20 Juli 2021

Oleh: Gilig Pradhana 

"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".

 

Salah satu domba gemuk di peternakan AyoKurban dari Wuluhan Jember. Dijual melalui https://kurbaninaja.id/

Sebuah ayat dari Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 27 mengisahkan tentang dua macam pengurbanan, bukan tentang bentuknya, melainkan tentang kualitasnya.

 

Habil mencontohkan kurban yang terbaik, sedangkan Qabil justru memilih yang terburuk. Keduanya memang sama-sama berkurban, tapi ternyata tidak semua kurban diterima.

 

Apakah Kurban Kita Akan Diterima

 

Itulah yang harus menjadi pertimbangan saat kita memilih kurban. Dan ini bukan hanya di momen spesial, melainkan dalam keseharian kita.

 

Tatkala kita mendengar panggilan adzan, apakah kita akan memenuhinya dengan bersegera sholat atau bersantai-santai hingga ke ujung iqomah?

 

Saat kita melihat saudara semuslim membutuhkan bantuan, akankah kita membagi rizqi baik yang kita nikmati atau merogoh recehan di lipatan dompet?

 

Di kala berseteru dengan sahabat, apakah kita yang akan datang mendahului mencari keridhoan atau menunggu-nunggu di rumah menganggap diri selalu benar dan yang lain selalu salah?

 

Kita memiliki "ismail" dalam diri kita masing-masing.

 

Ada yang merasa berat dengan keluarganya, sangat mencintai istrinya, gemar menghitung hartanya, membangga-banggakan pekerjaannya, enggan berpisah dengan HP nya, semua kecintaan itu akan menjadi salah satu ujian yang akan diambil oleh Allah untuk melihat mana yang lebih dicintai; apakah Tuhan ataukah karunia-Nya?

 

Kurban Pilihan Para Nabi

 

Setiap kali diberikan pilihan beramal, para Nabi selalu memilih yang terbaik. Domba kurban Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wa salam adalah yang gemuk. Namun tidak hanya dalam masalah hewan, Nabi Musa alayhi salam ketika diberi pilihan apakah memberikan mahar berupa bekerja 8 tahun ataukah 10 tahun, beliau memilih yang sempurna, yakni 10 tahun.

 

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa 'alayhissalam untuk memilih 70 orang terbaik di antara Bani Israil, kemudian ia (Musa) memanggil mereka agar menghadap-Nya untuk bermunajat dan menerima Taurat,  maka Nabi Musa 'alayhissalam bersegera memenuhi panggilan-Nya.

 

Karena cinta dan rindunya kepada Rabb-Nya, Nabi Musa 'alayhissalam meninggalkan kaumnya di belakang.

 

Maka, ketika telah sampai, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepadanya:

 

وَمَا اَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى  ِ قَالَ هُمْ أُلئِي عَلَى أَثَرِي وَ عَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى

 

"Mengapa engkau datang lebih cepat dari kaummu wahai Musa ?" Musa menjawab: "Mereka sedang menyusul aku dan aku bersegera kepada Mu, wahai Rabb ku agar Engkau ridha kepadaku."

 

Kesempurnaan beramal inilah yang harus kita jadikan semangat, sebagaimana ayat “Fastabiqul Khoirot” (QS Al-baqarah 148), berlomba-lomba dalam kebaikan. Tentunya bila orang sedang berlomba, dia selalu berusaha menjadi yang nomor satu. Untuk itu tenaga yang dikerahkan akan sekuatnya, di ujung batas tertinggi, dan itulah maksud dari “semampunya”.

 

Balasan Kebaikan

 

Hari ini adalah hari yang sangat baik untuk memulai perlombaan itu. Marilah kita pacu diri dengan imbalan Allah atas amal sholih kita.

 

Ibunda Hajar alaiha salam, dalam terik panas kehausan, berlari dari Shofa ke Marwa bolak-balik demi mendapatkan tanda-tanda kehidupan kemudian di puncaknya diganjar Allah dengan zam-zam, yang penuh berkah tidak hanya buat sang ibu dan anak, bahkan untuk miliaran umat Islam di sepanjang zaman. Lahirlah syariat “sa’i” yang diikuti para jamaah haji dari tahun ke tahun meniru apa yang dilakukannya. Pahala para jamaah itu mengalir kepada ibunda Hajar, satu per satu, terus mengalir hingga entah kapan.

 

Ayah dan anak, nabi Ibrahim dan nabi Ismail alayhuma salam, berkurban nyawa, sebuah pengurbanan yang paling berat dalam sepanjang sejarah manusia. Dan perintah itu ditunaikan dengan sempurna, kemudian diganjar Allah dengan domba yang besar, kemudian lahirlah syariat berkurban yang diikuti pula oleh kaum Muslimin sepanjang zaman. Setiap ampunan yang dianugerahkan kepada setiap bulu hewan kurban, mengalir pula untuk sang teladan.

 

Maka marilah berkurban…

 

Mungkin dari berkurban waktu tidur kita di malam hari, untuk bangun sholat tahajjud… barangkali akan menjadi teladan bagi anak cucu kita, yang pahalanya Allah alirkan juga kepada kita.

 

Bisa juga dari kebiasaan kita bersusah-payah mengumpulkan keluarga di waktu maghrib, untuk mengajarkan mereka Al-Qur’an… mungkin akan menjadi inspirasi, di antara anak cucu kita ada yang menjadi guru mengaji, dosen bahasa Arab, ulama tafsir yang mengajar ummat, kemudian Allah perkenankan pahala-pahala mereka abadi untuk kita.

 

Kurban apa pun itu, niatkanlah ikhlas untuk Allah, dan berikanlah yang terbaik, bukan yang asal-asalan. Karena kalau Allah ridho… balasannya akan jauuuh… lebih baik dari apa yang telah kita kurbankan.

 Ya Allah bimbinglah kami...

Wallahu a’lam bish showab.

 Oleh: Ustadzah Weta Nur Rohmah



Hari itu pekan terakhir sebelum para santri memasuki liburan semester.


Mereka berdialog tentang moment istimewa yang bertepatan pada pekan kedua bulan depan saat mereka mulai memasuki tahun ajaran baru.


"MasyaaAllah, sebentar lagi kita masuk bulan Dzulhijjah ya teman-teman.”


"Iya, ndak kerasa ya, ana rindu 2 tahun lalu kita bareng-bareng menyaksikan penyembelihan hewan qurban, membagikan dagingnya ke warga sekitar dan masak sate terus makan sate bareng-bareng.”


Benar, 2 tahun lalu para santri menyaksikan penyembelihan hewan qurban dan turut membagikannya kepada warga sekitar Kuttab. Serta merasakan masak dan makan sate bersama-sama. Namun tahun lalu, memasuki pandemi, mereka tidak diikutsertakan. Sontak terlihat raut sedih menyelimuti wajah mereka. 


Saya mencoba mengalihkan dengan mengingatkan mereka pada kisah istimewa di bulan Dzulhijjah.


"Anak-anak, ada yang masih ingat ndak kisah yang melatarbelakangi peristiwa qurban? ” yang kemudian dijawab antusias oleh mereka. 


"Kisah Habil dan Qabil, Ustadzah.”


“Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, Ustadzah.”


"MasyaaAllah.. betul semua nak. Allah mengabadikan kisah Habil dan Qabil dalam surat Al Maidah ayat 27, dimana Allah menerima qurban dari Habil dan tidak menerima qurban dari Qabil.”


Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”


"Kenapa Allah menerima qurban Habil dan tidak menerima qurban dari Qabil, Ustadzah?”


"Karena Habil mempersembahkan qurban terbaik dengan dilandasi ketakwaan pada Allah nak, sedangkan Qabil memberikan qurban dengan kualitas yang buruk dilandasi kesombongan. Sedangkan Allah hanya menerima qurban dari orang-orang yang bertaqwa.”


“MasyaaAllah berarti kita harus mempersembahkan amalan terbaik di hadapan Allah ya Ustadzah. Seperti yang diteladankan Nabi Ibrahim dan Ismail juga. Kan Nabi Ibrahim sudah lama menginginkan seorang putra, eh pas sudah besar diperintahkan untuk disembelih, tapi masyaaAllah beliau tidak membantah perintah Allah.” Seru salah seorang santri, yang kemudian ditimpali oleh temannya.


  "Ismail juga keren ya Ustadzah.” sembari ananda membaca terjemahan surat As Shaffat ayat 102,

 "Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."


Semua santri berbarengan mengucapkan, “MasyaaAllah.. MasyaaAllah.”


"Nah, anak-anak kita bisa mengambil pelajaran besar dari kisah-kisah beliau, adakah yang mau menyebutkan apa saja inspirasi yang bisa kita ambil?”


"Ana ustadzah” salah satu santri mengacungkan tangan. 


“Dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, kita harus memberikan perngorbanan dan perjuangan terbaik. Gak boleh biasa-biasa aja, apalagi yang sisa-sisa.”


Santri lain turut mengacungkan tangan, 

"Kita harus sami'na wa atho'na sama perintah Allah. Harus bersabar menjalankan semua perintah Allah."


"MasyaaAllah betul semua nak, mari senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan ketaatan terbaik, bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, mengamalkan dan mensyiarkannya.”


“Termasuk bagi yang mampu berqurban, maka qurban ini juga merupakan bentuk pendekatan kita kepada Allah, sebagaimana hadist Nabi, “Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi)


"Nah, nanti ana mau tanya ke Bunda udah persiapan beli  hewan qurban apa belum."


Langsung ditanggapi oleh teman-temannya.. 

"Jangan lupa belinya di ...."


Yang disambut senyum bahagia oleh seluruh teman-temannya. 

Akhirnya suasana kembali ceria.


#catataniman

#qonuni1&2akhwat

Oleh: Ustadzah Weta Nur Rohmah




Hari itu mereka belajar mutun tamhidi Al Adzkar wal Adab 

Hadist yang pertama. 


مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ


“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim) 


Mereka bersemangat mengamalkannya, dengan mengupayakan talaqqi mendatangi majelis ilmu, ada yang dengan berjalan kaki, ada yang naik sepeda kayuh dengan jarak yang cukup memerah peluh, ada yang mengendarai sepeda motor dan mobil karena jarak rumah yang sangat jauh. 


