. Mereka senantiasa bersikap tegar, meski bebagai ujian menimpa. Mereka selalu berusaha untuk tetap arif dan bijaksana menghadapi situasi yang rumit, demi kebaikan bagi keluarganya.


Dari mereka, kita belajar makna perjuangan, pengorbanan, keberanian, dan kesabaran secara langsung dan mendalam di setiap tangga kehidupan. Dari mereka juga kemudian kita mampu menghayati dan mengenal kisah-kisah hebat para pahlawan  yang tercatat dalam sejarah kehidupan manusia di luar sana.


Berbahagialah anda para ayah dan bunda, karena anda lah yang selalu terpilih menjadi pahlawan bagi setiap dinamika zaman. Berbahagialah anda, wahai para ayah dan bunda yang telah merasakan lelah dan penatnya membersamai para pewaris kejayaan peradaban. Semoga lelah anda menjadi hujjah kepada Rabb kita, dan menjadi asbab kelak kita berkumpul bersama buah hati kita dan bersama anak didik kita di surgaNya. Wallahu 'alam.


رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ


Budi Eko Prasetiya, yang belajar menjadi ayah yang lebih baik

Seusai dilantik, perwira TNI anak petani ini sujud di kaki ibunya

30 Agustus 2020

Dulu, alhamdulillah Allah kasih kelapangan rizki, keluarga saya punya rumah yang cukup luas di Jakarta. Selain saudara-saudara yang diajak tinggal bareng di sana, sebagian kamar lainnya disewakan alias jadi kos-kosan.


Banyak cerita selama rumah kami jadi kos-kosan. 

Mulai dari masalah klasik ; ada yang nunggak beberapa bulan, sekalinya bayar ngicrit-ngicrit. 

Ada juga yang lancar bayarnya, tapi pemakaian air & listriknya lebih besar dari harga sewa kosnya. 

Sampai masalah seringnya makanan di dapur & kulkas ada yang ngambil, dan hilangnya mesti saat tengah malam.

 

Lagi diminta mbikin video Bazaf

Melihat "fenomena" ini ibu saya hanya diam saja, dan tidak berusaha untuk ngadu ke bapak saya. Bahkan meski tau kelakuan anak-anak kosnya, beliau kadang masih ngajak mereka makan bareng kalau kebetulan lagi banyak makanan.

(Semoga Allah memberkahi ibu saya di masa tua-nya sekarang hingga husnul khatimah kelak.)


Dua dekade berlalu, saudara & anak-anak kos ini sekarang sudah jadi "orang". Setidaknya hidup mereka sudah mapan, bahkan lebih mapan dari ibu saya. Entah dari mana mereka dapat nomer hp ibu saya, yang jelas satu persatu mereka hadir kembali menyapa ibu saya, meski lokasi mereka nun jauh disana. 


Setiap mereka telepon untuk berterima kasih, ibu saya malah sungkan. Beliau  merasa apa yang dilakukannya dulu biasa saja & tidak punya andil apa-apa dengan kesuksesan mereka sekarang.

Yang beliau kasih cuma kelonggaran bayar kos & membiarkan mereka "nyolong" makanan di saat mereka lapar, nggak ada uang dan sungkan untuk meminta.

Buat ibu saya nilainya mungkin nggak seberapa, tapi buat mereka itu sangat membantu mereka untuk bisa bertahan hidup hingga akhirnya lulus kuliah. Mereka merasa itu bagian dari kesuksesan yang mereka raih sekarang.

Namun Ibu saya tetap rendah hati. Seolah-olah beliau pingin bilang, "ya sudah lah, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan isi kulkas yang kau ambil dulu".


Saya yakin banyak diantara kita mengalami hal yang sama dengan ibu saya ; memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu yang kita anggap sepele untuk orang lain, namun ada efek baik untuk orang tersebut di masa depannya.


Dan saya pun teringat Bazaf.


Siapapun yang membeli sesuatu di Bazaf, (beli bumbu halawa misalnya) sebagian labanya diinfaqkan ke Kuttab. 

Meski mungkin dari laba tersebut setelah diakumulasi dengan laba lainnya nilainya hanya sedikit dan hanya cukup untuk beli sapu atau keset, bukankah sudah punya andil dalam memberikan kenyamanan belajar anak-anak kita di Kuttab? 

Bukankah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam memerintahkan kita untuk tidak meremehkan kebaikan sekecil apapun itu?


Bukan tidak mungkin kelak diantara anak kita di KAF Jember ada yang jadi Ulama pengisi Majlis di Masjid Nabawi sebagaimana ust. Firanda & Ust. Abdullah Roy. 

Saat itu kita mungkin lupa dengan sumbangsih kecil kita untuk mereka berupa belanja di Bazaf yang labanya diinfaqkan untuk sekolah mereka. 

Tapi kalaupun kita ingat, mungkin kita hanya berkata dalam hati, "barakallah fiik nak, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan bumbu halawa yang pernah aku beli di bazaf dulu".


Bukan hanya Bazaf sebenarnya, ada pula PT. Ayo Kurban. 

Siapapun yang beli hewan untuk kurban/aqiqah disini, sebagian keuntungannya juga diinfaqkan ke Kuttab. 

Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti di rumah sakit kita bertemu dokter yang terlihat sedang me-murojaah hafalan qur'annya, dan ternyata dia salah satu dari anak kita alumni KAF Jember.

Saat itu mungkin kita lupa dengan sumbangsih kecil kita untuk mereka berupa pembelian hewan qurban yang labanya diinfaqkan untuk sekolah mereka. 

Kalaupun kita ingat, mungkin kita hanya berkata dalam hati, "barakallah fiik nak, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan domba klasik E bobot 30 kg yang pernah aku beli dulu".


Serupa dengan kedua bidang usaha sebelumnya, begitupun dengan Kedai Sholeh Juara. Siapapun yang makan disini, (menu "lele terbang ke bulan" misalnya) sebagian keuntungannya juga diinfaqkan ke Kuttab. 

Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti kita bertemu Project Manager pembangunan sebuah gedung pencakar langit, yang sedang mengawasi anak buahnya sambil berdzikir dengan ruas jarinya, dan ternyata dia salah satu dari anak kita alumni KAF Jember.

Saat itu kita mungkin lupa sumbangsih kecil untuk mereka berupa makan di kedai yang labanya diinfaqkan untuk sekolah mereka. 

Kalaupun kita ingat, mungkin kita hanya berkata dalam hati, "barakallah fiik nak, cukup Allah saja yang tau antara aku, kau dan lele..."


Sek sek, sebentar... Kenapa namanya "lele terbang ke bulan" ya? 

Ada yang sudah pernah tanya ke chef-nya?

 

Barakallah fiikum semuanya.


Buyung Eko.

Wali santri yang ikut mendoakan seluruh santri KAF Jember.

Kalau ada pertanyaan, "apakah anda cinta dunia?" 

Mungkin sebagian orang ada yang jawab iya, ada yang tidak.

Tapi kalau pertanyaannya, "apakah anda cinta discount, obral & harga murah?" 

Saya yakin jumhur manusia akan menjawab iya. 🤭

 

Penulis menjadi MC pada Kajian Ayah. Paling kanan.

Yah begitulah, harga murah itu memang sesuatu yang mempesona. 

Yang tadinya nggak niat beli, bisa berubah pikiran jadi beli. 

Bahkan harga murah bisa bikin kita bela-belain menempuh jarak sekian kilometer untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tersedia di warung depan mata kita.


Jujur, saya pun begitu. 

Setiap ingin membeli sesuatu, saya rela berlelah-lelah ria untuk berpindah dari satu outlet ke outlet lainnya sekedar untuk membandingkan harga. 