Semuanya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, Ayah Bunda bangun lebih awal mempersiapkan semua keperluan. Menyediakan sarapan dan mengondisikan segala yang mendukung putra-putrinya hadir majelis ilmu. 


Semoga setiap langkah kaki, setiap kayuhan sepeda, setiap tetes bensin kendaraan yang menghantarkan ananda menempuh jalan menuntut ilmu akan menjadi jalan yang memudahkan ananda beserta keluarga menuju surga-Nya.


Semoga ketundukan, ketegaran hati dan keridhoan kita dalam mengiring ananda menuntut ilmu, berbuah petunjuk, serta balasan indah berlipat-lipat dari-Nya.


"Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal kebajikan yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebih baik kesudahannya" (QS. Maryam: 76)


“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad: 17)


Di moment Dzulhijjah ini, hari-hari terbaik, semoga segala perjuangan, pengorbanan dan ketataan terbaik yang kita persembahkan mendapatkan ridho dan keberkahan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala


Dengannya, semoga Allah menjaga, melindungi dan melimpahkan pertolongan pada kita semuanya. Seluruh saudara kita, kaum muslimin di manapun berada. 


Seringkali kami dilanda rasa bersalah karena tidak bisa membantu dengan harta benda maupun jiwa raga, namun mudah-mudahan do'a anak-anak di majelis ilmu serta kesungguhan mereka dalam menuntut ilmu menjadi jalan pertolongan dan perlindungan Allah bagi kita semua. Khususnya menjadi jalan yang memudahkan meraih ridho dan surga-Nya. 


Untuk keluarga besar Kuttab yang saat ini sedang sakit, ataupun menghadapi ujian lainnya, maafkan kami yang hanya berkata-kata tanpa membantu apa-apa, perkenankan kami menyampaikan salam serta do'a dari para santri untuk panjenengan semua. Semoga Allah melimpahkan pahala atas kesabaran, memberikan kesehatan serta keberkahan untuk panjenengan semua. 


Ya Allah, jagalah kami..

Oleh: Ustadzah Agustina

Sesaat setelah majelis kisah berakhir, santri kuttab awal 1B berkumpul kembali di sisi pojok kiri masjid Nurul Muhajirin. Ini adalah tempat yang biasa mereka gunakan untuk bermajelis ilmu bersama teman-teman dan ustadzah. Mereka terlihat menggeser-geser sendiri posisi duduk mereka, seakan-akan mengingat perkataan ustadzah, bahwa ketika di majelis ilmu baiknya lutut satu bertemu dengan lutut temannya yang disamping.

Majelispun dibuka, disusul dengan pertanyaan ringan dari ustadzah.



"Nak, tadi saat berkisah ustadz menyampaikan bahwa menuntut ilmu itu akan memudahkan jalan kita kemana nak?"


"Surga......" 

mereka serempak menjawab dengan semangat


"Nah, siapa diantara kalian yang ingin masuk surga?"


Dengan segera merekapun  mengangkat tangan seraya berkata 

"Ana ustadzah..."


"MasyaAllah, coba ustadzah ingin tahu, kenapa kalian ingin masuk surga?"


Satu persatu santri pun ditunjuk, dan satu persatu jawaban polospun terlontarkan.


"Ana ingin masuk surga karena di surga banyak makanan ustadzah"


"Ana ingin masuk surga, karena di surga ada semuanya ustadzah"

Mungkin maksudnya semua keinginan manusia tersedia di surga... MasyaAllah


"Ustadzah ana ingin masuk surga karena surga itu luas ustadzah"

MasyaAllah, seolah dia meyakinkan bahwa seberapa banyak orang yang akan dia ajak ke surga, tak akan membuat surga terasa sesak.


Dan tibalah giliran santri akhwat yang mengacungkan tangan


"Ustadzah ana ingin masuk surga, karena ana ingin bertemu dengan istri Rasulullah yang bernama khadijah"


MasyaAllah jawaban itu terlontar dari seorang santri yang namanya sama dengan istri pertama Rasulullah. Terlihat sekali bahwa dia paham betul bagaimana kemuliaan bunda Khadijah🥺


Tidak lama dari itu, santri akhwat yang lain juga menjawab

"Ustadzah ana ingin masuk surga karena ana ingin berkumpul dengan teman-teman ana yang sekarang bersama dimajelis ilmu, dan juga ingin bertemu dengan Rasulullah"


Ya Allah, keindahan surga sudah menancap kuat dihati mereka. Hingga kata lelah seolah mereka sembunyikan agar cita-cita mulia mampu mereka raih.

Semoga mereka menjadi penyejuk hati bagi semua orang disekitarnya, dan semoga Allah mudahkan langkah mereka untuk menggapai tempat terindah yang mereka impikan.


#MOKAHariKe4

#KuttabAwwal1B

Oleh: Ustadzah Lini Astutik


Beberapa kali kami jumpai ketika waktu kudapan tiba, ada salah satu santri yang tidak membawa kudapan karena santri tersebut sedang berpuasa sunnah. 




Saat kudapanpun saya meminta ananda untuk membaca atau agak menjauh dari teman-temannya yang tidak berpuasa. Untuk melatih santri lainnya dalam menjaga adabnya dihadapan orang yang berpuasa dengan tidak makan dihadapannya.


Ternyata ananda tetap ingin bersama teman-temannya disaat kudapan meski sedang berpuasa. 


Masyaa Allah pemandangan seperti ini tidak hanya sekali, dua kali kami jumpai. Bahkan hampir setiap senin kamis dan hari-hari dimana disunnahkan untuk berpuasa ananda juga berpuasa. 


Tak pernah kami melihat keinginan dari ananda untuk membatalkan puasanya. Padahal ananda termasuk santri yang jarak rumah ke kuttab sangatlah jauh. Dari pagi sekitar pukul 05.00 hingga 05.30-an ananda harus bersiap-siap menanti jemputan. 


Belum lagi waktu kegiatan belajar dan kegiatan lainnya di kuttab hingga pukul 12.30 dilanjutkan   belajar mengaji sampai sore hari sekitar pukul 16.00. 


Masyaa Allah belum pernah kami dapati ananda mengeluh untuk membatalkan puasanya dikala seusianya belum mampu menjalankan puasa sunnah. Ananda senantiasa istiqomah menjalankannya.


Bahkan dihari-hari puasa sunnah lainnya seperti puasa syawal dan puasa lainnya kami perhatikan ananda menjalankannya. 


Masyaa Allah. . Sungguh iri hati ini ingin bisa istiqomah  seperti ananda. 


Sehingga muncul keinginan untuk berdialog dengan ananda. Saya menanyakan motivasi yang bisa memperkuat ananda menjalankan puasa sunnah.

 

Ternyata dorongan kuat ananda berpuasa sunnah adalah keteladanan dari orang tua yang tak pernah lelah memberikan contoh untuk ikut berpuasa sunnah.


Teladan dan dorongan dari Ayah Bundanya yang tak kenal lelah memberi contoh kepada ananda. Walaupun bunda tidak ikut berpuasa karena kondisi hamil tetapi bundanya berperan aktif membangunkan maupun memasakkan.


Sosok ayah juga senantiasa ananda teladani. Tidak cukup itu teladan yang ananda dapatkan. Di kelasnya pun ananda sering mendapati salah satu ustadz yang masyaa Allah beliau  istiqomah berpuasa sunnah. Sehingga bisa menjadi teladan bagi santri-santri beliau. 


Benarlah apa yang disampaikan di dalam Al Qur'an surat Luqman ayat 13-16. Tentang peran orang tua terutama ayah dalam hal mendidik anak.


Dan sesungguhnya dalam mendidik anak, yang dibutuhkan tidak hanya ilmu, tetapi contoh teladan baik dari orang tua sebagai pendidik di rumah juga membutuhkan teladan di sekolahnya untuk memperkuat keimanan santri dalam mengamalkan ilmunya demi menggapai rido Allah subhanahu wa ta'ala..


Ya Allah Bimbinglah kami...



#AdabSebelumIlmu

#ImanSebelumQur'an

#KA_3

#semesterlalu

 ابو الانبياء إبراهيم عليه السلام وأساليبه فى تربية ابنه 



بقلم : حرمان أنس

                               Oleh : Herman Anas 

أستاذ القرأن كتاب الفاتح جمبر


الله سبحانه وتعالى يقول فى القرأن العظيم فى سورة الممتحنة الاية الرابعة والسادسة جعل ابراهيم عليه السلام اسوة حسنة او مثل الاعلى للمؤمنين لمن كان يرجوا الله واليوم الاخر. فلابد للمؤمنين ان يجعلوا مثل الاعلى ولا  يبحثونه الاخر. 

لان ما نص واخبر فى القرأن العظيم فهو نجا فى الدنيا والاخرة وأما الذين فى خارج القرأن فكيف نتبعوهم كافة والله لا يضمنهم.

نتبعوهم فيما وافق القرأن والسنة فقط. 