Kalau sudah begitu biasanya otak saya berjalan dengan cepat seperti angka-angka di stop watch lomba balap lari. 

Barulah setelah itu saya putuskan membeli yang mana.


Sampai suatu hari...


Beberapa tahun lalu saat istri lagi belajar jualan online, masih belum banyak supplier yang dia kenal. Akhirnya dia jual barang yang ada dulu. 

Tapi ya gitu, saat dia posting produknya di grup WA, barang jualannya ini kadang kalah bagus atau kalah harga dibanding reseller lainnya. 

Lantas apakah Ada yang beli? Ternyata ada ; Temen akrabnya sendiri.

Saat kami antar barang tersebut ke rumahnya, saya lihat istri dan temennya ini malah bercanda ria kaya lagi reunian.


Pernah juga kami belajar bikin sebuah makanan. Meski masih nggak PD dengan rasanya, kami tetap nekat posting makanan tersebut di status WA. 

Apakah ada yang japri? Alhamdulillah Ada ; temennya istri yang lainnya lagi. 

Dia pesan untuk konsumsi acara di sekolahnya. Padahal kami tau, ada temen lain yang sudah dikenal jualan makanan yang sama dengan kami, dan bisa ngasih harga lebih murah karena usahanya sudah jalan.

Setelah acaranya selesai, kami menemui temen yang pesan tersebut untuk nagih pembayarannya, lagi-lagi saya lihat istri dan temennya ini malah asyik ngobrol kangen-kangenan.


Saya pun penasaran, Kenapa temen-temennya istri ini mau beli jualan kami ya? 

Bukankah mereka juga ibu-ibu yang harusnya penuh perhitungan demi stabilitas keuangan rumah tangganya? 

Bukankah mereka harusnya lebih memilih makanan yang rasanya sudah pasti & lebih murah demi reputasi di tempat kerjanya? 


Setelah saya perhatikan cara mereka saat menyambut istri saya...

mungkin dengan cara ini mereka masih bisa menjalin pertemanan dengan istri saya yang sudah berjalan tahunan. 

Mungkin dengan cara ini mereka masih bisa bertemu langsung di dunia nyata dengan istri saya di sela-sela kesibukan & rutinitas mereka di rumah masing-masing.


Ya...ada hal lain yang lebih mereka utamakan dibanding mengejar harga murah. 

Pertemanan memang tidak bisa dikasih label harga...apalagi di discount.


Kebiasaan saya untuk mencari harga murah masih belum hilang. Cuma sekarang saya sudah sedikit paham, kapan waktunya nyari harga murah & kapan waktunya nyari maslahat.


Untuk kebutuhan sehari-hari, kami cukup beli di warung depan rumah saja, yang bila dilihat isi etalasenya seperti warung yang "hidup segan mati tak mau". 


Setelah dari pagi sampai malam saya sudah disibukkan dengan jualan dan ngurus anak, mungkin dengan cara ini saya masih bisa menyapa dan ngobrol dengan tetangga ini, orang terdekat yang ikut menjaga keluarga saya saat saya sedang tidak di rumah.


Untuk barang kebutuhan lain yang ndak ada di warung tersebut, kami beli di Bazaf. Bagaimana dengan harganya? Sama saja, kadang beberapa barang sedikit lebih mahal dibanding tempat lainnya. 


Tapi...mungkin dengan cara ini saya bisa punya ikatan bathin dengan wali santri lain, yang mana anak-anak mereka sehari-harinya ngumpul sama anak saya di sekolah ini.


Mungkin dengan cara ini, saya bisa belanja sambil berinfaq. Ikut berkontribusi untuk kuttab meski nilainya hanya seujung kuku.


Dan...mungkin dengan cara ini, salah satu bentuk terima kasih saya buat lembaga yang dengan ikhlas sudah susah payah mendidik anak saya... 

yang terbukti saat "belajar di rumah" selama pandemi, meski sudah berusaha susah payah juga, ternyata kami tidak sanggup, bahkan hanya sekedar untuk menjaga adab dan hafalan anak saya, yang sudah didapatnya susah payah dari Kuttab.


Semoga Allah menjaga hati dan keikhlasan kita semua.


Buyung Eko.

Wali santri & konsumen Bazaf.

Sejak Kepala KAF Jember meneruskan arahan dari pusat untuk menghentikan sementara KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di sekolah dan memulai program "belajar dari rumah" sekitar maret lalu, istri saya (Admin Bazaf) latah ikut membuat program "belanja dari rumah". 

Tujuannya agar KBM (Kegiatan Berjualan Macam-macam) milik Bazaf bisa tetap eksis. 🤭

 

Difotoin pak Ustadz

Untuk mewujudkan programnya, akhirnya beliau (si Admin Bazaf) ini menempuh dua langkah:

1. Memberlakukan sistem pesan antar (delivery), dan memboyong seluruh barang dagangan dari gedung Kuttab ke tempat tinggal kami di Tegal Besar untuk memudahkan pengiriman.

2. Secara sepihak mengangkat saya sebagai pengantar barang (kurir).


Mendapat tugas baru sebagai partner kerja di Bazaf (selain partner kerja di rumah), saya sih enjoy aja. Toh tugas mengantar barang ini bisa searah jalan dengan profesi saya yang juga berjualan keliling. 

Tapi selama menjalankan tugas ini, ada satu hal yang membuat saya merasa agak-agak gimanaaa gitu.


Setiap akhir bulan, istri saya merekap & menghitung ; "piro sih total batine dodolan bazaf iki"... atau dalam bahasa admin ; tutup buku.

Setelah laba berhasil dihitung, ada sebagian yang diwakafkan (ta'awun) untuk Kuttab. Lantas uang ta'awun itu dimasukkan ke dalam amplop dan saya yang disuruh ngantar ke Ust. Ina (Admin Kuttab).


Nah...saat mengantar amplop ini yang bikin saya mbathin ;

"Masya Allah keluarga besar Kuttab ini ya, bahkan untuk urusan jual beli kebutuhan sehari-hari pun mereka masih mengejar pahala jariyah". 


Yaa...dengan laba yang diwakafkan ke Kuttab, mereka berusaha mendapatkan pahala yang bisa terus mengalir meski kita sudah di alam kubur. 

Dan...saya bersyukur bisa ikut ambil bagian di situ.


Setiap saya mengantar barang pesanan pembeli, saya merasa seperti sedang menjemput amal sholeh orang-orang tersebut. 

Dan saat mereka membayar, seolah-olah saya sedang menyerahkan pahala jariyah tersebut kepada pemiliknya.


Sampai saat ini, secara nominal, memang masih belum banyak jumlah uang yang berhasil Bazaf ta'awunkan untuk Kuttab setiap bulannya. Namun tak patah asa dan tak putus doa, semoga Bazaf terus tumbuh, berkembang dan berbuah, hingga bisa terus berkontribusi untuk Kuttab.


Dan untuk saya pribadi, berharap kelak ketika Allah Ta'ala menimbang seluruh pahala keluarga besar Kuttab tersebut di Mizan, saya bisa berkata...

"Ya Allah, itu dulu saya yang ngantar."


Semoga Allah memberkahi kita semua.


Buyung Eko

"Pengantar pahala" Bazaf Jember.

21 Agustus 2020

Tantangan dan ancaman kaum kafir Quraisy terus merintangi dakwah selama di Mekkah. Allah memerintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke Madinah.