فكيف ابراهيم عليه السلام فى تربية ابنه ؟

 

١. تفضيل او تخيير الزوجة الصالحة 

فى تربية الان يبحثون تربية الاولاد ولكن ينسون فى استعدادها والاسلام يهتم فى استعداد تربية الاولاد بل منذ تخيير الزوجة الصالحة. كما فعل ابراهيم عليه السلام فى تقبيل سيدة حجر عبد الصالحة 


٢. الدعاء

 لقوله تعالى رب هب لي من الصالحين الصافات ١٠٠

والدعاء مخ العبادة . الدعاء استدعاء العبد ربه العناية، واستمداده إياه المعونة، وإظهار الافتقار إليه، والبراءة من الحول والقوة، وهو وسيلة من الوسائل التي يتوصل بها العبد إلى مطلوبه من ربه تعنى ذرية صالحة


٣. أسوة حسنة 

لقوله تعالى قد كانت لكم أسوة حسنة في إبراهيم والذين معه إذ قالوا لقومهم إنا برآء منكم ومما تعبدون من دون الله كفرنا بكم وبدا بيننا وبينكم العداوة والبغضاء أبدا حتى تؤمنوا بالله وحده إلا قول إبراهيم لأبيه لأستغفرن لك وما أملك لك من الله من شيء ربنا عليك توكلنا وإليك أنبنا وإليك المصير الممتحنة ٤

كما فى المقالة لسان الحال افصح من لسان المقال



٤. اختيار البيئة الحسنة 

لقوله تعالى 

ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع عند بيتك المحرم ربنا ليقيموا الصلاة فاجعل أفئدة من الناس تهوي إليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون ابراهيم ٣٧

كماقال الشاعر : عن المرء لاتسأل وسل عن قرينه فإن القرين بالمقارن يقتدى


٥. تكلم بحسن الكلام مثل نداء إبنه 

لقوله تعالى 

فلما بلغ معه السعي قال يا بني إني أرى في المنام أني أذبحك فانظر ماذا ترى قال يا أبت افعل ما تؤمر ستجدني إن شاء الله من الصابرين الصافات ١٠٢


٦. الحب لله 

عند ما أمر ان يذبح ابنه ففعلوا ذلك الامر  راضيا بأمر الله.  كقوله تعالى

فلما بلغ معه السعي قال يا بني إني أرى في المنام أني أذبحك فانظر ماذا ترى قال يا أبت افعل ما تؤمر ستجدني إن شاء الله من الصابرين الصافات ١٠٢


٧. مع ذريته فى العبادة 

لقوله تعالى فى القرآن العظيم 

واذ يرفع إبراهيم القواعد من البيت وإسماعيل ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم

سورة البقرة ١٢٧


٨. همة عالية واستعداد ذريته ليتكون الامام 

لقوله تعالى

وإذ ابتلى إبراهيم ربه بكلمات فأتمهن قال إني جاعلك للناس إماما قال ومن ذريتي قال لا ينال عهدي الظالمين. البقرة ١٢٤


جمبر،  ٩ ذو الحجة ١٤٤٢

03 Juli 2021

Di rumah orang tua mendidik agar anak patuh kepada guru. Dan di sekolah guru mendidik agar murid berbakti kepada kedua orangtuanya. Pendidikan yang saling melengkapi.







Orang tua harus menjaga izzah guru di hadapan anak. Demikian pula guru harus menjaga izzah orang tua di mata santri. Kali ini mari kita bahas sedikit lebih fokus kepada peran guru, namun bukan terhadap murid, melainkan peran guru terhadap orang tua murid. 


Memang sudah tugas guru mendidik muridnya. 

Namun jikalau guru berhasil menyentuh sang ayah... 

Maka betapa dahsyat muridnya kelak!

Karena ia akan memiliki dua guru, di sekolah dan di rumah

Karena ayah bemakna teladan, kasih sayang, dan doa


Maka para guru...

Ajaklah ayah berbicara tentang anak

Barangkali, sudah lama tidak ada lagi yang mengajak mereka berbicara

Dunia sudah menganggap mereka "seharusnya tahu" semuanya


Bayangkan betapa besar dan beratnya peran orang tua. Kita meng-angka-kan hingga mencapai 60% bagian pengaruhnya terhadap anak. Artinya, kalau orang tua mengantarkan anak ke sekolah dengan kondisi sudah terisi 60% itu, maka alangkah mudahnya tugas guru, yang hanya menyelesaikan 20% sisanya (20% lagi adalah pengaruh lingkungan).


Kesadaran berpikir seperti ini akan mendorong guru untuk lebih banyak berkomunikasi dengan ayah dan ibu, tidak lagi sekedar membatasi hanya kepada murid. Ya! Wujudkan ruang konsultasi (saluran dimana orang tua bisa bertanya), giatkan diskusi (dudukkan orang tua sebagai rekan berbagi ilmu sekaligus belajar dari mereka), jalinlah kolaborasi (bekerja sama berbagi peran dalam posisi masing-masing). 


Dalam keadaan tertentu, guru mendapatkan kesempatan istimewa untuk diidolakan murid lebih daripada orang tuanya sendiri. Bukankah sering kita mendengar orang tua yang berkomentar, “Omongan orang tuanya tidak didengarkan, tapi kalau gurunya langsung dilaksanakan.” Ini bukan pernyataan iri,, tapi sekedar menyampaikan fenomena. Salah satu hal yang melatarbelakanginya adalah karena di rumah anak melihat bagaimana akhlak orang tua yang sesungguhnya. Sedangkan di sekolah anak melihat akhlak guru yang telah dipersiapkan. 

Nah, kesempatan ini baik sekali dipergunakan guru untuk mendukung peran orang tua di rumah. Maksudnya, kalau guru mengangkat wibawa orang tuanya, maka hal tersebut akan mendorong di anak untuk berbakti kepada orang tua sepulangnya di rumah nanti.


Jangan sampai sepulang dari sekolah 

anak membenturkan apa yang dilakukan orangtua dengan nasihat gurunya

Karena orang tua adalah pintu surga bagi anaknya 

seberapapun tingginya kedudukan guru. 

Jaga lisan kita dan bantu anak untuk hormat dan taat pada orang tua.


Membenturkan? Bagaimana maksudnya?

Contohnya, ketika murid membaca doa makan "Allahumma bariklana..."

Kemudian Guru langsung melompati nasihat tanpa tahapan, "Itu bid'ah, Nak, yang benar bismillah" 

Meski nadanya lembut, tapi polanya menyalahkan

Maka ketika ayah di rumah berdoa, anak kemungkinan besar meniru cara berdakwah guru dengan langsung menyalahkan.


Atau yang langsung…

Ketika santri bertanya, "Ustadz... Tapi di rumah ayahku biasanya begini."

Dijawab, "oh itu kan pendapat ayahmu Nak... Kalau menurut ulama begini..."

Meski ilmiah… dapat dipertanggungjawabkan…

Namun kita tidak menghendaki anak belajar menggunakan dalil tapi untuk menjatuhkan orang tua


Lalu bagaimana?

Inilah seni berdakwah yang perlu dilatih, karena dari guru santri akan belajar menjadi ahli dakwah yang luwes sebagaimana pesan baginda Nabi, “Mudahkanlah dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka, jangan membuat mereka menjadi lari”.  Mudah-mudahan segera disambung dalam tulisan selanjutnya… Wallahu a’lam bish showab.





Di tengah-tengah lingkaran kami duduk-duduk itu kemudian Ayah meletakkan beberapa lembar daun dan segelas air. Kemudian beliau memberi tebakan, "Bagaimana caranya mencampur ini dan ini lalu diolah menjadi susu...?"


Kontan wajah anak-anaknya melongo, saling bertolehan. Memang bisa? Serius ini?


Tapi anak-anak yang duduk di Kuttab Qonuni sudah paham. "Diberikan ke sapi!" 


Ayah tak mudah menyerah, "Tidak semua sapi bisa. Sapi jantan tidak akan pernah bisa, jadi hanya yang betina." Semuanya berpose seperti Ooo... Maka ayah pun menambahkan, "Tapi tidak semua betina, melainkan yang barusan melahirkan saja." Moncong anak-anaknya semakin bundar, Ooo...


"Jadi coba bayangkan, rumput... air... jadi susu. Ajaib bukan?" Ayah merendahkan suaranya sembari mendekat, "Dan belum pernah ada seorang manusia pun yang bisa membuat susu sendiri. Itu artinya tidak mungkin..."


Salah satu dari kami mencoba melucu, "Bagaimana dengan ibu hamil?"

"Maksudmu setelah melahirkan?" Ayah mengoreksi, "Sama saja. Kalau susu ASI hanya keluar di saat Allah menetapkannya, yakni setelah kelahiran. Bukan terserah ibunya. Padahal kan badan-badannya sendiri, kenapa tidak bisa memproduksi sendiri?"


"Dengar! Masih ada lagi..." Sambung Ayah bersemangat. "Ada berapa air yang kita kandung dalam tubuh?"

Kami mencoba menghitung... keringat? air liur? darah? eh... pipis? 


"Mana air yang sampah, harus dibuang?" Kami menjawabnya kompak.

"Mana air yang bukan sampah, dibutuhkan tubuh, tapi tidak bisa diminum?" Kami terus berebut menjawabnya.

"Mana air yang untuk diminum?" Tanpa kesulitan, semuanya terjawab.


Ayah memasang nada rendah yang sama, biasanya untuk menekankan poin yang penting atau kesimpulan. "Bayangkan... kalau saat menyusu yang keluar adalah pipis, saat berkeringat ternyata darah, lalu yang mengalir di pembuluh kita adalah susu... Pernahkah ada yang tertukar begitu?" Pertanyaan retoris ini membuat anak-anak menggeleng.


"Betapa telitinya Allah yang memisahkan semuanya itu. Padahal kalau diserahkan urusannya kepada kita, tertukar sekali saja bisa gawat urusannya."


Kemudian Ayah mengeluarkan gelas-gelas susu, "Nah... ayo kita minum!"


"Aku mau!!!"


Kali ini, tegukan susu menjadi sangat berharga. Alhamdulillah....

25 Januari 2021

PERPUSTAKAAN dan buku-buku adalah simbol kemajuan ilmu pengetahuan dan tingginya peradaban. Cinta buku, gemar membaca, dan banyak menulis buku adalah ciri-ciri masyarakat yang maju dan memiliki peradaban yang tinggi.



Islam pernah mencapai puncak kejayaan, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan banyaknya perpustakaan. Dahulu, banyak perpustakaan Islam berdiri. Salah satu perpustakaan raksasa yang pernah dimiliki dunia islam adalah Baitul Hikmah atau Bait Al Hikmah. Baitul Hikmah atau Rumah Kebijaksanaan adalah perpustakaan peninggalan Islam yang berada di Kota Baghdad, Irak.


Perpustakaan ini dirintis pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Lalu disempurnakan putranya, Khalifah Al Makmun. Pada masa Harun Al-Rasyid, perpustakaan ini bernama Khizanah Al-Hikmah. 


Banyak Ilmuan dan penerjemah hebat bekerja di lembaga ini, baik muslim maupun non muslim. Mereka menerjemahkan buku-buku atau naskah-naskah asing ke dalam bahasa Arab. Kemudian, para ilmuan melakukan pengkajian dan menyampaikan pendapat serta penjelasan atas buku-buku yang sudah diterjemahkan tersebut.