Di tengah gemuruh hati meninggalkan bumi Allah yang paling dicintai-Nya, Rasulullah melantunkan do’a: “ Segala puji bagi Allah yang telah menciptakanku dan sebelumnya aku bukanlah apa-apa. Ya Allah kuatkanlah aku menghadapi teror dunia, rintangan-rintangan tahun, dan musibah siang dan malam. Ya Allah temanilah aku dalam perjalananku, berilah pengganti untuk keluargaku yang aku tinggalkan, berkahilah apa yang Engkau berikan kepadaku, tundukkanlah aku kepada-Mu, luruskanlah akhlakku, buatlah aku mencintai-Mu dan janganlah Engkau buat aku tergantung kepada manusia.”(Sirah Nabawiyah)


Kemudian Rasulullah dan Abu Bakar Ash Shiddiq berjalan dengan perlindungan Allah meninggalkan gangguan orang-orang musyrik. Meski Rasulullah telah menempuh sebab-sebab keselamatan/ikhtiar, tapi beliau tidak pernah bersandar pada itu semua.  Beliau yakin sepenuhnya kepada Allah, bahwa Allah pasti akan menolong hamba yang berjuang di jalan-Nya. Beliau senantiasa berdo’a dengan do’a yang diajarkan oleh-Nya, “Dan katakanlah (Muhammad), “Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan pula aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolongku.” (QS. Al Isra’:80) 


Dalam ayat ini, Allah mengajarkan kepada Rasulullah agar beliau berdo’a dengannya dan agar umatnya belajar bagaimana berdo’a kepada Allah dan bergantung sepenuhnya kepada-Nya, termasuk dalam perjuangan hijrah di jalan Allah. Tidak perlu merasa takut ataupun khawatir ketika kita memilih berhijrah dalam ketaatan kepada Allah. Sebagaimana Rasulullah menenangkan Abu Bakar ketika beliau merasa khawatir saat berada di dalam gua. Diriwayatkan dari Abu Bakar, beliau berkata kepada Nabi, “Sekiranya salah seorang dari mereka (kaum musyrik & kafir Quraisy) melihat di bawah kaki mereka, pasti mereka melihat kita.” Lalu Rasulullah bersabda, ” Wahai Abu Bakar, bagaimana menurutmu jika kita berdua dan yang ketiganya adalah Allah?” dalam riwayat lain, “Tenanglah Wahai Abu Bakar, jika kita berdua, maka yang ketiganya adalah Allah.” (HR. Bukhori)


Dan benarlah, Allah menolong Rasulullah dan Abu Bakar yang berada di dalam gua melalui tentara-Nya, laba-laba yang membuat sarang di mulut gua. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad. “Bahwasanya orang-orang musyrik berjalan menelusuri jejak sehingga ketika mereka sampai di gunung Tsur, terjadi perselisihan di antara mereka, kemudian mereka menaiki gunung dan melewati gua. Orang-orang musyrik melihat di atas pintu gua terdapat jaring laba-laba kemudian berkata, ‘Jika ada seseorang yang masuk ke dalam gua ini pasti tidak akan ada jaring laba-laba di atas pintunya.’


Demikianlah perjuangan hijrah Rasulullah dari Mekkah menuju tempat yang mendukung bagi ketaatan di jalan Allah, Madinah al Munawwaroh. Tempat yang menjadi titik awal terbitnya fajar kejayaan Islam. 


Meski besar pengorbanannya, meski berat perjuanganya, meski godaan nikmat dunia harus digadaikannya, tapi keyakinan akan janji Allah dan bisyarah Rasulullah menjadi energi yang menggerakkan langkah hijrah menuju ridho-Nya.