Pada tahun 815 M, Sultan Al Makmun mengubah nama Khizanah Al-Hikmah menjadi Bait Al Hikmah. Sultan Al Makmun juga mengembangkan mengembangkan lembaga ini. Baitul Hikmah digunakan secara lebih maju dan tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan. 


Perpustakaan ini digunakan untuk menyimpan buku-buku dari berbagai penjuru dunia, seperti Persia, Bizantium, bahkan Etiopia dan India. Baitul Hikmah juga menjadi pusat pengkajian dan penelitian dalam berbagai bidang. Seperti Matematika, astronomi, kedokteran, kimia, geografi, dan zoology. (Sumber: Buku Mengenal Bangunan Bersejarah Peradaban Islam di Dunia)


Bermodal Keyakinan Berharap Kebesaran,


Kuttab Al-Fatih Jember memiliki Perpustakaan bernama Baitul Hikmah, semoga dengan nama tersebut, memperoleh keberkahan seperti perpustakaan Bait Al Hikmah, bisa menjadi pusat pengkajian dan penelitian berbagai ilmu. 


Perpustakaan Baitul Hikmah


Terbuka untuk Umum, buka setiap hari Senin-Jum’at pukul 07.00-11.00.


Untuk mempermudah peminjaman, Ustadz/ah bisa meliahat referensi buku-buku perpustakaan Baitul Hikmah disini http://bit.ly/PerpustakaanKAFJember

21 Januari 2021

Ini tahapan yang perlu direnungkan oleh juru dakwah di bidang pendidikan,

Diriwayatkan dari Mu’adz ibn Jabal bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

اسْتَعِينُوا عَلَى إِنْجَاحِ حَوَائِجِكُمْ بِالْكِتْمَانِ، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ

“Berusahalah untuk mewujudkan hajatmu dengan menyembunyikannya, karena setiap orang yang mempunyai nikmat akan mendapatkan sikap hasad dari yang lain”. HR Thabrani 

Tulisan ini diperoleh dari status FB Kang Irvan Noviandana dengan sedikit tambahan

Sebuah nasihat mengatakan:

مِنْ وَهْيِ الْأَمْرِ إِعْلَانُهُ قَبْلَ إِحْكَامِهِ

“Termasuk kerapuhan sebuah rencana adalah mengumumkannya sebelum mengerjakannya dengan sempurna”. (al-Raghib al-Ashfihani: al-Dzari’ah ila Makarim al-Syari’ah).

Ini nasihat yang sangat tepat khususnya bagi para juru dakwah di zaman fitnah. Karena sebuah kebaikan apabila besar, maka biasanya memerlukan waktu yang sangat lama untuk ditumbuhkan. Jangan sampai saat baru menanam benih sudah dipatuk oleh hewan atau dijadikan mainan anak kecil. Kebaikan perlu dipagari agar terlindung kuat dari bahaya, sampai nanti menjadi pohon besar, orang dewasa sekalipun tidak mudah merobohkannya.

Kalau mendirikan sekolah, sekedar ada, daripada nggak ada, lebih baik ditutup saja. Apalagi kalau sekolahnya sudah meminjam label Islam, menerima guru-guru Muslim, maka tanggung jawabnya besar, karena Islam itu “ya’lu wa la yu’la alayhi” Lha kalau ternyata sekolah Islam tidak tampil sebagai yang terbaik di atas semua sekolahan, apalagi sampai biasa-biasa saja, maka bisa jadi umat kehilangan kepercayaan, bukan cuma kepada sekolahnya tapi kepada konsep Islamnya.

Kuttab, konsep sekolah dalam sejarah Islam, sederhana namun menekankan hal yang terpenting dalam pendidikan

Coba bayangkan, bila di sekolah diajarkan ilmu, tapi di tingkat yang sama, ilmu tersebut sudah dicapai jauh di sekolah lain… sampai-sampai di sekolah Islam itu menjadi dikenal masyarakat sebagai tempat yang “mutu ilmunya rendah” maka apakah kita tidak disebut bertanggungjawab karena ikut berandil buruknya citra sekolah Islam? Apalagi kalau yang rendah justru masalah mentalitasnya.

Apakah sekolah Islam itu cukup hanya dengan kewajiban berjilbab, membaca Al-Qur'an, dan tambahan pelajaran agama fikih? Sedangkan kedisiplinan beribadah rendah, semangat berjuangnya loyo, apalagi sampai kemproh alias jorok. Apakah layak menyandang kebesaran Islam?

Sekolah yang seperti ini, apa mau dilanjutkan? Mending itu tadi… ditutup saja!

Kalau tidak mau ditutup, ya harus dikejar idealismenya, menjadi sekolah terbaik, tertinggi, dalam bidang yang memang menjadi perhatian sekolah tersebut.

Belum muncul pertanyaan? Ya. Seharusnya Anda bertanya, caranya bagaimana?

Tentu akan panjang kalau dirinci di sini, tapi kuncinya adalah, buka lembar sejarah. Dulu sekolah-sekolah Islam telah menghasilkan ulama-ulama besar. Namanya Kuttab. Jangan terpatok pada namanya, tapi bagaimana konsepnya, itu lebih penting. Kita tinggal meniru, dan mengulangnya kembali. Ternyata, untuk itu pun butuh upaya besar. Selamat belajar!

Dalam sebuah kajian bersama Ustadz Adian Husaini, beliau bercerita pengalaman pribadinya, yang bisa dijadikan contoh kecil yang bisa berkembang menjadi sekulerisme. 

Di beberapa pesantren boarding, terdapat jadwal kegiatan santri. Dimulai tahajud jam 03.30 pagi, sholat subuh berjamaah, taklim, mandi dan lain-lain... Tertulis jam 7.30 dimulai KBM, ustadz Adian Husaini bertanya, “Apa itu KBM?”

Wah, mengetes nih… 

“Kegiatan belajar mengajar, tadz.” Jawab Ustadz yang membina.

“Loh, apakah sejak tahajud tadi, anak sholat, tadarus, bersih-bersih, sarapan itu anak nggak belajar?” Ini berbahaya, karena anak beranggapan bahwa belajar itu saat masuk kelas untuk ilmu matematika, bahasa, sains, bukan saat berusaha menjadi orang baik dan taat.

Padahal justru itulah kegiatan intinya. Pendidikan adalah penanaman nilai-nilai kebaikan seperti cinta kejujuran, kerja keras, termasuk benci kemalasan, benci kelemahan, dan sebagainya. 

Menanamkan nilai Itu harus punya 4, 

  1. teladan, 
  2. pembiasaan, 
  3. motivasi, 
  4. penegakan aturan.

Seusai KBM berakhir, anak-anak berpamitan satu per satu. Hingga tiba giliran ananda terakhir, 



"Ustadzah, mohon do'akan Ayah dan Ibuk ana agar tidak mengeluh"


Saya kaget. "Lho kenapa nak?" 


"Ada apa dengan Ayah dan Ibuk antum?"


"Ibuknya Ayah ana (maksud ananda: Nenek) kakinya tidak bisa gerak karena dipotong sampai segini" sembari menunjuk bawah lututnya. 


Kala itu saya teringat cerita ananda beberapa bulan lalu, Nenek ananda menderita penyakit yang mengharuskan kaki beliau untuk diamputasi. 



Ya Allah, betapa diri ini diingatkan.. Bahwa ketika kita diuji, seharusnya kita memohon kepada Allah agar terus dikuatkan, untuk menghadapi dan menjalaninya.. Dengan ikhlas, sabar dan tidak mengeluh.. 


Saya terkesan dengan redaksi kalimat ananda, meminta do'a agar tidak mengeluh. Bahkan saya pribadi pun jarang terbersit untuk meminta do'a demikian, jika sakit pun seringnya minta untuk segera disembuhkan, jika kesulitan, seringnya minta untuk segera diberi jalan keluar. Jarang meminta untuk diberikan kekuatan menghadapinya, kekuatan agar lisan tidak mengeluh.. 


Terimakasih nak.. Atas pelajaran berharga untuk diri ustadzah.. 


Segala puji bagi-Mu ya Allah atas pengingat diri ini melalui  mereka..

 


Para Ayah sedang menyimak penjelasan teknik fisioterapi yang dipandu oleh Ustadz Aan. Kegiatan seperti ini sering diadakan untuk menjalin keakraban wali murid/santri sekolah.

Santri ikut menyuguhkan minuman untuk tamu sekolah


Kepekaan, lahir dari kejelian melihat peluang amal sholih kepekaan bisa ditumbuhkan dan dilatih berulang-ulang agar menjadi kebiasan, ketaatan otomatis tanpa perlu disuruh atau diingatkan..


Sekolah melibatkan santri berperan memuliakan tamu

Santri dalam sesi istirahat, berbagi bekal kudapan

"Ayuk sini dek Hasna ikut mbak ke kelas" 

Mereka berlatih menjalankan peran utama sebagai ibu, ummun wa rabbatul bayt. Belajar menjalankan 2 kewajiban sekaligus dalam 1 waktu, tholabul ilmi dan mengasuh, mendidik anak.. Ilmu yang tak akan pernah mereka dapatkan sekalipun di bangku kuliah, bersyukurlah nak disini kalian mendapatkannya.


Santri ikut mengasuh anak dari ustadzah.

Santri gemar membacakan buku untuk "adik-adiknya"


Kuttab ini, seperti rumah kita sendiri. 



Santri-santri ini, seperti anak-anak kita sendiri.


Dengan talaqqi, dialog iman tumbuh mewarnai. 


Dengan kisah, nasehat merasuk ke dalam hati.


Nampak kami lihat raut ceria mereka, 

Sesekali tawa renyah mengudara, 

MasyaAllah betapa bahagia.. 

Bersama ustadz-ustadzah mereka, 

Bersama Kawan-kawan mereka.. 


Bukan, bukan kami menantang corona,

Kami hanya yakin Allah pasti akan menjaga, 

Para penuntut ilmu di jalan-Nya, 

Dinaungi malaikat-Nya, 

Dido'akan seluruh makhluk semesta termasuk ikan-ikan dalam samudera.. 


Bermodal tawakkal, yakin akan segala ketetapan terbaik-Nya, 


Sungguh, besarnya rasa rindu kami tak terbendung lagi kala tak bersua, 

Ilmu terasa kering tanpa ruh kala raga tak saling berjumpa, 


Betapa nikmatnya duduk bersama, 

Dalam indahnya taman surga, 

Beriring khusnudzon, do'a serta ridho kita semua.. 


Karena kita adalah keluarga, 

Keluarga, bukan hanya di dunia. 

Keluarga, yang saling mengingat dalam do'a. 

Keluarga, yang tak saling menggibah dan mencari aib saudaranya. 

Keluarga, yang saling menguatkan dalam cita-cita. 

Keluarga, yang saling mencintai karena-Nya


Keluarga, se-Kuttab, se- Surga..



Oleh : Herman Anas


Pertanyaan di atas sangat penting untuk dijawab oleh seluruh umat Islam. Karena, di Prancis sana, bulan Oktober 2020 ada guru yang berani menghina Nabi dan Presidennya juga mendukungnya dengan dalih kebebasan. Sehingga,  sangat penting untuk dijawab pertanyaan di atas. Silahkan dijawab di dalam hati-hati masing-masing sebagai media muhasabah. 


Perlu diketahui bahwa jumlah umat Islam di dunia pada tahun 2019 adalah 1,9 miliar sebagaimana dikutip oleh koran online Pojoksatu dari channel YouTube TRT World berjudul “Visualised: World’s major religions from 1945-2019”. Jumlah kuantitas yang sangat banyak. Tapi, jumlah yang banyak ini tidak ditakuti oleh seorang guru dan Macron di Prancis. Maka, terjadilah penghinaan kepada Rasulullah dan mereka tidak meminta maaf. 



Penghinaan tersebut menunjukkan umat Islam tidak ditakuti, siapapun dia orangnya. Entah muslim tersebut sebagai Presiden, ormas, tokoh dll. Mereka semua tidak dianggap dan tidak diperhitungkan oleh musuh Islam. 


Benarlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ



Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)


Hadits ini memberikan informasi kepada umat Islam akan jumlahnya yang banyak, namun kualitas yang sangat rendah. Bahkan musuh tidak mempunyai rasa gentar dikarenakan umat Islam cinta dunia dan takut mati. Tapi, masih ada umat Islam, entah negara, ormas, partai politik dsb. yang masih bangga bahkan seperti sombong akan banyaknya jumlah. 


Mereka juga bangga saat tokohnya mendapat penghargaan, nobel, nama tokohnya dibuat nama jalan dst. Padahal hakikatnya tokohnya bahkan umat Islam secara keseluruhan tidak dianggap dan tidak memiliki wibawa dengan adanya kejadian penghinaan terhadap Nabinya. 


Sangat berbeda dengan zaman dahulu. Pada zamannya Sulaiman Al Qonuni, di Prancis sana tidak berani mengadakan dansa disebabkan surat yang dikirim oleh beliau.  Saat ini semua orang hanya bisa mengecam, mulai masyarakat biasa, ormas bahkan negara. Padahal negara punya perangkat dan kekuatan untuk menyelesaikan hal tersebut. 


Bagaimana solusinya? 


Kaum muslimin harus bertaubat agar penyakit cinta dunia bisa keluar dari hatinya. Selanjutnya, umat wajib mendalami agamanya, mulai keimanan, ukhuwah islamiyah, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan mengamalkannya. Sehingga umat meninggalkan bid'ah bukan hanya dalam ibadah mahdhah saja, tapi juga dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dst.


Maka, lahirlah generasi yang berkualitas. Mempunyai pemikiran Islam, sikap dan akhlak yang islami. Mereka peduli saudaranya tanpa sekat jarak dan tempat. Meskipun jumlahnya sedikit tapi ditolong oleh Allah. Gentarlah hati musuh-musuh Islam.

Pemateri:
Ustadz Budi Ashari, Lc


1. Memulai pendidikan harus dengan nama Allah 


بسم الله الرحمن الرحيم


(Awal al-fatihah dan ayat pertama al-Alaq)

Karena semua sesuatu akan mudah dan akan terlaksana hanya dengan izin Allah.


2. Hal yang paling pertama diajarkan kepada generasi ini adalah mereka mengenal Allah terlebih dahulu sebelum hal yang lain. Kita bisa melihat bagaimana pendidikan saat ini dimana mereka banyak mengetahui suatu ilmu tapi ketika mereka ditanya tentang Allah mereka tidak tau maka yang harus diajarkan dalam mendidik generasi adalah mengenalkan Allah kepada mereka, sebagaimana dalam surah ini Allah mengajarkan namanya yang pertama kemudian mengenalkan namaNya yang lain yaitu ar-Rahman dan ar-Rahim.


3. Mengajarkan generasi ini untuk mengingat nikmat2 Allah agar generasi ini pandai untuk bersyukur.

Dan ini adalah yg pertama diajarkan oleh Luqman al-Hakim kepada anaknya sebagaimana dalam surah Luqman ayat 12.

Dan ajarkan generasi ini untuk bersyukur dalam setiap keadaan baik dalam keadaan sulit maupun senang.

Ketika sulit kita ajarkan untuk mengucapkan:


الحمد لله على كل حال

Ketika mendapatkan nikmat mengucapkan:


الحمد لله بنعمته تتم الصالحات


4. Mengambil ruh pendidikan ini harus dari Allah selaku robbul alamin karena dasar kata robb yg brrti bertumbuh maka untuk menumbuhkan ruh kepada generasi ini harus dari sumbernya yaitu Allah.


(الحمد لله رب العلمين)


5. Dalam pendidikan ini harus ada tarbiyatul Aqidah 

Sebagaimana Rosulullah shallalahu a'laihi wasallam mengajarkan Abdullah bin Abbas aqidah sejak kecil. Sebagaimana dalam hadils disebutkan:


(إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله...)


6. Kemudian yang kedua adalah tarbiyatul Ibadah

Sebagaimana yang pertama dihisab dihari kiamat adalah shalat yang merupakan ibadah yang paling agung. Maka itulah yang harus pertama kali diajarkan dalam hal ibadah.


(إياك نعبد...)


7. Kemudian adalah tarbiyatul akhlak karena akhlak adalah buah dari ibadah makanya sangat disayangkan ketika kita melihat generasi saat ini dimana banyak sekali penghafal al-Quran namun adab dan akhlaknya masih sangat jauh dari nilai al-Quran itu sendiri dan akhlak yang paling utama adalah akhlak kita kepada Allah.

(...إياك نستعين)


8. Kemudian untuk mendidik generasi ini adalah selalu berdo'a karena do'a mampu mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin bahkan Allah mampu menjadikan sebuah akibat tanpa adanya sebab. 


 (اهدنا الصراط المستقيم.)


Dan dari ayat ini juga kita memahami bahwa doa yang paling pertama diajarkan dan harus kita amalkan adalah meminta untuk tetap berada di jalan yang lurus.


9. Kemudian yang selanjutnya adalah hasil dari pendidikan itu hanya ada 3 kelompok manusia yang pertama adalah orang-orang yang diberikan nikmat, kemudian yang kedua adalah orang yang dimurkai dan yang ketiga adalah orang yang sesat. Lalu bagaimana kita mengukur keberhasilan dalam pendidikan yang kita lakukan adalah sesuai yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir menafsirkan 2 ayat terakhir bahwa keberhasilan pendidikan adalah apabila melahirkan sebuah generasi yang berilmu dan beramal shaleh karena 2 golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut yaitu orag yang dimurkai adalah mereka yang mengetahui ilmu namun tidak mengamalkan, dan golongan orang yang sesat adalah mereka yang beramal tanpa ilmu. Sedangkan orang yang diberi nikmat adalah orang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya.


10. Pelajaran selanjutnya dari surah Al-Fatihah tentang pendidikan yang seharusnya kita jalankan adalah pendidikan melalui sejarah karena sepertiga isi Al-Quran adalah sejarah. Dan dengan sejarah maka kita akan mengetahui pola pendidikan dan keteladanan. Hal ini diambil dari ayat ke 6 dan ke 7.


Wallahu ta'ala a'lam.


Semoga bermanfaat dan menjadi bekal dalam mendidik anak-anak kita.

20 Januari 2021

Suatu hari dua tahun yang lalu, saya dan istri menemani adik perempuan saya yang sedang menderita penyakit berat. Saat itu sudah berjalan tiga bulan, dimana kondisi fisik dan psikisnya menurun secara drastis.


Seperti hari-hari sebelumnya, saya "kebagian tugas" mijetin badannya sambil bercerita lucu. Membuat dia tertawa menjadi kebahagiaan tersendiri buat kami yang melihat langsung bagaimana dia menahan rasa sakitnya.


Tapi entah bagaimana mulanya, saya dan adik saya memulai perbincangan serius dengan saling meminta maaf. Dia meminta maaf karena merasa sudah mengganggu waktu saya.

Sebaliknya, saya juga meminta maaf karena sudah jadi dulur yang lumayan sering bikin dia gregetan. Sebuah pengakuan yang selama ini sulit saya ungkapkan.


Sejak saat itu hati saya plong. Terasa sekali ada beban yang terlepas di hati saya. Begitu pun dengan dia.

Meski sungkan untuk menelpon langsung, tapi dia sering tanya ke ibu saya atau ke suaminya saat saya absen menjenguk.


Selasa malam di awal Desember, adik saya tiba-tiba meracau dan mamong. Setelah dibawa ke rumah sakit, kondisinya makin ngedrop hingga kritis sampai dua hari berikutnya. Dan selama itu pula saya menemaninya. Tapi tidak bercerita lucu lagi. Cuma bisa talqin dan baca Qur'an di sampingnya.


Jumat siang saya pamit ke ibu saya dan suaminya untuk pulang, mandi dan istirahat sebentar. Lantas sorenya saya dikabari lewat telpon kalau adik saya akhirnya pulang.


Beberapa hari kemudian ibu saya cerita, di jumat siang itu ternyata adik saya sempat melek, sadar dan memanggil dua nama, sebelum kembali kritis dan akhirnya meninggal.

Mudah ditebak, dua nama itu kalau nggak ibu saya dan suaminya, atau kedua anak perempuannya.


Tebakan saya salah. Ternyata yang dipanggil adalah...saya dan adik saya satunya lagi. Kami memang tiga bersaudara.