“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar kalau mereka mengetahui.” (QS.An Nahl: 41)


Semangat muharram seharusnya menginspirasi kita untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan di hadapan Allah. Hijrah untuk berubah menjadi lebih baik lagi, lebih taat lagi, agar kita menjadi orang-orang yang beruntung, selamat dunia dan akhirat, “ Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah orang yang beruntung, siapa yang hari ini keadaannya sama dengan hari kemarin maka dia merugi, dan siapa yang keadaannya hari ini lebih buruk dari kemarin, maka dia celaka.“

 

Semangat Muharram. Semangat perjuangan Rasulullah dan para sahabat menjadi inspirasi hijrah yang tak kan pernah padam. Keteladanan untuk terus-menerus meningkatkan ketaatan. Meninggalkan kecintaan duniawi kepada apa-apa yang Allah cintai. Harta, keluarga, bahkan nyawa menjadi taruhannya. Semua dikorbankan untuk membuktikan besarnya cinta kepada Allah semata. Termasuk perjuangan meninggalkan riba, memilih keluar dari pekerjaan yang tidak diridhoi-Nya, meninggalkan kemaksiatan dan segala apa yang Allah larang merupakan wujud berhijrah di jalan Allah. 


Kisah Rasulullah dan Abu Bakar menjadi penguat keyakinan kita, agar kita tidak merasa takut, khawatir, ragu ataupun sedih atas apa yang kita tinggalkan. Yakin akan pertolongan Allah untuk hamba yang berhijrah di jalan-Nya.


“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  QS. An Nisaa’:100



Wahai generasi yang bermodal keyakinan, berharap kebesaran, mari perbanyak bekal untuk senantiasa berhijrah di jalan Allah. Semangat muhasabah dan terus berbenah. Luruskan niat setiap perjuangan agar bernilai lillah. Sebagaimana Rasulullah dan para sahabat dalam berdakwah.. Berjuang berhijrah. Hingga Islam bercahaya ke seluruh penjuru dunia begitu indah.


“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nur ayat 55)


Ketika Islam bercahaya, semua akan menikmati indah naungan syariat-Nya. Ketenangan hidup dengan nafas Islam, kejernihan berfikir sebening mata air, rahmat dalam segala aspek kehidupan, bahagia dalam keridhoan-Nya dan surga menjadi akhir kenikmatan kekal selamanya.


"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda, dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar." (QS at-Taubah [9]: 20-22).


Hempaskan setiap lelah, jadikan janji Allah sebagai penguat di saat iman turun melemah. Yakinlah bisyarah Rasulullah tak pernah salah. Kita hanya perlu bersabar atas perjuangan yang sejatinya hanya sebentar. “Barangsiapa bersabar dengan kesusahan yang sebentar, maka ia akan merasakan kenikmatan yang panjang” (Thoriq bin Ziyad)


Ya Allah bimbinglah kami..

Oleh: Weta Nur Rohmah

Abul Jasad adalah ayah secara jasad, fisik dan biologis. Karena dari perantara ayah dan bunda anak lahir ke dunia. Perhatian dan perawatan terhadap anaknya hanyalah terkait dengan fisik dan kesenangan dunia yang fana (sementara dan rusak).

Sekolah tradisional oleh Numa Marzochi de Belluci, kemungkinan merupakan Kuttab


Sifat dunia yang tidak kekal ini atau fana sebenarnya bisa dirasakan saat masih hidup, tidak usah menunggu meninggal dunia. Orang senang makan nasi padang kalau hanya sesekali, tapi kalau tiap hari? Orang senang tidur, kalau tidak terus-menerus. Begitupun orang membayangkan akan selalu senang jika cita-citanya tercapai. Namun, berbeda saat menjadi kenyataan. Orang berfikir akan selalu senang saat mendapat harta, kedudukan, jabatan, kendaraan dst. Kenyataannya tidak selalu demikian saat semua sudah didapat. Apalagi ditambah niat yang keliru. 


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah memperingatkan dalam haditsnya dari Zaid bin Tsabit :


مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ


“Barangsiapa yang menjadikan dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan dunia melebihi dari apa yang Allah tuliskan baginya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan atau selalu merasa cukup dalam hatinya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“


Dalam hadits tersebut, orang yang menjadikan dunia menjadi tujuan utama dan niatnya di dalam berbuat sesuatu maka Allah memberi hukuman dengan mencerai-beraikan urusannya, urusannya tidak ditolong Allah hingga lupa ibadah, mendapat apapun tidak pernah cukup dan ia hanya mendapatkan tidak melebihi dari yang ditetapkan oleh Allah. 


Ayah abul jasad menanamkan hal-hal tersebut kepada anak-anaknya. Menanamkan cita-cita yang kerdil dalam menuntut ilmu supaya dapat pekerjaaan, hidup enak, mudah punya jabatan dst. Anaknya juga dimanja dengan seabrek fasilitas, yang menurutnya membuat anak senang atau bahkan menaikkan level strata sosial. Padahal itu adalah kesenangan sementara yang cepat bosan dan justru menyusahkan orang tua. 


Mengapa seorang ayah menjadi abul jasad?.  Karena standar berfikirnya adalah manfaat. Baik dan buruk baginya patokannya adalah manfaat secara materi. Padahal, seharusnya umat Islam standar baik dan buruknya adalah ridha Allah.  Karena Allahlah yang tau sedangkan manusia tidak mengetahui. Sebagaiman firmannya :


(كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهࣱ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰۤ أَن تَكۡرَهُوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ خَیۡرࣱ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰۤ أَن تُحِبُّوا۟ شَیۡـࣰٔا وَهُوَ شَرࣱّ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ)

[سورة البقرة 216]


Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.


Jadi, ukuran baik dan buruk bukan asas manfaat, tren, dibenci atau disukai manusia dsb. Allah sudah menegaskan bahwa dirinya yang mengetahui, sedangkan manusia tidak mengetahui. 


Darimana ayah medapatkan standar seperti itu? 

Ada banyak yang mempengaruhi ayah dalam hal standar baik dan buruk. Pertama, televisi. Televisi menayangkan sinetron sinetron glamor yang tidak mendidik. Ghibah ghibah artis yang sama sekali tidak penting bagi keluarga muslim. Kecuali hanya menjadi penambah dosa dan pastinya mempengaruhi ukuran baik dan buruk. Apalagi isi pertelevisian di negeri ini kebanyakan terkait percintaan, pamer kekayaan, pacaran, pernikahan, perceraian dan begitu seterusnya. 


Kedua adalah gadget. Telepon genggam android yang hampir semua orang punya saat ini sangat berpengaruh terhadap pola pikir termasuk standar baik dan buruk bagi ayah. Di dalam hp terhimpun banyak hal, mulai kitab-kitab, surat kabar online hingga status teman. Berita atau status teman yang dibaca tidaklah ada yang netral. Semua membawa sudut pandang, bukan fakta semata. Balasan di akhirat juga hanya ada dua, yakni surga dan neraka. 


Ketiga adalah teman. Teman ayah sangat berpengaruh terhadap cara pandang ayah terhadap sesuatu. Karena antar teman itu saling mempengaruhi. Bahkan di dalam hadits bisa mempengaruhi agamanya. Untuk mengetahui seperti apa ayah, bisa dilihat temannya. Berteman dengan penjual parfum, dapat harumnya. Berteman dengan pande besi, minimal dapat bau asapnya yang tidak sedap. 


Disamping ayah abul jasad, ada juga ayah abuddin. Ayah abuddin adalah ayah dari sisi agama atau bisa disebut juga aburruh (ayah dari sisi ruh). Abuddin sebenarnya gelar untuk guru dalam Islam. Karena gurulah yang mengantarkan santri sampai kepada Allah. Jika Abul jasad hanya memikirkan kebutuhan fisik, sandang, papan dan pangan, maka  abuddin adalah ayah yang memikirkan kebutuhan ruh anak. 


Ayah abuddin tidak hanya mencari nafkah untuk anak. Tapi juga memberi makanan ruh dengan ilmu, iman dan akhlak akhlak mulia. Dia menanamkan standar baik, buruk dan kebahagiaan adalah ridha Allah. Tujuan di atas segala tujuan adalah ridha Allah (غاية الغاية مرضات الله). 