Dia masih ingat saudaranya sebelum pulang.


Maaf, saya tidak bermaksud melow. Bukan kebetulan kalau secara tanggal hijriyah, dua tahun meninggalnya adik saya bertepatan dengan acara mabit kemarin.

Ini yang membuat saya akhirnya teringat banyak hal.


Pernahkah jenengan melihat sebuah komunitas, entah motor, mobil, fansclub bola, atau apapun? 

Berangkat dari kesamaan hobi, mereka berkomunitas, menemukan kebahagiaan dan akhirnya merasa seperti keluarga.


Atau seperti saat saya tinggal di sebuah perumahan di Tegal Besar. Berangkat dari kesamaan tempat tinggal, merasa nyaman, lantas para tetangga yang berada di satu RT tersebut membentuk grup WA, yang deskripsi grupnya adalah "kita semua saudara."


Kira-kira itu yang kami rasakan di Kuttab.

Berangkat dari kesamaan tempat sekolah anak...berangkat dari harapan yang sama terhadap adab & keimanan anak...kami pun pelan-pelan masuk ke dalam komunitas keluarga besar KAF Jember ini.


Dan masya Allah...tidak hanya mengenal banyak nama dan rumahnya, namun banyak hal baik yang kami dapat dari mereka. Hal baik yang perlahan merubah perilaku kami.

Perlahan memang. Kami belum berubah total. Tapi saya tetap bersyukur. Karena setau saya, hanya ksatria baja hitam yang bisa berubah seketika. 🤦‍♂️


Kami mulai nyaman dan menemukan kebahagiaan.

Kami merasa Kuttab seperti sebuah keluarga.

Kami merasa semua wali santri seperti saudara.


Dan sebagai saudara...pada kesempatan ini kami mohon izin untuk meminta maaf kepada jenengan semua.

Tak perlu kaget dan bertanya, "Pak Buyung kenapa?"


Meski dalam hal ilmu, kami kalah jauh dengan para ustadz/ah di Kuttab, namun dalam hal seringnya bertemu dengan para wali santri, kami ada di urutan kedua...di bawah ustadzah Ina, sang Admin Kuttab, tentunya. 😬


Seringnya bertemu dengan "saudara-saudara" kami ini yang justru berpotensi menggoreskan luka di hati. Bisa karena salah ucap, perilaku, gestur tubuh & mimik wajah yang tidak menyenangkan, janji yang meleset, atau bahkan karena tulisan.


Yang lebih kami khawatirkan lagi adalah saat yang kami lakukan sudah kami anggap baik dan benar, namun ternyata salah di hati jenengan. Kami tak sadar telah meninggalkan luka.


Dan sebaliknya, saat hati kami yang terluka, insya Allah kami berusaha memaafkan. Karena dari pengalaman kami menyimpan kekesalan, hanya menghasilkan ghibah dan hasad.

Sudah uring-uringan nggak jelas, pahala kami hangus pula! 😰


Itulah kenapa kami meminta maaf. Tidak ada maksud lain. Agar hati ini plong. Dan agar kekesalan itu tidak tersimpan lebih dari tiga hari. Tidak menunggu awal Ramadhan atau pas lebaran untuk meminta maaf.


Kami berusaha tulus dan lapang dada dalam meminta maaf dan memaafkan. 

Bukan sekedar maaf lalu menjauh dan tak ingin bertemu lagi.

Bukan sekedar maaf tapi aras-arasen untuk berbincang lagi.

Agar kita bisa terus berkumpul. Bisa terus berbagi ilmu dan nasehat. Saling bercerita lucu, dan bertanya kabar saat lama absen tak bertemu.


Sekali lagi, maafkan kami, saudaraku. Tetaplah nasehati kami saat salah. Kalaupun saat itu saya terlihat kesal, yaaa...manusiawi lah. Insya Allah besok normal lagi, kok.


Dan terakhir...saya juga bersyukur pernah sholat bersama jenengan.


Saya pernah sholat bersama wali santri dan keluarganya, di rumahnya di daerah talangsari, saat saya kelilingan antar barang, kehujanan, dan mampir ke rumahnya untuk pinjam pakaian.

Saya juga pernah sholat di Masjid/Musholla, yang ternyata imamnya adalah wali santri : di perumahan taman kampus, perumahan griya taman asri, dan Masjid Al-Muttaqin.

Puncaknya adalah ketika bisa sholat qiyamul lail bersama saat mabit.



Lantas apa istimewanya? Bukankah sholat berjamaah bisa dengan siapa saja dimana saja?


Kita tidak pernah tahu bagaimana nasib kita di akhirat kelak. Bila nanti ternyata jenengan tidak menemukan kami di Surga, kami berharap jenengan mau menanyakan keberadaan kami kepada Allah, nggeh...


Saya teringat dengan tulisan seorang dokter di muslimafiyah[dot]com, yang mengutip hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam :


...Setelah orang-orang mukmin itu dibebaskan dari neraka, demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat.


Mereka memohon: "Wahai Tuhan kami, mereka itu pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji.


Dijawab (oleh Allah): ”Keluarkan orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka...


Kami berharap saat itu ada wali santri yang memanggil dua nama ini : pak buyung dan bu martin.

Semoga saat itu jenengan masih ingat kami...sebelum pulang ke Surga.


Rabbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah, wa qinaa 'adzaabannaar.

"Ya Allah, berikanlah kami keluarga besar KAF Jember kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat. Dan lindungilah kami semua dari siksa neraka."


Saudaramu...

se-Kuttab, se-Surga (aamiin)

Ayah & Bundanya Emil KA3C.

Meski dibarengi hujan yang cukup deras, sabtu siang itu saya berangkat ke rumah pak Susilo, yang menjadi titik kumpul rombongan Mabit Qowamah (Maqom). Sampai di sana, sudah banyak peserta lain yang tiba lebih dulu.



Saat bersalaman, saya lihat ada wali santri yang baru sekali ini jumpa dengan saya. Dengan penuh rasa hormat kepada beliau, kebetulan kedua wali santri ini sama-sama bertubuh gemuk. Tapi masya Allah, justru kelebihan fisik ini yang kelak jadi inspirasi kami semua di Maqom edisi ke-2 ini.


Saya pun menghampiri beliau. Yang satu bernama Pak Zayul, wali santri dari ananda Ahsan.

Salam hormat saya dan salut untuk beliau yang sudah berusaha datang, meski akhirnya tidak bisa meneruskan acara karena kondisi kurang fit. Syafakallah, pak.


Dan yang satunya adalah pak Heri, wali santri dari ananda Ibrahim.


Ba'da sholat ashar kami semua berangkat menuju lokasi di Wisata Boma, Gunung Pasang, Panti.  Setibanya di sana, satu persatu urutan acara yang sudah disusun panitia berjalan sebagaimana mestinya.


Sampai keesokan paginya, buat saya yang baru pertama kali ikut mabit, secara keseluruhan acara maqom ini sudah berjalan baik dan relatif lancar. Banyak ilmu yang didapat dari para pengisi materi, baik di sesi sharing maupun sesi kajian. Sesama peserta pun saling bercengkrama dan banyak nasehat yang terlontar. Butuh satu tulisan tersendiri untuk merangkum semua itu.


Tapi entah kenapa, di tengah keakraban yang terjalin, saya merasa masih belum dapat momen yang menyatukan hati seluruh peserta.

"Mungkin perasaan saya aja, kali", batin saya.


Setelah sarapan, kami pun berkemas untuk acara terakhir: berjalan menuju air terjun Tancak.


Sebelum berangkat naik, di parkiran saya melihat ada tulisan :

"aku selalu menunggu (yang katanya) indah pada waktunya".

Lantaran iseng, saya pun meminta pak Hadi untuk memotret saya dengan tulisan tersebut, yang terdengar indah namun menimbulkan tanya,

"apa pentingnya nulis ginian di tempat wisata?" 🤦‍♂️😓


Perjalanan menyusuri jalan tanah bebatuan, berliku & mendaki pun dimulai. Tidak ada pembagian kelompok. Semua berjalan bersama.

Saat start, saya berjalan bersampingan dengan pak Heri. Saya isi perjalanan dengan bincang dan tawa bersama peserta lain.

Namun berjalan waktu, bincang dan tawa itu pun semakin berkurang, seiring ngos-ngosan dan keringat yang semakin bertambah.

Kawan bersampingan saya pun silih berganti. Baik karena langkah mereka lebih cepat dari saya ataupun sebaliknya.


Di tengah perjalanan saya sempat bertanya kepada warga yang sedang ngarit rumput, 

"air terjun masih jauh, pak?"

"kira-kira 1,5 km, mas".

Meski dapat jawaban, saya masih kurang yakin dengan bapak ini, apakah kilometer yang dia gunakan sama dengan standar ukuran internasional, lantaran saya merasa nggak nyampe-nyampe. 🤦‍♂️


Sampai akhirnya di depan jalan menanjak nan curam, saya yang berjalan bertiga, bertemu dengan dua peserta lain yang berkeinginan untuk tidak melanjutkan perjalanan.

Saya yang sudah capek, mulai patah semangat & tergoda untuk ikut balik arah, meskipun suara deras air terjun sudah terdengar.

"daritadi jalannya nanjak tapi masih landai, itu aja udah bikin ngos-ngosan, lah ini curam, dan nggak tau seberapa jauh lagi!" pikir saya.


Di tengah kegalauan, seorang warga yang berjalan melewati kami, meyakinkan kami berlima kalau di balik jalan curam ini sudah masuk lokasi air terjunnya.


Kami pun akhirnya memaksakan diri naik. Dan benar... waterfall!! 

A L H A M D U L I L L A H


Saya segera bergabung dengan rombongan pertama yang sudah daritadi mandi air terjun duluan.

Puncaknya adalah ketika rombongan terakhir tiba. Dan...pak Heri turut serta di dalamnya!

Beliau disambut meriah. Tulus dari hati, kami salut melihat beliau berhasil sampai. Dan memang, akhirnya seluruh peserta berhasil sampai.

Pak Heri mengatakan pada saya kalau sepanjang jalan tadi banyak dibantu teman-teman. Tak lama beliau pun ikut nyebur, dan kami menemaninya sambil ber-"brig brig-gade gade"! ✊😀


Kami diliputi euforia. Meski wajah terlihat lelah, tapi rona bahagia tidak bisa disembunyikan. 