Jika ayah abul jasad begitu perhatiannya memastikan kecukupan anaknya makan tiap hari bahkan hingga 3 kali sehari. Maka ayah abuddin akan mengusahakan kecukupan isi untuk ruh anak. Anak yang tidak makan akan lemas, tapi anak yang tidak diisi ilmu agama bukan hanya berbahaya dalam hal dunia bahkan justru akhiratnya. 


Imam al-Ghazali, mengutip pernyataan Imam Fath dalam kitab Ihya'nya :


 قال فتح الموصلي رحمه الله : أليس المريض إذا منع الطعام والشراب والدواء يموت؟ قالوا بلى. قال كذلك القلب إذا منع عنه الحكمة والعلم ثلاثة أيام يموت 


“Imam Fath al-Mushuli rahimahullah berkata, Bukankah akan mati jika ada orang sakit yang tidak mendapatkan makan, minum, dan obat ?  Mereka pun menjawab, Iya benar, akan mati. Begitu juga hati, ketika tidak mendapatkan hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka hati akan mati. 


Bagaimana jika ayah tidak bisa mengajari? 

Ajarilah walaupun hanya sekedar mengajarkan huruf hijaiyah, syahadat, rukun islam, rukun iman atau kalimat kalimat thayyibah. Ayah tentu harus mengupgrade ilmu agama sebagai tebusan dulu tidak mempersiapkan secara baik dalam hal ilmu agama. Padahal, menikah bukan hanya tanggungjawab masalah belanja tapi, menjaga keluarga dari api neraka. Semua itu didapat dengan faham ilmu agama. Itulah orang orang yang Allah kehendaki kebaikan baginya. 


Apabila ayah mampu menggabungkan tanggungjawab sebagai abul jasad dan aburruh maka sempurnalah tanggungjawab pada keluarga. Anak akan ingat pesan pesan ayah untuk mendekatkan diri pada Allah. Sebagaimana ulama terdahulu ingat pada guru-guru nya bahkan mendoakan gurunya baik di luar shalat atau dalam shalat sebagaimana yang Imam Ahmad dan Imam Yahya mendoakan gurunya Imam syafi'i. 


Namun, berbeda jika mejadi ayah abul jasad, saat ayah meninggal bukan sibuk mendoakan, malah bertengkar gara-gara fitnah warisan harta.


Oleh : Herman Anas 

Dipandu Ustadz Dr. Ainur Rhaien, M.Th. I

Setiap hari Jum'at pagi jam 07.30

Di Kedai Sholeh Juara
 

Mengenal Kuttab

Kuttab ialah Lembaga pendidikan anak-anak usia 5 – 12 tahun yang mulai diaplikasikan sejak bulan Juni 2012, yang kurikulumnya menitik beratkan pada Iman dan Al-Qur’an. Kurikulum yang dirumuskan dalam diskusi rutin sejak 5 tahun silam dan dijadikan modul-modul panduan dalam pembelajaran. Lembaga yang menggali kurikulumnya dari kitab-kitab para ulama berlandaskan Al-Qur’an dan Assunah. Lembaga Pendidikan yang memprioritaskan tahapan pendidikan.


Konsep kuttab bukanlah hal yang baru, hanya sudah terlalu lama sejarah peradaban ini terbenam oleh debu-debu zaman. Al-Fatih berusaha untuk mengawali membuka kembali lembaran – lembaran sejarah itu yang terlipat. Maka lahirlah di tahun 2012, bermodal keyakinan berharap kebesaran.

POSKU

Blog ini dikelola oleh Persatuan Orangtua Santri Kuttab (POSKU) Al-fatih Jember

Kontak kami

Address: Jl. Kartini 52 Jember (Depan Upnormal) | Telp: (Penanggung Jawab) 0895-362-303030 / 0822-3376-9000

Denah

Denah
Klik kanan > Open image in new tab