Semua berbasah-basahan di bawah air terjun di samping pelangi.

Kalau dalam dongeng jaka tarub yang mandi adalah bidadari, namun siang itu di Tancak justru "jaka tarub" dan teman-temannya yang asyik mandi. 🤦‍♂️


Siapa sangka momen happening itu terjadi di lokasi dengan ketinggian 985 meter dpl (diatas permukaan laut), yang mana semua peserta harus bersusah payah dulu mendaki.

Dan siapa sangka momen yang menyatukan hati seluruh peserta maqom kali ini adalah kehadiran pak Heri.


Sebelum turun pulang, kami sempatkan minum minuman hangat di warung satu-satunya di lokasi itu. Pemiliknya adalah bapak yang tadi meyakinkan saya di jalan tanjakan curam sebelum lokasi air terjun.


Dan...satu persatu hikmah pun bermunculan di hati dan pikiran saya...


- Kelelahan berjalan menanjak, meski tergolong landai, membuat saya merasa nggak nyampe-nyampe, dan patah semangat saat bertemu jalan yang curam. Akhirnya hilang keyakinan saya kalau di balik jalan curam tersebut air terjun sudah dekat, meski suara derasnya sudah terdengar.


Ini seperti gambaran jujur, bagaimana kurang sabarnya saya menghadapi ujian hidup dan masalah sehari-hari. Membuat saya patah semangat dan memilih menghindar saat bertemu masalah besar. 

Hilang keyakinan saya bahwa di balik kesulitan ada kemudahan. di balik kesulitan ada kemudahan. (maaf saya ketik dua kali).


"kalau ujian yang dihadapi terasa mulai banyak dan bertubi-tubi, itu tanda solusi (dari Allah) udah deket, pak buyung", nasehat ust. Gilig beberapa bulan lalu.

"iya ustadz, semoga", jawab saya.

"bukan semoga, tapi pasti!" balas beliau mantab, yang masih terngiang di telinga saya sampai hari ini.


Iya, keyakinan saya terhadap pertolongan Allah masih lemah. Berusaha keras tapi minim tawakkal, hanya menghasilkan lelah, tanpa petunjuk arah, dan akhirnya malah menghentikan langkah.

Meminjam istilahnya ust. Wiwit : saya harus me- muroja'ah lagi keyakinan saya. Karena masalah besar hanya diberikan kepada orang besar.


Sekarang saya paham maksud beliau berdua.


- Bapak pengarit rumput dan pemilik warung itu pun mengingatkan saya, bahwa sekeras apapun usaha saya mencapai air terjun, saya tetap butuh warga setempat yang paham daerah situ, untuk menunjukkan arah, dan untuk meyakinkan saya disaat lelah, kalau lokasi yang dituju sudah dekat.


Sekeras apapun usaha saya menyelesaikan masalah, saya tetap butuh para ahli ilmu, yang paham tuntunan solusi dari Sang Pemilik Ujian. 

Untuk mengarahkan langkah saya, dan untuk meyakinkan saya disaat hati lelah kehilangan harapan.


- Kisah pak Heri juga mengingatkan saya pentingnya kawan bersampingan & pentingnya saling membantu. 

Meski sama-sama lelah, ternyata saling membantu bisa saling menguatkan. 

Dan saling membantu itu membahagiakan satu sama lain.

Terbukti, momen happening tadi terjadi, justru saat kami semua melihat beliau berhasil sampai.


Itulah mengapa, bagaimanapun kondisinya, kita dianjurkan untuk bersama, berkumpul dan berkomunitas, khususnya dengan orang-orang sholeh.

Tidak lupa untuk mengambil peran dalam setiap kebaikan. Apapun kebaikannya.


Saya, dan mungkin juga jenengan... yang hari ini sedang menjalani hidup yang penuh bebatuan, berliku & mendaki... Saya percaya di balik lelah kita, Allah sedang siapkan tempat yang tinggi dan indah.

Asal bersabar, ikuti petunjukNya, dan yakin dengan pertolonganNya.


Dan saya selalu menunggu (yang pasti) indah pada waktunya.


Yaa hayyu yaa qoyyuum birohmatika astaghiits, ashlih lii sya'nii kullahu wa laa takilnii ila nafsii thorfata 'aiin.


Buyung Eko.

Peserta Maqom 2, bersama 29 ayah masya Allah lainnya.

Beberapa waktu lalu saya pindahan rumah. Atau lebih tepatnya: pulang kembali ke rumah sendiri. Karena rumah yang saya tempati selama 11 bulan terakhir di daerah Tegal Besar adalah rumah milik salah satu wali santri yang sudah berbaik hati mempersilahkan saya untuk menempatinya.

Jazakallah khair, barakallah fiikum. Semoga Allah memudahkan segala urusan jenengan, pak...🙏



Meski saat pindahan, harus diangkut dengan pick up 2 kali jalan (2 rit), tapi ternyata masih ada barang yang belum terangkut. Dan karena sisa barang tersebut tidak besar dan tidak banyak, maka saya putuskan untuk mengangkutnya dengan motor menggunakan tobos (tas sales).


Dua hari setelah pindahan, saya kembali ke rumah itu, lengkap dengan tobos untuk menuntaskan yang tersisa. Saat membuka pagar lalu masuk ke teras, saya pun dilanda baper. Saya memandangi tiap ruangan dan sudut rumah, sambil teringat kembali rutinitas yang biasa kami lakukan disana.


Saya pernah membaca artikel di rumaysho[dot]com, bahwa kelak di akhirat, bumi akan jadi saksi atas amalan kita. Dimanapun kita hidup, baik sekedar lewat, singgah, maupun menetap, bumi akan bersaksi apa saja yang pernah kita perbuat.


Itu artinya, rumah tegal besar yang pernah saya tempati itu tidak hanya sekedar jadi kenangan. Bumi di atas rumah itu berdiri kelak akan memberi saksi atas kelakuan saya selama tinggal disana.


Saya pun membayangkannya...

"ya Allah, buyung pernah memijat kaki istrinya di teras ini.."

Mungkin itu jadi berita baik di tengah ketakutan saya saat itu.

"...tapi mijitnya sambil ghibahin orang, ya Allah!"

Duh 🤦‍♂️...gak mungkin bisa mengelak saya saat itu. 😰


Beberapa hari kemudian (sabtu kemarin), tiba waktunya Kajian Orang Tua Santri (KOTS) yang diadakan kembali di Kedai Sholeh Juara. Kajian dibuat dua sesi, yaitu "khusus ayah" di pagi hari dan "khusus bunda" di siang harinya.


Dan...untuk pertama kalinya Bazaf gelar jualan di KOTS.

Buat kami, urusan hasil/omzet saat berjualan di kajian itu prioritas nomer sekian (tepatnya nomer dua sih 🤭)... karena nomer satunya adalah semoga apa yang kami lakukan selama KOTS kemarin tercatat sebagai amal baik dan diterima Allah Subhanahu Wa Ta'ala.


Melakukan tiga hal sekaligus: kajian, jualan dan beramah tamah dengan wali santri lain, membuat saya teringat dengan salah satu doa di rangkaian dzikir pagi,

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima."


Berjualan di momen kajian ditambah berkumpulnya para bunda di satu sesi yang terpisah dari ayah, tentu menghadirkan banyak cerita. Ditambah Istri yang selalu minta saya temani karena tidak bisa handle sendiri, (kecuali saat kajian berlangsung, sholat, dll) membuat saya lebih banyak ngumpul dengan para bunda dibanding dengan sesama ayah. 🤦‍♂️


Dan meski sudah berusaha jaga jarak, tapi masih tidak jauh-jauh dari kerumunan "emak-emak sholehah amazing" ini, kadang nggak tahan juga ikut nimbrung saat mereka bercanda.

Salah satunya saat istri saya menyerahkan salad ke salah seorang wali santri,

"mbak, mau bojo sampean tuku salad, iki jarene gae sampean"

Yang langsung disambut ciyee ciyee dari bunda lain di situ.


Saya pun nimpali, "beeuuh, suami qowwamah langsung praktekin ilmunya, rek"

Yang disambut senyum "sesejuk malam" dari sang bunda bersangkutan.


Malamnya pikiran saya menerawang. Saya pun kembali dilanda baper.

Teringat lagi dengan tiap sudut Kedai. Teringat lagi dengan rutinitas kajian yang biasa dilakukan disana. Teringat lagi dengan hal-hal baik yang ditunjukkan para wali santri sepanjang KOTS tadi. Teringat lagi dengan rumah Tegal Besar. Dan akhirnya teringat lagi dengan artikel yang pernah saya baca.


- Untuk bunda, yang saya lihat memasukkan uang infaq ke dalam kencleng dibalik kerudungnya...


Juga untuk bunda, yang menggratiskan produknya untuk oleh-oleh para tamu, meski dari panitia ada budget nya...


Tahukah anda, bumi di atas Kedai Sholeh berdiri, tempat dimana anda tadi berinfaq, dan tempat anda tadi berbisik-bisik dengan istri saya untuk menggratiskan produknya, kelak akan bersaksi atas keikhlasan anda?


- Untuk ayah, yang dua kali bolak balik Wuluhan-Jember demi membagi waktunya dengan jadwal lain...


Juga untuk bunda, yang datang ke kajian Ummahat di hari Jum'at, bersepeda motor dari Wuluhan, padahal tidak sewajib KOTS dan bisa live streaming...

Tahukah anda, bahwa istri saya terinspirasi oleh anda, wahai supermom's!


Dan tahukah anda, jalan sepanjang 30 km yang anda lalui dari rumah sampai Kedai Sholeh, kelak akan bersaksi atas semangat anda, wahai ayah bunda?


- Untuk ayah bunda yang datang ke KOTS, yang mau ikut lelah ambil bagian di acara ini, yang menyempatkan berbincang dengan sesama wali santri, yang menyempatkan membeli produk-produknya wali santri, yang kesemuanya ini demi ukhuwah...


Juga untuk ayah bunda yang datang ke KOTS, juga datang ke kajian Ummahat tiap Jum'at, dan juga datang ke Majelis Siroh tiap Ahad...


Tahukah anda, bumi di atas Kedai Sholeh berdiri, tempat dimana anda duduk menerima ilmu dan  berukhuwah, kelak akan bersaksi untuk anda, yang insya Allah memudahkan jalan anda ke SurgaNya?


- Untuk ayah bunda...pemilik Kedai Sholeh Juara...🥺 saya tidak tahu harus menulis apa.


Jazakumullah khair, barakallah fiikum.

Semoga Allah memudahkan segala urusan jenengan, pak... 🙏


Buyung Eko.

Wali santri, yang menulis di atas bumi Rambipuji.

Pernahkah ayah bunda membaca tulisan "dialog iman" yang ditulis & diposting oleh ustadz ustadzah di grup posku?

Insya Allah pernah ya.


Gambar dari https://parenting.dream.co.id/


Tulisan jujur dari ustadz ustadzah tersebut adalah hasil dialog langsung beliau-beliau dengan santri yang bersangkutan.


Jika kita yang membacanya saja sudah senang terharu, meski santri yang sedang diceritakan adalah bukan anak kita, apalagi dengan ustadz ustadzah yang berdialog langsung dengan santri tersebut. 


Melihat langsung anak didiknya tumbuh dalam keimanan, baik perbuatan maupun perkataan, adalah sebuah pencapaian, yang diistilahkan dengan "prestasi tak kasat mata".


Saya...yang bukan guru/ustadz...yang di Kuttab urusannya hanya seputar jualan, sebenarnya juga banyak menemukan dialog iman. Sama dengan para ustadz ustadzah di Kuttab, dialog tersebut saya dapat langsung dari santri yang bersangkutan.


Seringnya mengantar barang pesanan ke rumah ustadz/ah & wali santri membuat saya punya banyak kesempatan bertemu dengan para santri. Meskipun urusan saya dengan orangtuanya, -itupun hanya sebentar-, tapi tak jarang saya mendapat momen keimanan sang anak yang terjadi spontanitas.


Tapi ya begitu... Kadang ketika sudah sampai rumah, momen-momen yang saya dapatkan tadi tidak sempat tersimpan rapi dalam tulisan. Entah karena lelah, atau karena bantu istri ngurus si kecil. Akhirnya sebagian momen tersebut hilang terlupa lantaran kemampuan memory internal kepala saya menyusut dari 128 GB di masa muda, sekarang tinggal 500 MB saja. 🤦‍♂️


Di kesempatan ini, saya mohon izin untuk menuliskan kembali sebagian momen-momen tersebut yang masih teringat.

Hanya saja, berbeda dengan ustadz ustadzah yang tidak menyebutkan nama santri saat menuliskannya di grup posku, -tentu dengan berbagai pertimbangannya-, kali ini saya terang-terangan menyebut nama santri-santri tersebut.


Dan satu lagi... Ketahuilah ayah bunda semua, saya tidak berkecil hati ketika anak saya sendiri belum terlihat perilaku keimanannya saat bersama saya.

momen-momen seperti ini saya ceritakan kembali justru sebagai mood booster saya untuk lebih menaruh perhatian lagi dalam mendidik anak.

Momen-momen ini juga yang bisa mengembangkan senyum di wajah saya, yang paginya masih wajah nivea namun siangnya jadi wajah "nave-ya" (kenape ya?) karena bercampurnya keringat dengan partikel debu. 🙋🏿‍♂️

Dan momen-momen ini pula yang buat saya mencintai Bazaf, meskipun mengelolanya dan menumbuh kembangkannya tidak semudah itu, ferguso...


- Saya pernah ke rumah Bianca (qonuni 1), karena bundanya adalah salah satu supplier Bazaf. Sambil nunggu barang pesanan saya diambilkan, saya menemukan kardus bekas kurma yang ada tulisan si ananda.

Isinya? Dia menulis nama, alamat dan nama orangtuanya, lengkap dengan cita-citanya. 

Apa cita-citanya? Dokter penghafal Qur'an!

Saya tersenyum dan memakai kardus itu buat kipas-kipas, lalu berbisik menatap ke langit, "kabulkanlah ya Allah..."


- Saya pernah titip barang untuk bundanya Alifah di rumah ust. Weta. Saat itu bertepatan dengan jam pulang santri. Setelah para santri qonuni akhwat ber-salam-an dengan ust. Weta, lantas sang ustadzah menyuruh anak-anak didiknya tersebut untuk mengucapkan salam juga kepada saya. 

Salah satunya Sabrina.


Dengan kedua telapak tangannya yang saling menempel 🙏🏽 dan wajah yang malu-malu dia menyapa,

 "assalamu'alaikum pak buyung, bagaimana kabarnya hari ini? Semoga pak buyung dirahmati Allah"

Saya lupa kalimat persisnya. Tapi kira-kira begitu. 


Saya tersenyum sumringah melihat keberaniannya dan doa yang diucapkannya... dan spontan saya pun menjawab, "wa'alaikusalam, alhamdulillah, trima kasih ya, sayang".


Tapi segera saya ralat, "trima kasih ya nak".


Saya sampai lupa, kalau dia bukan anak saya. 🤦‍♂️


- Saya pernah mengantar pesanan bundanya Faqih (qonuni). Saat itu bertepatan dengan waktu sholat isya. Saya pun sholat di musholla dekat rumahnya. Saya dapati Faqih disitu, bahkan ayahnya yang jadi imam.


Setelah salam, saya clingak clinguk lihat Faqih sudah tidak ada, saya langsung berdiri untuk menyusul dia ke rumahnya.

Ternyata sang anak sedang sholat ba'diyah di belakang dekat pintu musholla.


Saya tersenyum. Kali ini senyum malu.

Seolah diingatkan... untuk tidak melupakan sunnah meski lagi sibuk urusan dunia.


- Dan momen terakhir, di Masjid Al-Ikhwan.

Saya datang untuk menemui Nizar. Sambil menunggu di luar masjid untuk mengambil barang titipan bundanya, saya lihat ada dua anak Kuttab Awal berlarian ke arah pintu dekat saya duduk, lalu menyapa saya, "ayahnya emiiiill"


Hehehe, kebahagiaan tersendiri bukan, bisa dikenal anak-anak santri?

Saya pun berdiri untuk menyapa mereka.


"Siapa namamu?

Kalau nggak salah dia menjawab Kio. Lalu saya tanya nama lengkapnya. Dia menjawab, tapi lagi-lagi, saya gagal mengingatnya. 🤦‍♂️


Ganti ke santri satunya, dan dia ini yang memanggil nama saya tadi.

"Siapa namamu?"

"Ahza"

"Nama lengkap mu?"

"Ahza Khaizuran Rabbani, Lc, MA"

Dia menjawab dengan jelas, tegas, tanpa ragu-ragu.


Ada yang belum mengerti dengan jawaban santri ini?

Dia menyebutkan namanya lengkap dengan gelar di belakangnya!


Saya menjawab "masya Allah" berkali-kali sambil kembali duduk.

Tak lama kemudian ayahnya datang, dan sempat berbincang dengan saya, lalu beliau pamit duluan.


Sambil memandang ayah-anak sholeh tersebut berjalan pulang, wajah "nave-ya" saya kembali tersenyum sambil bergumam dalam hati,

"ya Allah, tambahkan gelar DR di depan nama anak itu, kelak..."


Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a'yuniw waj 'alnaa lil muttaqiina imaamaa.


Buyung Eko.

Wali santri DR. Emil Saleh Pramudya, Lc, MA (aamiin)

Suatu ketika kunci motor ustadz pernah kesingsal nak, dan ustadz sudah berusaha mencari kemana2. Didalam kantong baju, jaket, celana hasilnya nihil.


Tempat biasa menaruh juga tak terlihat ada.

Akhirnya sempat menggeser putranya yg sedang tidur mungkin saja tertindih dibawah atau terdampar disekitar kasur. Namun hasilnyanpun nihil.




Upaya terakhir ustadz berusaha menenangkan diri, beristighfar sambil dalam hati meminta agar Allah memberi petunjuk.


lalu beberapa saat muncul terlintas dikepala ustadz ingatan tentang menyantolkan kunci di paku atau sebuah cantolan yg entah dimana letaknya.


Akhirnya ustadz kembali menyisir seluruh sudut rumah yg terdapat cantolan. dan ternyata yg dicari dari tadi benar benar tidak kemana-mana persis ada disebuah cantolan paku seperti tergambar di benak saat terlintas seusai membaca istighfar dan mohon petunjuk Allah.


Andai saja ustadz baca istighfar dan mohon pertolongannya dari awal tentu ustadz tidak perlu capek muter-muter mencari kemana-mana.


Nak, ternyata untuk urusan sekecil apapapun kita boleh meminta tolong pada Allah.


Betapa baiknya Allah ya. sementara itu betapa lalai dan sombongnya kita jika kita tak mau memohon padaNya.


#berbagiKisahPenggemburIman

Mengenal Kuttab

Kuttab ialah Lembaga pendidikan anak-anak usia 5 – 12 tahun yang mulai diaplikasikan sejak bulan Juni 2012, yang kurikulumnya menitik beratkan pada Iman dan Al-Qur’an. Kurikulum yang dirumuskan dalam diskusi rutin sejak 5 tahun silam dan dijadikan modul-modul panduan dalam pembelajaran. Lembaga yang menggali kurikulumnya dari kitab-kitab para ulama berlandaskan Al-Qur’an dan Assunah. Lembaga Pendidikan yang memprioritaskan tahapan pendidikan.


Konsep kuttab bukanlah hal yang baru, hanya sudah terlalu lama sejarah peradaban ini terbenam oleh debu-debu zaman. Al-Fatih berusaha untuk mengawali membuka kembali lembaran – lembaran sejarah itu yang terlipat. Maka lahirlah di tahun 2012, bermodal keyakinan berharap kebesaran.

POSKU

Blog ini dikelola oleh Persatuan Orangtua Santri Kuttab (POSKU) Al-fatih Jember

Kontak kami

Address: Jl. Kartini 52 Jember (Depan Upnormal) | Telp: (Penanggung Jawab) 0895-362-303030 / 0822-3376-9000

Denah

Denah
Klik kanan > Open image in new tab